"Kok saya tidak merasakan itu, ya, Bu?"
"Karena Mas Oji bukan sasaran si pemesan guna-guna. Mas Oji juga orang baru dan tidak 'berisi'. Aman-aman saja."
Pak Odang menyambung dengan cerita dari kontrakan Bu Lia sebelum pindah ke sini. Kontrakan itu berada di belakang kantor pemasaran. Kondisi supranaturalnya tidak menyenangkan, sehingga Bu Lia pindah ke sini.
"Saya, Mas Oji," timpal Bu Lia, "beberapa kali saya terbangun dan melihat macan di depan saya. Di sana saya sering sakit-sakitan."
"Hari-hari awal menyiapkan lokasi, Degul malah kesurupan di lokasi, Mas Oji," sela Pak Odang.
"Tahu tempatnya Pak Demun roboh di bawah pohon jati, 'kan?"
"Iya, Bu, saya sudah ke sana bareng Sarwan sejak awal masuk kerja."
"Di dekat situ juga Segon pernah musibah lho."
Oh, si Segon? Ketua karang taruna kampung sekaligus sekretaris sebuah LSM lokal bisa terkena serangan gaib juga di wilayah 'kekuasaan'-nya sendiri?
Segon memang pemuda lokal, tetapi sebelum lahan proyek digarap alias masih berbentuk persawahan tadah hujan yang bersebelahan dengan kebun jati, masa kecil hingga remaja Segon sama sekali belum pernah bermain di sekitar situ. Apalagi cerita-cerita orang tua kampung mengenai wilayah keangkeran, Segon semakin enggan bermain ke situ.
Seumur-umur, baru ketika proyek mulai berlangsung, Segon pun turun ke lokasi. Patok-patok pekerjaan Cut and Fill menjadi fokusnya supaya pengelolaan tanah tidak menyerobot parit mungil sampai sebagian batas kebun jati.