Yang penting juga diketahui oleh para pemburu beasiswa adalah informasi mengenai kemampuan berbahasa Inggris. Kemampuan ini berkaitan dengan skor TOEFL (Test of English as a Foreign Langugae). Misalnya skor 450 untuk lulusan SMA/D1/D2/D3/S1 untuk dalam negeri, skor 500 di rumpun IPA dan skor 550 di rumpun IPS untuk luar negeri, skor 550 untuk master, Â skor 575 untuk PhD, dan lain-lain. Setiap negara (perguruan tinggi di luar negeri) pun menetapkan kemampuan TOEFL yang berbeda.
"Harapan sederhananya," ungkap Olkes, "adalah satu orang yang pergi sekolah ketika pulang minimal satu keluarga mengalami perubahan hidup. Ini bukan sebuah harapan yang muluk-muluk. Jika kelas ini bisa membantu 100 anak NTT pergi ke sekolah, maka ada potensi 100 keluarga berubah hidupnya. Ini mungkin dampak minimalnya, jika setiap orang yang pulang memiliki kontribusi ke komunitas di luar keluarganya maka akan lebih besar lagi jumlah itu."
Dan dalam suatu obrolan siang Olkes mengatakan, para lulusan kelas BBaF sudah mencapai ratusan orang. Sementara itu, menuju ujung 2017, tidak sedikit para pemburu beasiswa masih saja datang untuk bertanya tentang syarat-syarat ikut kelas, belajar-berdiskusi bersama, dan lain-lain. Tentunya kelas ini pun akan gratis selepas 2017 nanti.
Barangkali suasana geliat para pemburu itu memang sama sekali tidak mampu dideteksi oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendy yang kontroversial seperti yang tertera dalam berita Kualitas Pendidikan RI Masuk Ranking Paling Bawah yang disiarkan Jawa Pos, 4/12/2017, "Saya khawatir yang dijadikan sampel Indonesia adalah siswa-siswa dari NTT semua." Andai Muhadjir selalu berada dekat dengan tempat berkumpul para pemburu itu, niscaya tidaklah akan begitu kontroversialnya.
*******
Kelapa Lima, Kupang, 12 Desember 2017
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H