Ini bagian kedua dari trilogi cerpen Cinta Itu Milik Siapa. Cek Di sini : http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2014/10/29/cinta-itu-milik-siapa-683523.html
***
Deo lebih banyak menghabiskan waktu di taman belakang rumah adik sepupunya sejak kepergian adiknya tersebut ke Swiss. Deo masih menunggu kabar dari Sophie yang telah pergi lebih dari dua tahun. Rasa sayang yang dia miliki untuk Sophie telah membutakan logikanya. Dia tidak mau tahu dengan ikatan antara mereka. Dia tidak mau tahu dengan jarak yang memisahkan. Kata Sophie itu adalah solusi, namun baginya itu adalah ujian baginya yang harus dia lewati. Tetapi apa yang harus dia lakukan jika suatu saat orangtuanya dan orangtua Sophie mengetahui itu. Sampai sekarang Deo masih tidak menemukan jalan keluar untuk masalahnya tersebut.
***
Sophie menjalani hari-hari yang sangat sulit. Meski kini telah ada yang memilikinya, namun hatinya masih dimiliki orang lain, ya, itu sepupunya. Dia sudah melakukan semuanya agar rasa untuk Deo hilang tanpa jejak. Tapi bagaimana itu akan dilakukan jika Deo adalah cinta pertamanya. Dan mengetahui Deo juga memiliki rasa yang sama terhadapnya itu semakin membuatnya sulit untuk menghapus rasa itu. Rasa yang seharusnya memang tidak pernah ada di antara mereka. Sophie menghirup udara musim gugur dengan hati getir. Dia tidak tahu apakah dia harus pulang atau tidak. Namun rindu akan hadir Deo selalu membuat hatinya sesak. Karena bukan jarak yang sebenarnya memisahkan, tapi takdir yang tidak menginginkan mereka bersama.
***
Sophie duduk di ruang makan dengan wajah kebingungan. Melihat hal itu, orangtua Deo penasaran.
“kamu kenapa Sophie? Seperti orang banyak pikiran gitu.”ujar tantenya
“e...tan, aku mau nanya. Tapi om dan tante jangan marah ya. Cuma nanya kok.”
“ya..silahkan.” tantenya mempersilahkan
“mmm....tan, seandainya Sophie dan Deo itu saling suka boleh nggak?”
“Apa??”
“Sophie cuma nanya tan,” kilah Sophie
“oh. Tapi tante harap itu tidak terjadi, karena kamu sendiri tahu. Kalian itu sepupu.”
“hmm..gitu ya tan.”
Sophie menyelesaikan makannya dan melangkah ke kamarnya. Sophie masih memikirkan jawaban tantenya tadi.
Ah! Ini memang tidak seharusnya terjadi. Bego!
***
Hujan masih turun hingga sore. Meski tidak deras. Deo menghabiskan waktunya untuk melamun di sebuah cafe. Dia duduk di dekat jendela yang menghadap ke jalanan. Dalam rintikan hujan saja wajah Sophie tak mau pergi. Rintikan hujan mengalun indah membuat rasa rindu semakin memuncak. Ada bayang seorang cewek yang berjalan dalam rintikan tersebut. Ya, itu Indah. Perempuan yang selalu menemani Deo menghabiskan waktunya dalam rindu yang tak semestinya. Deo tak mampu menghapus rasa yang ada terhadap adiknya meski perempuan yang semakin dekat dengan tempat duduknya tersebut begitu mencintainya.
***
Semilir musim gugur begitu sejuk. Membawa kenangan-kenangan masa lalu kembali menyeruak dengan begitu cepatnya. Sophie masih duduk di sebuah bangku di bawah sebuah pohon yang ada di taman kampusnya bersama Fandy, pacarnya. Mungkin raganya di sana, namun pikiran dan hatinya masih tertinggal di masa lalu, di Indonesia. Mereka sudah jadian hampir tujuh bulan. Namun, Fandy masih tidak bisa merebut hatinya dari Deo. Meski Fandy sangat menyayanginya. Akhirnya hidup dalam bayang-bayang masa lalu menjadi solusi yang imaji.
***
Bersambung ~
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H