Mohon tunggu...
Miftahul Aziz
Miftahul Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Penantian Kehidupan Adalah Kematian

Saya anak bungsu dari pasangan Muhammad Ahid dan Siti Makmuroh, pasangan sehidup semati yang mengucap janjinya sebelum saya lahir

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjujung Harokah Kemuliaan Perempuan

23 Januari 2025   10:23 Diperbarui: 23 Januari 2025   10:21 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perempuan dan Politik

Dari sekian banyaknya pembahasan perihal perempuan, yang menarik perhatian adalah keterlibatan perempuan dalam dunia politik. Menurut Aturan undang - undang keterwakilan perempuan dalam lembaga eksekutif dan legislative adalah Undang-Undang No. 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik dan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum mengamanatkan keterwakilan perempuan sebanyak minimal 30%. Namun tentunya ini bukan jumlah yang banyak, pada kenyataannya keterlibatan perempuan di dunia politik Indonesia banyak sekali terhambat oleh banyak faktor. Sistem politik dan partai-partai politik di Indonesia tidak peka terhadap isu jender. Akibatnya, kaum perempuan berikut isu-isu yang menyangkut diri mereka sangat disepelekan. Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap sistem politik ialah adanya persepsi yang menganggap perempuan hanya pantas menjadi ibu rumah tangga, bukan warga masyarakat, apalagi aktor politik.

Struktur politik Indonesia yang bangun atas jaringan yang sangat eksklusif, didominasi oleh kaum lelaki. Kepemimpinan dalam struktur politik pun didominasi oleh laki-laki. Di samping itu, kurangnya transparansi dalam pemilihan pemimpin partai sangat membatasi peluang kaum perempuan dalam upaya mereka memposisikan diri sebagai kandidat yang pantas. Selain itu kurangnya loyalitas pribadi, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) sebagai kumpulan penyakit yang menggerogoti sistem politik saat ini. Keengganan parpol untuk memasukkan agenda perempuan juga disebut sebagai salah satu kendala besar.

Kenyataan Sejarah

Dalam kitab suci Al qur'an sebagai mana kisah seorang ratu yang menduduki sebuah negeri yang bernama saba. Adapula raja -- raja perempuan di nusantara Sang Ratu Shima, dalam pemerintahannya, Kerajaan Kalingga aman karena beraliansi dengan Kerajaan Sunda dan Galuh. Terutama karena sikap tegas dan dia sangat dicintai rakyatnya. Sang Ratu menerapkan hukum yang keras dan tegas untuk memberantas pencurian dan kejahatan, serta untuk mendorong agar rakyatnya senantiasa jujur. Tradisi mengisahkan seorang raja asing yang meletakkan kantung berisi emas di tengah-tengah persimpangan jalan dekat alun-alun ibu kota Kalingga.

Masa kepemimpinan Ratu Shima menjadi masa keemasan bagi Kalingga sehingga membuat Raja-raja dari kerajaan lain menjadi segan, hormat, kagum sekaligus penasaran. Masa-masa itu adalah masa keemasan bagi perkembangan kebudayaan apapun.

Contoh lain adalah Ratu Tribhuwana Wijaya tunggadewi yang merupakan putri Raden Wijaya beliau naik takhta atas perintah ibunya Gayatri (Rajapatni) tahun 1329 menggantikan Jayanagara yang meninggal tahun 1328. Pada masa Pemerintahan Tribhuwana di kenal sebagai masa perluasan wilayah/ekspansi Majapahit ke segala arah yang dipimpin oleh Mahapatih Gajah Mada sebagai pelaksanaan Sumpah Palapa. Pada tahun 1343, Majapahit mengirim 'Arya Damar' mengalahkan raja Kerajaan Pejeng, Dalem Bedahulu, dan kemudian seluruh Bali. Pada tahun 1347, 'Adityawarman' yang masih keturunan Melayu dikirim untuk menaklukkan sisa-sisa Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Malayu. Ia kemudian menjadi uparaja (raja bawahan) Majapahit sebagai penguasa di seluruh wilayah Sumatra.

Dalam hal ini kepemimpinan seorang perempuan tidak hanya terbatas dalam kehidupan rumah tangga, tetapi juga dalam kepemerintahan. Harus di akui bahwa memang ulama dan pemikir terdahulu, tidak membenarkan perempuan menduduki jabatan sebagai kepala negara, tetapi hal ini lebih di sebabkan oleh situasi dan kondisi pada masa itu.

Perubahan fatwa dan pandangan pastilah terjadi akibat perubahan kondisi dan situasi, oleh sebab itu di masa yang sekarang sudah tidak relevan lagi pelarangan perempuan ikut serta terlibat dalam politik praktis atau menjadi pemimpin negara.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun