Pandangan yang salah, pendengaran yang menyimpang, ucapan yang buruk dan jiwa yang penuh gerutu. Rasanya bukan kemarin saja serial kesalahan ini dilakonkan, bahkan jika itu dibukukan butuh beribu-ribu lembar dan tak pernah cukup. Entah mengapa masih saja menyesak dayanya agar membuncah segala rasa, sayang bukan kebaikan tapi keburukan. Hitam hati terekam dalam jelaga, suntuk sang jiwa membakar-bakar baranya hingga yang terfitrah putih menjadi hitam pekat. Jika engkau bermohon, mohonlah padaNya untuk mengganti hatimu dengan yang baru.
Tidak risih bahkan menikmati, segala geliat hati yang menuju kuadran kegelapan diberi sokongan agar bertambah semangat dalam memperjuangkan kebatilan. Sementara niat kebaikan dipendam dalam-dalam agar tidak tumbuh berkembang. Lalu jiwa dan raga disiagakan agar ketika genderang perang melawan nafsu dibunyikan engkau siap berlari, untuk menghindarinya. Jika engkau menabur kebatilan tidak ada kebaikan yang akan kau tuai, apakah dikatakan panen jika engkau menderita kerugian?
Nikmatnya berkelana dibumiNya yang penuh kesenangan ini, hingga engkau tak lagi melihat batas-batas yang akan mengakhirimu dari kesenanganmu itu. Kefanaannya masih dongeng semata, sementara kematian masih akan lama. “Jadi apa yang perlu aku khawatirkan?“.
Engkau tidak perlu khawatir, kecuali bahwa angan-anganmu itu fatamorgana belaka. Kefanaan adalah hak dunia dan isinya, lama dan sebentar itu relatif, dan kekekalan akhirat adalah keniscayaan. Bukankah bersiap-siap untuk yang kekal itu jauh lebih masuk akal?
Sekeping hati tertambat di belukar nafsu, engkau yang meletakkannya disana, menyiraminya tiap hari dan memupuknya hingga tumbuh berkembang, sayang tidak berbunga harum mewangi, tapi busuk dan berduri.
kontlempasi hari ini, untuk diri
(guss.wordpress.com)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H