Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mando Soriano, Zine, dan Sebuah Harapan

3 Desember 2017   16:50 Diperbarui: 3 Desember 2017   21:45 1425
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Zine UMA (Dokumen Pribadi)

Suatu malam saya berkenalan dengan Mando Soriano. Nama Mando semula saya dengar dari Manuel Alberto "Abe" Maia--pembuat film Nokas. Itu pun melalui karya karikaturalnya berupa beberapa tokoh pelopor film nasional di sebidang dinding ruang mungil yang menjadi markas Komunitas Film Kupang (KFK).

Pemuda sederhana berkaca mata ini sejak 18 November menerbitkan sebuah zine yang diberi nama Uma. Uma merupakan media sederhana yang memuat Seni Visual, Sastra, Film, Musik, dan (mungkin) Kupang.

Malam lainnya saya diberinya dua terbitan Uma, edisi #2 (26 November 2017), dan #3 (2 Desember 2017). Saya tertarik pada Uma karena berisi hal tentang Kupang, yang ingin saya ketahui di luar cerita orang-orang.

Sedikit tentang Mando Soriano

Mando Soriano seorang sarjana jebolan Culture Study Universitas Sanata Darma Yogyakarta. Pekerjaannya sekarang sebagai jurnalis di Media Pendidikan Cakrawala NTT. Selain itu, Mando pun sebagai kreator komik strip di Surat Kabar Lidah Ibu, dan ilustrator di Jasa Gambar dan Ilustrasi Trust.

Disamping profesi dan kesehariannya menggambar, Mando juga bergabung dengan KFK pimpinan Manuel Alberto Maia. Sayangnya, saya belum sempat berkunjung ke rumahnya di Kupang.

 

Sedikit tentang Zine

Zine berasal dari kata "fanzine" atau "fan magazine", yang dipakai untuk membedakannya dari majalah komersial, atau magazine dan fanzine. Magazine, menurut para zineis, berhubungan dengan hal-hal yang negatif seperti komoditi (komersial, konsumerisme, dan kapitalisme), sedangkan fanzine berhubungan dengan hal-hal yang positif seperti informasi.

Sebelumnya orang-orang menuliskan kata "zine" menggunakan apostrophe ('zine) untuk menunjukkan bahwa "fan" telah ditinggalkan, tetapi terus berevolusi menjadi sesuatu yang berbeda dari fanzine, apostrophe-nya dihilangkan. Kini hanya singkat dengan kata "zine".

Pada awal kelahirannya, zine tidaklah berbicara masalah-masalah politik, budaya, ataupun musik, tetapi berbicara soal tema-tema fiksi ilmiah. Zine lahir pertama kalinya di antara para penggemar fiksi ilmiah. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kepandaian di atas rata-rata, namun kemampuan untuk bersosialisasinya di bawah rata-rata. Menemukan dunia fiksi ilmiah sebagai pelarian dari realita yang menolak mereka.

Zine pertama dilahirkan oleh the Science Correspondence Club di Chicago, Amerika Serikat, pada tahun 1930. Bidannya adalah Raymond A. Palmer dan Walter Dennis. Nama zine itu adalah The Comet. Kelahiran The Comet ini diteruskan dengan kelahiran zine-zine baru dari komunitas fiksi ilmiah.

Di akhir 1930-an, komunitas fiksi ilmiah mulai banyak berdiskusi tentang komik. Salah satunya adalah zine komik pertama, The Comic Collector's News, yang dilahirkan oleh Malcolm Willits dan Jim Bradley pada Oktober 1947. Lalu di awal 1960-an zine jenis baru lagi, yaitu zine film horor bernama Trumpet oleh Tom Reamy dari salah satu komunitas fiksi ilmiah di San Fransisco.

Berlanjut pada pertengahan 1960-an dengan zine musik rock, semisal Crawdaddy di California pada 1966 yang dibidani oleh Paul William dari California tetapi kemudian menjadi sebuah majalah musik yang profesional. Di kota dan tahun sama lahir zine "Mojo Navigator" yang dibidani oleh Greg Shaw, dan Greg juga membidani kelahiran "Who Put The Bomp?" pada 1970.

Revolusi mesin cetak pada 1970-an, yaitu munculnya mesin fotokopi, berdampak besar pada kelahiran-kelahiran zine. Kalau sebelumnya zine dilahirkan melalui perut mesin cetak, dimana jumlah mesin cetak masih cukup langka, harga cukup mahal, dan proses produksi memakan waktu cukup lama ketika itu, maka dengan mesin fotokopi pembuatan dan penggandaan zine menjadi lebih mudah, cepat dan rapi hingga pembuatan media sendiri menjadi lebih mudah lagi.

 

Mando dan Zine

Di beranda media sosialnya (2/12/2017) Mando menerangkan, zine adalah salah satu bentuk publikasi otonom dan non-komersial yang diterbitkan dan dipublikasikan oleh pembuatnya.

