: Sebuah Catatan yang Tercecer
"Saya heran, mengapa Elcid mau mengambil pekerjaan ini," ujar Mariana A. Noya Letuna, S.Sos., M.A., pada 18 Desember 2017 atau hari pertama acara NTT Expo 2017 di Ruang Sekretariat Panitia, Lantai II Aula Utama El Tari, Kupang. Noya--panggilan akrabnya--merupakan dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nusa Cendana (Undana), yang pada waktu itu menerima mandat sebagai pembawa acara sekaligus moderator beberapa talk show.
Keheranan yang lumrah dilontarkannya karena sebelumnya Noya tidak mengikuti pembicaraan-pembicaraan panjang sebelum turunnya surat resmi berupa kontrak kerja dari Kepala Bappeda NTT Wayan Darmawa pada 11 Desember atau 5 hari kerja menjelang acara (18 Desember). Ya, waktu yang sempit, berikut kesibukan akhir tahun di pihak pemberi pekerjaan serta 'isu' kunjungan Presiden Jokowi ke NTT itu juga sempat menjadi keraguan pelbagai pihak terkait mengenai penyelenggaraannya.
Antara Noya dan Elcid--lengkapnya Dominggus Elcid Li, Ph.D.--telah terjalin persahabatan yang kental selama lebih 5 tahun, apalagi Elcid pernah menjadi dosen FISIP di universitas yang sama. Tentu saja Noya sangat mengenal idealisme seorang Elcid, yang terhitung langka di kalangan kaum intelektual NTT. Elcid tidak pernah sembarangan mengambil pekerjaan, apalagi dengan waktu sangat sempit.
Keheranan Noya, bahkan mewakili beberapa orang lainnya, memang lumrah. Tetapi bagi tim kerja yang dikoordinatori oleh Rio Watuwaya ini jelas tidaklah begitu. Sekitar 2 minggu sebelum menghadap kepala Bappeda NTT itu, Elcid menerangkan alasannya kepada tim kerja NTT Expo 2017 di kantor IRGSC mengenai hal "mau mengambil pekerjaan" tersebut.
"Saya mengambil pekerjaan ini karena dampaknya kelak adalah untuk kawan-kawan semua. Dampak itu adalah jaringan kita dengan banyak kalangan. NTT Expo ini saya cita-citakan menjadi wadah komunikasi atau jaringan saling mengait antara pemprov, swasta, organisasi non-pemerintah, akademisi, pelajar-mahasiswa, bahkan komunitas-komunitas kreatif yang selama ini kurang mendapat perhatian dari kalangan lainnya. Kita harus berpikir untuk semua kalangan dan kesemuanya bisa bersatu dalam acara ini, dan untuk masa depan NTT," kata Elcid ketika itu.
Tidak cukup urusan seputar seminar, presentasi, dan talk show, melainkan pula sebuah tim berkapasitas event organizer (EO). Â Tim kerja ini bukanlah berisi orang-orang yang baru belajar. Koordinator Tim EO adalah Rio Watuaya, yang sudah sering melakukan kegiatan EO berkelas nasional. Tim kerja juga terdiri dari orang-orang yang biasa berkecimpung dengan kegiatan semacam itu, misalnya Ragil Sukriwul, Manuel Alberto Maia, Yadi Diaz, Natalino Mella, Arthurio Oktavianus Arthadiputra (dari Pontianak, Kalbar), dan lain-lain.
Selain itu, Elcid meminta Rio Watuwaya mengajak kalangan usahawan untuk andil dalam kegiatan pameran. Juga meminta Ragil Sukriwul mengajak komunitas-komunitas yang kurang mendapat perhatian serius agar bisa andil, dan memanfaatkan kebersamaan dengan banyak kalangan. Dan lain-lain, termasuk dari kampus-kampus atau sekelompok mahasiswa yang memiliki komunitas kreatif.
Tidak tanggung-tanggung, kegiatan pameran pun diikuti oleh Organisasi Perangkat Daerah yang terkait dengan 6 tekad pembangunan NTT, BUMN, Organisasi Non-Pemerintah (NGO), pelaku usaha, jaringan ekonomi kreatif dalam pembangunan NTT, dan berbagai komunitas kreatif lainnya.