Artikel ini merupakan kelanjutan dari artikel "Keluar dari Sebuah Komunitas". Pada artikel sebelumnya atau, anggap saja, sebagai pembuka (prolog), tertulis mengenai Oji yang akhirnya memutuskan untuk keluar dari sebuah komunitas karena terlalu lelah menghidupi sebuah komunitas yang sudah sering ditinggalkan oleh sebagian besar pendirinya sendiri.
Komunitas
Entah berapa banyak komunitas di Indonesia. Misalnya komunitas membaca, komunitas menulis, komunitas menyanyi, komunitas melukis, komunitas jalan-jalan, komunitas bersepeda, dan lain sebagainya.
Kata "komunitas" bukanlah kata baru milik bahasa asing (Latin) "communitas" ("kesamaan") semata bagi banyak orang Indonesia. Juga bukan kata yang tidak boleh disebutkan oleh orang-orang di luar bidang studi Sosiologi.
Kalau awalnya dikatakan George Hillery Jr. masih berada pada tempat (lokasi) yang tegas secara fisik atau geografis, tentunya, telah jauh dilampaui oleh zaman kencangnya digital berserat optik sekarang. Tidak sedikit komunitas-komunitas melintasi batasan ruang dan waktu, semisal komunitas penyebar ujaran kebencian. Yang masih sering relevan dari "komunitas"-nya Hillery adalah "berdasarkan kesamaan perhatian (interests), tujuan (goals), atau kebutuhan (needs)". Â
Kamus Besar Bahasa Indonesia mendefinisikan, komunitas adalah kelompok organisme (orang dan sebagainya) yang hidup dan saling berinteraksi di dalam daerah tertentu; masyarakat; paguyuban. Misalnya, komunitas desa, yaitu komunitas yang bersifat kedesa-desaan; komunitas hutan bakau yaitu komunitas yang hidup di hutan bakau di daerah pantai; komunitas kota yaitu komunitas yang bersifat kekota-kotaan; komunitas sastra yaitu kelompok atau kumpulan orang yang meminati dan berkecimpung dalam bidang sastra; masyarakat sastra.
Masih banyak teori tentang komunitas, termasuk persamaan kata dengan "sebuah masyarakat", "sebuah kelompok", "masyarakat setempat", dan seterusnya. Sedangkan untuk kasus Oji dan komunitasnya, ya, bersenggolan dengan Crow dan Allen. Senggolan itu berkaitan dengan 3 komponen dasarnya, yaitu lokasi (tempat), minat, dan ide dasar yang dapat mendukung (komuni).
Di era digital kencang dewasa ini dua-tiga orang saja sudah bisa membentuk sebuah komunitas sekaligus memberi namanya tanpa perlu lengkap komponennya seperti yang dikatakan Hillery, Crow dan Allen. Grup-grup di media sosial pun sudah entah berapa jumlahnya. Apakah masih aktif; masih atau semakin massif; dan lain-lain.
Boleh juga dikatakan bahwa 3 komponen dasar komunitas model Crow dan Allen merupakan latar "mengapa" (why) jika dikaitkan dengan 1 komponen model pertanyaan sederhana secara jurnalistik. Tentunya bisa dibarengi dengan "siapa" (who) karena "siapa" menjadi mutlak sebagai pendiri sekaligus pengelola komunitas, "di mana" (where), "kapan" (when), dan seterusnya.
Komunitas terdiri dari siapa-siapa alias lebih dari 1 bahkan lebih 3 orang. Kalau dikaitkan dengan "kapan", bukanlah sekadar merujuk pada "waktu" pembentukan komunitas, melainkan pula secara personal, yaitu "waktu" siapa-siapa masih muda-lajang.
Dalam "waktu" berkait erat dengan "status" terdapat proses kehidupan orang secara umum. Mereka membentuk komunitas itu pada waktu masih lajang. Masa lajang memang penuh geliat bagi orang-orang muda yang suka sekaligus biasa terlibat dalam kehidupan sosial. Kebutuhan atau komitmen hidup seorang lajang, apalagi sudah mampu mendapat dan mengelola keuangan, sangat memungkinkannya untuk melakoni hidup secara bebas-merdeka dengan membentuk dan mengelola  sebuah komunitas.