Zine adalah sesuatu yang sederhana dan menyenangkan. Sesuatu yang dapat dikerjakan oleh semua orang. Sesuatu yang memberikan ruang bebas bagi setiap ekspresi dan imajinasi. Dalam zine pembuatnya dapat tampil menjadi sosok yang berbeda dari apa yang biasa orang kenal. Seorang laki-laki dapat tampil menjadi perempuan dengan membicarakan banyak hal tentang perempuan, menggunakan nama yang identik dengan nama perempuan. Atau juga dapat tampil menjadi seorang anak kecil, dengan semua keluguannya, dialek cedalnya, dan dunia anak-anaknya. Zine juga memberi jalan alternatif bagi kebuntuan dari komunikasi dan interaksi, melawan setiap aleniasi yang hadir dalam masyarakat tontonan saat ini.

Mengenai bentuk, dikatakannya lagi, zine dapat berupa hasil fotokopi atau dicetak dengan mesin cetak; hitam putih atau berwarna. Ukurannya kecil atau besar. Zine memuat gambar dan tulisan, atau cukup salah satunya. Zine berisi catatan-catatan, ide-ide, atau topik apa pun yang diinginkan pembuatnya. Kemudian ditata (lay out) secara manual (cukup menggunakan gunting, lem, pena dan kertas bekas ), atau digital (menggunakan komputer).

Pengerjaan zine, kata Mando di berandanya, bisa dilakukan secara manual (ditulis tangan), diketik dengan mesin ketik, ataupun secara digital (menggunakan komputer). Bisa dikerjakan sendirian, atau dengan teman-teman.

Dan, masih kata Mando, pendistribusian zine cukup antarteman terdekat, komunitas, ataupun secara luas. Zine dapat diperoleh secara gratis, barter, ataupun 'dijual'.

Rubrikasi dalam Zine “Uma”

Pada halaman redaksionalnya, tepatnya daftar isi, Uma menamakan rubriknya dengan kata “Daftar Kamar”. Dalam Daftar Kamar terdapat 6 kamar, yakni Kamar Empunya Rumah, Kamar Komik, Kamar Film, Kamar Sastra, Kamat T(k)amu, dan Kamar Musik.

 Sementara untuk kata “Halaman”, Mando menyebutnya dengan kata “pintu”. Ada “pintu 1”, “pintu2”, dan seterusnya. Penggunaan kata “pintu” mengingatkan saya pada ruangan cinema (bioskop) dengan suara merdu, “Pintu Satu telah dibuka”.

Sebuah Harapan

Sebenarnya saya tidak asing dengan zine. Revolusi mesin cetak berupa mesin fotokopi pernah saya alami, dan saya sering mencetak kartun-kartun saya pada pertengahan 1980-an. Zaman kuliah di Yogyakarta juga pernah berkecimpung dengan zine, termasuk turut membaca zine bertajuk "Jaker" (Jaringan Kerja) buatan kawan-kawan untuk pemahaman menjelang demonstrasi. Tidak lupa pula pada zine bernama "Daging Tumbuh" yang dilahirkan oleh Kuss Indarto. Pada 2009 saya dan beberapa kawan di Balikpapan pun membuat zine dengan nama "Balikpapan Memang" yang berisi karya tulis santai seputar Balikpapan, dan "Kompek" yang berisi kartun dan komik strip.

Tetapi, kemunculan zine yang dimulai oleh Mando di Kota Kupang itu, pikir saya, merupakan sebuah harapan untuk mendorong sekaligus menampung kreativitas orang muda Kupang, bahkan NTT, di bidang seni rupa, terkhusus ilustrasi atau kartun, yang berkaitan dengan hal-hal sekitarnya maupun di luar NTT. Dengan memuat Seni Visual, Sastra, Film, Musik, dan (mungkin) Kupang, Mando pun hendak mengajak orang-orang muda Kupang menyampaikan suatu pemikiran secara sederhana dalam bentuk gambar (visual) 2 dimensi.

Dari dua edisi yang saya terima, masih terlihat pengelolaannya belum optimal, baik skala satu ruang (pintu) maupun kamar-kamar. Pada edisi #2 Kamar Film, Kamar Sastra, Kamar T(k)amu, dan Kamar Musik masih kosong. Sama dengan edisi berikutnya (#3). 

"Sebagai edisi mula-mula, UMA coba untuk berkenalan dan juga mengajak pembaca untuk bicara. Zine ini dibuat secara manual, dan akan terus dicoba seluruh kemungkinan sebatas kemampuan untuk mengembangkan cara-cara itu," tulis Mando di halaman sampul belakang-dalam Uma.

Secara pribadi saya sangat mendukung upaya dan kreasi Mando itu. Tidak perlu terlalu banyak berharap, melainkan mewujudkannya melalui 3 edisi. Saya menunggu edisi selanjutnya sampai menjadi ramai lahirnya zine-zine di Kota Kupang. Begitu sa, Kaka!  

 

*******

Kelapa Lima, Kupang, 3 Desember 2017

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun