***
Aku mencoba berbicara pada semilir angin yang lewat. Bukan untuk meminta dia menyampaikan pesan rindu ini. Tapi hanya ingin bercerita tentang hari-hariku tanpa hadirmu. Hari-hariku sejak kau sudah tak di sini lagi. Hari-hari di mana tak ada lagi kicauanmu tentang masa depan. Bukan masa depanmu, tapi masa depanku.
Aku mencoba untuk bercengkrama dengan langit hitam yang gemerlap. Bukan untuk menitip pesan rindu agar kamu hadir. Bukan. Aku hanya ingin berbagi rindu ini bersamanya. Agar dia tahu bagaimana hariku semenjak kepergianmu. Aku hilang arah. Aku hilang kendali atas diriku. Aku kehilangan diriku. Diriku yang tertinggal di masa lalu.
Aku masih berdiri di sini. Menatap nanar masa lalu. Mungkin kau tak pernah memikirkan aku akan seperti ini. Masih menangisi waktu setiap kali kenangan itu hadir. Iya. Setelah kau pergi. Aku tak tau lagi kemana mimpi yang selama ini aku ucapkan padamu. Mimpiku yang ingin keliling dunia bersamamu. Mimpiku yang ingin hidup di Belanda bersamamu.
Aku masih dengan diriku yang beberapa minggu ini masih belum terbiasa. Iya. Belum mampu terbiasa tanpa hadirmu. Aku di sini masih belum percaya. Mempercayai bahwa kau telah jauh. Bahkan bukan di dunia ini. Bukan dalam dimensi ini lagi. Sering aku bertanya pada Sang pemilik waktu, mengapa begitu kejam?
Aku masih di sini. Bersama dengan jutaan kenangan tentangmu. Iya. Kenangan yang kini tak lagi bisa kuukir lagi. Sejak kau pergi meninggalkan aku sendiri. Sendiri dalam melalui hidupku. Sesekali aku ingin kau hadir meski hanya dalam mimpi. Meski esoknya saat ku terbangun ku tak ingat lagi. Aku ingin sekali, Tuhan.
***
9 November 2014
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H