Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Menguburkan Anjing

14 Mei 2017   16:40 Diperbarui: 14 Mei 2017   16:49 4858
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Minggu, kira-kira pukul 16.30, saya menemukan anjing kami tergeletak di halaman depan beranda. Ekor dan telinganya diam. Tidak terlihat gerakan memompa nafas di sekujur perutnya.

Saya mendekati posisi kepalanya. Bola matanya agak terkatup. Tatapannya kosong. Lalu aku berjongkok untuk memeriksa denyut jantungnya di bagian dada. Tubuhnya masih hangat tetapi denyut jantung pada dadanya sudah terasa pelan sekali. Kotoran hitamnya pun belepotan di sekitar ekor dan kaki belakang.

Anjing kami sudah meninggal dunia. Seketika mata saya terasa basah. Ada semacam kehilangan yang serta-merta. Seperti kehilangan anggota keluarga.

Di sisi lain saya merasa bersyukur telah meminta maaf padanya, dua malam kemarin. Waktu itu anjing kami sudah tak berdaya, hanya bisa terbaring. Saya mengelus kepalanya sembari meminta maaf kekasaranku terhadapnya di masa jayanya.

Tentang kepergian anjing kami, kabar ini saya bawa ruang keluarga. Di situ si bungsu sedang menyaksikan acara kartun kesukaannya. Si sulung membantu istri saya di dapur yang berhubungan dengan ruang keluarga .

Spontan istri dan dua anak kami menangis lalu bergegas ke halaman beranda. Tinggal saya yang melangkah ke dapur untuk melihat apa yang dimasak oleh istri saya, dan menggantikannya apabila sedang menggoreng tahu.

“Kalian ambil koran bekas, sana.”

Sayup suara istri saya agak terbata-bata menyuruh anak-anak mengambil koran di ruang tamu. Keduanya berlarian ke ruang tamu dengan isak yang menggesek udara ruangan. Sebentar lalu kembali ke halaman.

Saya berbalik menuju mereka karena, ternyata, istri saya belum memasak apa-apa. Tadi baru sebatas meracik bumbu. Tetapi saya melangkah agak perlahan. Saya mau memberi kesempatan terakhir pada mereka. Pasti mereka yang paling kehilangan dibanding saya, terutama istri saya.

Ya, istri saya paling kehilangan. 12 tahun anjing itu bersama keluarga kami sebelum kami menikah. Sejak anjing itu baru lahir, istri saya yang menunggui proses kelahirannya karena induknya kurang mahir melakukan proses setelah lahir. Intensitas kedekatan antara istri dan anjing itu, tentu saja, semakin jauh lebih banyak dibanding saya yang sering berada di luar rumah karena faktor pekerja.

Hari-hari terakhir anjing kami sedang mengalami sakit dalam yang parah, khususnya pada sistem metabolismanya. Dua kali dokter hewan dipanggil istri saya. Terakhir baru kemarin pagi dan dokter memberikan dua pilhan : dirawat-inapkan di rumah sakit khusus hewan ataukah disuntik mati saja. Peluang hidupnya tinggal sedikit hari, vonis dokter hewan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun