Sebagian penulis atau pehobi menulis membuat target tertentu sekaligus slogannya. "Satu hari satu tulisan" (one day one article, istilah asingnya), "satu minggu satu artikel utama", "satu minggu satu juara menulis", dan seterusnya.
Di satu sisi, sebuah target membuat mereka fokus menulis, sebagaimana suatu target memang merupakan sebuah fokus. Misalnya, target berposisi tertentu, entah juara I atau, minimal, nominasi. Dengan adanya suatu target, mereka berusaha mengelola waktu, tenaga, suasana, dan lain-lain agar hasilnya benar-benar sesuai dengan target.
Di sisi sebaliknya, malah bisa gagal fokus. Pada masa persiapan sampai suntuk menulis, tidak jarang suatu target mengalami perubahan bentuk (metamorfosis). Target menjadi beban psikis. Target menjadi bagian stres, mudah uring-uringan, dan seterusnya. Fatalnya, tulisan tidak selesai, dan ditambah bermasalah dengan orang di sekitarnya.
Seorang Pemanah
Ibarat seorang pemanah sedang menghadap sebuah bidikan--biasanya ada semacam papan lunak dengan lingkaran merah memusat. Ketika menarik tali busur beserta anak panah, tenaga, keseimbangan, konsentrasi dikolaborasi sedemikian agar anak panah bisa mencapai target yang akurat, bahkan sebelumnya sangat berambisi untuk menjadi juara pada suatu lomba memanah.
Alangkah lucunya apabila kemudian target seorang pemanah berubah menjadi beban, bukan? Padahal bebannya, ya, busur dan bagaimana memainkannya. Ini malah target mendadak menjadi beban, atau seolah-olah papan bergambar lingkaran melompat ke pundaknya. Luar biasa, 'kan?
Apa sebabnya? Khawatir. Khawatir kalau gagal mencapai target. Kalaupun mencapai target, ia khawatir kalau hasilnya meleset dari target, semisal tidak benar-benar mengena bagian tengah.
Apakah sekadar khawatir jika meleset dari target? Barangkali sebuah target telah dimanipulasi oleh perasaannya sendiri sehingga seakan-akan sebuah target menjadi beban. Kekhawatiran sebenarnya bukanlah pada target, melainkan hal-hal di luar persoalan memanah, membidik, dan sekitar itu.
Beban yang sering kali terjadi adalah seputar harga diri, gengsi, dan sejenisnya. Apa kata orang nanti kalau nanti gagal mencapai target. Apa kata orang nanti kalau benar-benar melenceng di luar bidikan alias melayang menembus udara saja. Aduhai, terasa kiamat datang terlalu cepat!
Kalaupun kemudian benar-benar melenceng jauh, ia harus "memanipulasi" dengan manuver-manuver apologis yang masuk akal. Kurang berlatih. Kurang fokus. Sedang ada masalah, tidak enak badan, Â atau gangguan ini-itu, yang seakan-akan bisa menjadi tameng jika nanti dirinya justru menjadi target "anak panah" (omongan) orang di sekitarnya.
Pehobi Menulis di antara Target dan Kesenangan