Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Rumah Mungil di Kebun

24 Januari 2019   13:54 Diperbarui: 25 Januari 2019   13:35 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Duh, ramai sekali berita tentang bebasnya  Ahok dari tahanan di Mako Brimob, Depok. Namun, belum ada berita, apakah Ahok pulang ke Pluit, Jakut atau malah ke Gantung, Beltim. Kalau ke Pluit, Vero pun keluar dari rumah itu dengan dua tentengan. Atau, jangan-jangan, karena Puput sedang mudik ke Nganjuk, Jatim...

Saya merasa konyol karena latah mengikuti terkaan-terkaan yang antah-berantah. Aduhai, jadi malu saya, Gaes.

Maklumlah, Gaes, dalam satu minggu ini saya hanya berada di rumah. Sakit influenza dengan batuk yang menyengsarakan. Sebenarnya hanya 2 hari tetapi kambuh lagi gara-gara saya anggap sembuh lalu pergi ke kebun untuk menengok rumah yang tidak terurus.

Meski sempat kambuh, kebetulan pintu teralisnya sudah terpasang. Paling tidak, untuk antisipasi awal kalau pencuri nekat lagi. Rumah mungil 40 meter persegi di kebun itu jaraknya sekitar 6 km dari rumah kami, Gaes. Luas lahannya 200 meter persegi.

Kalau pintu belakang, sih, sudah ada pintu teralis. Kawat nyamuk yang juga antisipasi kalau ular atau biawak nekat bertamu itu ada bolong sedikit. Saya yakin, bolongnya sengaja dibuat oleh pencuri tetapi gagal karena susah untuk mencapai gerendel dalamnya.

Sementara pegangan pintu kayu bagian depan sudah saya perbaiki. Ganti baru, Gaes. Cukuplah untuk menyusahkan pencuri. Pasalnya, pintu itu pernah dijebol pencuri, Gaes. Komputer jinjingnya kawan saya, yang tinggal (gratis saja) di situ, digasak pencuri sewaktu kawan saya keluar sebentar untuk makan malam di warung. Komputer jinjing baru, Gaes!

Juga, di sebelah rumah itu sedang dibuatkan parit beton. Sudah selesai, mungkin, tapi saya belum berani kembali lagi ke sana karena khawatir batuk parah saya kambuh lagi. Tiga tahun silam saya pernah mengalami kebanjiran di sana ketika air parit meluap-luap, Gaes. Syukurlah, sekarang sudah aman dari perundungan dan persekusi banjir.

Ya, parit itu berhadapan langsung dengan pintu belakang atau dapur rumah mungil kami, Gaes. Bisa jadi ada pencuri yang melewati parit yang dulunya masih alami dengan air yang dangkal sekali.

Saya merasa rumah mungil itu kini jauh lebih aman, Gaes. Ya, aman sebelum nanti atau jika kondisi kesehatan saya benar-benar pulih, saya akan kembali ke Kupang untuk melanjutkan pekerjaan yang belum rampung. Mungkin akan selama 3-6 bulan saya berada di Ibu Kota NTT. Malu hati saya, Gaes, kalau pekerjaan tidak rampung tapi saya malah asyik berkarya di Kompasiana.

Eh, sebentar, Gaes, ponsel saya bergetar di saku celana. Geli-geli gimana gitu, Gaes.

Lho, nomor siapa ini? Jangan-jangan panggilan dari Kupang tapi kawan saya di Kupang tidak pernah mengganti nomor ponselnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun