Mohon tunggu...
Gus Noy
Gus Noy Mohon Tunggu... Administrasi - Penganggur

Warga Balikpapan, Kaltim sejak 2009, asalnya Kampung Sri Pemandang Atas, Sungailiat, Bangka, Babel, dan belasan tahun tinggal di Yogyakarta (Pengok/Langensari, dan Babarsari).

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Keluar dari Sebuah Komunitas

25 November 2017   00:03 Diperbarui: 25 November 2017   00:27 1228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Akhirnya Oji memutuskan untuk keluar dari sebuah komunitas. Selama 5 tahun bergabung dalam komunitas yang bermula dari kesamaan hobi-minat beberapa orang muda itu, satu hal yang menjadi langkah keluarnya adalah banyak hal yang harus ia pikirkan dan terapkan untuk keberlangsungan komunitas itu. Banyak hal terutama ketika sebagian pendiri-pengelolanya mengurangi bahkan nyaris vakum berkegiatan sejak seorang demi seorang membentuk keluarga baru (menikah).

Oji memang seorang anggota biasa dalam komunitas sosial alias non-komersial yang sudah terbentuk 1 tahun sebelum ia bergabung. Proses mematangkan hobi-minat telah dijalani Oji selama lebih 10 tahun, bahkan sejak awal masa kuliah, dan lulus kuliah dengan bergabung di sebuah komunitas internet yang terdiri dari orang-orang hebat.

Di samping sekian tahun aktif berkomunitas, ia juga masih membekali diri dengan pengetahuan atau wawasan yang relevan. Membaca buku dan berita seputar perkembangan terkait merupakan hal yang rutin dilakukannya, apalagi ia memiliki fasilitas internet pribadi. Tak pelak keberadaan dan tindakan nyatanya sangatlah dibutuhkan dalam setiap acara di komunitas yang terakhir itu.

Keberadaan dan tindakan nyatanya semakin dibutuhkan pada saat sebagian pendiri-pengelolanya vakum demi urusan realistis (berkeluarga). Di waktu lain, kehadiran Oji selalu diharapkan dalam diskusi ringan atau ngobrol dengan rekan, kolega atau tokoh yang memiliki kesamaan hobi-minat dari luar daerah. Ia selalu dihubungi (dipanggil) untuk andil. Kapasitasnya memadai untuk menjadi mitra diskusi.

Selain kapasitas Oji memadai, mayoritas para pendiri-pengelola komunitas itu sering berada jauh di luar daerah karena alasan lokasi dan ikatan (kontrak) pekerjaan mereka yang keseluruhannya terkait dengan kehidupan baru, yaitu berkeluarga. Faktor keluarga dan pekerjaan mereka pun menjadi pertimbangan Oji untuk menyanggupi setiap panggilan berdiskusi ringan atau ngobrol dengan rekan, kolega atau tokoh yang memiliki kesamaan hobi-minat dari luar daerah.  

Durasi waktu diskusi ringan atau ngobrol itu tidaklah cukup 1 jam, dan 1 bulan sekali, apalagi dengan susunan rencana yang siap digarap sebaik-baiknya. Semuanya dilakukan di luar rumahnya. Tidak jarang ia pulang setelah melewati tengah malam. Pernah pula tidur di kursi teras karena pintu rumah terkunci.

Selain karena mulai kurang dipedulikan oleh sebagian pendirinya sendiri, beberapa rencana komunitas hanya menjadi corat-coret di buku catatan Oji ketika mengalami kesulitan dana untuk mewujudkan rencana-rencana itu. Jangankan mewujudkan beberapa rencana komunitas dalam suatu bentuk fisik-nyata, untuk ngobrol saja membutuhkan dana, minimal bahan bakar tranportasi (kendaraan) dan bahan bakar komunikasi (minuman).

Sementara, untuk merealisasikan suatu rencana penting, ia pernah mengusulkan penggalangan dana melalui kerjasama atau sponsorship seperti zaman ia aktif di kegiatan kampus. Tentu saja, dengan adanya kolaborasi dengan pihak sponsor (donator), berikut dengan konsekuensinya. Oji sudah sangat memahami itu. Sayangnya, sebagian besar pendirinya menolak secara tegas-keras. Sedangkan komunitas tersebut sama sekali tidak memiliki kas karena tidak adanya kesepakatan mengenai iuran, baik wajib maupun suka-rela, dari para pendirinya sendiri.

Tidak jarang ia harus mengeluarkan uangnya sendiri untuk mewujudkan segelintir rencana. Tetapi yang sering adalah batal bahkan gagalnya mewujudkan rencana. Dampak yang jelas, ia mulai mengurangi gagasannya. Baginya, berpikir muluk sudah mengalami masa mengambang, maka saatnya berpikir realistis yang sangat 'membumi'.

2-3 tahun masa terakhir itu ia mulai kewalahan. Sebagian pendiri-pengelolanya semakin jarang hadir. Yang sering eksis-aktif adalah ketuanya saja, yaitu Demun. Bergabung anggota baru atau simpatisan ternyata belum bisa diajak berkolaborasi penuh karena, di samping sebagian masih berstatus mahasiswa, sebagian lainnya sibuk bekerja, dan sebagian lainnya lagi juga sudah berkeluarga meski sama sekali tidak memiliki pengalaman berkomunitas semacam itu. Maksudnya, calon generasi berikutnya, baik muda maupun setengah tua, semuanya masih dalam taraf belajar alias belum berpengalaman dalam praktik. Tumpuan utamanya hanya pada Oji karena lebih 10 tahun menggeluti hal semacam itu. 

Begitulah akhirnya Oji memutuskan untuk keluar. Ia benar-benar sudah mengangkat tangan sehingga ujung-ujungnya terpaksa mengangkat kaki. Ia harus kembali memikirkan hal yang paling realistis sekaligus prioritas juga dalam hidupnya, yaitu keluarganya sendiri. Bekerja dengan pendapatan rutin bagi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, dan melakoni hidup berkeluarga secara umum tanpa perlu sering keluar rumah pada malam hari hanya untuk meladeni diskusi ringan atau ngobrol yang lumayan menyita banyak waktu dengan segala rencana yang selalu batal dan gagal.

*******

Kelapa Lima, Kupang, 25-11-2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun