Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menanduk Dinding

25 Juli 2019   00:38 Diperbarui: 25 Juli 2019   00:44 29
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Adalah dinding
Berdiri di  antara aku dan kamu
Dalam dapur tanpa atap

Tiada secangkir kopi terlahir dari dinding
Dialog sepotong telinga sebenarnya monolog
Kepala memuntahkan pantulan nan senyap
Siapa mendengar siapa membicarakan dirinya sendiri

Dulu dinding-dinding bertelinga
Bisik-bisik tidak luput dari risiko

Kini dinding-dinding bermulut
Bising-bising meluputkan maksud

Aku harus berbicara seperti apa lagi
Halilintar lidahku langsung tertanam di bawah dinding
Kamu berpikir bahwa aku pun bersuara sama denganmu

Maka dinding akhirnya menjadi sasaran
Sekali tandukan membuat kambing-kambing sepi embikan
Sekali saja sudah menujah jantungmu
Tumbanglah bidang dadamu di lantai dapur

Adalah luka
Telah tegak di antara aku dan kamu
Perlukah kompor atau tungku potongan kayu bekas

Aku mendadak bisu
Kamu mendengar tentang apa lagi

******
Kupang, 23 Juli 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun