Pelukanmu adalah muara seluruh rinduku
Yang terjejak di antara tebing-tebing batu-batu
Sebelum kelak laut samudra menautkan dengan
Gelombang badai segala kemungkinan menjadi
Rinai-rinai di perbukitan pegunungan yang enggan
Didaki para pemuja ngarai telaga dan pantai
Â
Aku sudah melampaui pelukan demi pelukan
Kehangatan hanya tombol-tombol mesin pemanas
Matahari rembulan cuma sebuah bola lampu
Tinggal bagaimana suasana sesaat mengendali
Sakelar-sakelar di tembok jantung berharga mati
Seakan pelukan paling elok hanya milik sendiri
Aku sudah menyesap embun-embun hujan-hujan
Dari kemasan misteri memerah peluh darah
Bikinan jejari berkuku hitam runcing beracun
Berkaitpaut jejari berkuku daging sendiri
Terkapar pun aku tiada siapa mendekat memberi
Pelukan paling melarut setiap keluh
Dalam pelukanmu tiada tembok bersakelar rahasia
Tiada langit-langit bualan para rakus berkain beludru
Matahari rembulan merobek selubung tebal legam
Mitos-mitos lapuk merapuh tulang menyedot sumsum
Meloroti otot-otot hingga belatung pun gantung diri
Dalam pelukanmu langit tetaplah langit
Menaungi awan-awan mendung-mendung
Uap peluh sekujur tubuhku leluasa mengusapnya
Embun dan hujan menetes-netes di keningku
Merembes kembali ke seluruh relung rindu
Pelukanmu adalah muara seluruh rinduku
Hanyutkan segenap desah paru detak jantung
Denyut nadi denyar mata desau mulut
Sungguh aku tengah menyerah utuh di pelukanmu
Tiada pelukan lain sepeluk penuhmu
*******
Panggung Renung -- Balikpapan, 23 April 2018
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI