Alexis tidaklah sendiri dalam hal 'begituan'. Keuntungan materi (profit; laba) tidak pula hanya pada pengusaha maupun pendapatan asli daerah, melainkan juga mengalir kepada oknum-oknum lainnya.
Lantas, mengapa berita Alexis sangat menghebohkan?
Wah, saya tidak tahu, apa yang sesungguhnya menjadi alasan satu-satunya sehingga berita Alexis menghebohkan akhir-akhir ini. Sedangkan, dari pergaulan malam saya bersama mantan bos-bos saya, jumlah tempat sejenis Alexis bisa dihitung melampaui jumlah jari saya.
Dan, siapa sajakah para pelanggan bisnis sejenis Alexis itu?
Dalam urusan bisnis daerah yang berkesempatan singgah di Ibukota, sebagian petinggi daerah sangat rutin mengunjungi tempat-tempat sejenis Alexis. Kalau di daerah mereka tampil dengan segala atribut gamis seolah paling suci, di tempat sejenis Alexis justru kelakuan mereka sangat kontradiktif. Kalau sudah jenuh 'mencicipi' produk dalam negeri, sudah pasti beralih ke produk luar negeri (impor). Soal ongkos, ya, ditraktirlah oleh pengusaha dalam rangka entertaintment.
Apa boleh buta, eh, buat, memang Alexis sudah "habis", dan bisnis sejenis akan tetap eksis sebelum urusan administratif sampai pada waktunya. Lalu, menurut penerawangan saya, sebagai pusat bisnis-komersial Indonesia, Jakarta akan terus "berlendir-lendir" dalam tatanan pergaulannya.
***
Alexis dan Pak Alex
Satu hal lagi, saya curiga, nama Alexis memang sangat dikenal di kalangan mereka. Apakah berhubungan dengan Pesepakbola Alexis Sanches? Saya tidak curiga sampai ke sana.
Saya curiga, nama Alexis itu berkaitan dengan Pak Alex-Pak Alex yang tiba-tiba berada di dunia pelipur libido Ibukota. Hal "Alex", tentu saja, masih sangat membekas.
Saya masih ingat, sebutan "Pak Alex" bisa mendadak menjadi milik seorang petinggi daerah yang bukan bernama Alex pada saat berada di kawasan sejenis Alexis. Bos saya pernah menyuruh saya menyebut nama samaran "Pak Alex" untuk seorang petinggi suatu daerah. Jangan-jangan, ya, jangan-jangan...