MENIMBANG Â SKENARIO PRESIDEN SBY
Agus Maryono
Sepekan terakhir Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjadi obyek kekesalan jutaan , mungkin puluhan atau bahkan ratusan juta Rakyat Indonesia. Ia dinilai sebagai dalang dan aktor belakang layar atas gol-nya UU Pilkada tidak langsung (melalui DPRD) dalam sidang paripurna DPR RI itu.
Presiden SBY dinilai oleh banyak kalangan sebagai yang mengendalikan Fraksi Demokrat sehingga memutuskan walk out dalam paripurna yang keras itu. Betapa tidak, karna sidang yang diwarnai kericuhan itu nasib demokrasi di negara berpenduduk 250 juta ini ditentukan. Dengan WO-nya Demokrat , voting untuk menentukan apakah Pilkada dilakukan langsung oleh rakyat atau DPRD akhirnya dimenangkan kubu KMP (koalisi merah putih) yang terdiri dari Partai Gerindra, Demokrat, Golkar, PAN ,PPP dan PKS. Sementara Kubu yang pro demokrasi rakyat yakni, PDIP , PKB, Hanura dan Nasdem harus menelan kekecewaan berat.
Hujatan dan makian kemudian bertebaran di mana-mana yang ditujukan kepada KMP dan secara khusus kepada Presiden SBY. Â Hujatan sangat terlihat bebas di sejumlah media sosial yang paling heboh yakni di twitter dengan hastag #shameOnYouSBY. Hastag tersebut selama empat hari menjadi trending topik teratas, yang artinya ungkapan dan hujatan kepada SBY menjadi perbincangan orang paling banyak di seluruh dunia melalui twitter. Media-media asing pun kemudian menangkap dan meniali bahwa Demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran penting atas diketuknya UU Pilkada tidak langsung.
Kendatipun Presiden SBY sedang berada di luar negeri ketika itu, dalam kapasitasnya sebagai Presiden dan Ketua Umum PD , memang tidak masuk akal kalau Ia menyatakan tidak tau dan tidak ikut campur atas WO-nya partai yang Ia pimpin. Tidak lama setelah ricuh UU Pilkada di Gedung DPR Senayan itu memang Presiden SBY mengatakan tekejut atas kemenangan KMP. Ia pun menyatakan akan segera pulang ke Tanah Air untuk segera memberskan semuanya.
SKENARIO PENYELAMATAN Citra DEMOKRAT
Begitu tiba di Tanah Air, SBY langsung menggelar rapat terbatas dengan sejumlah petingggi negara dan menteri terdekatnya bahkan ketika masih berada di Bandara. Ia Ingin membahas bagaimana agar pilkada langsung tetap bisa dijalankan dengan  menghadang berlakunya UU Pilkada melalui DPRD.  Pakar Hukum Yusril Ihza Mahendra pun sudah Ia panggil langsung ketika masih di Luar Negeri untuk memberikan pendapatnya. Yusril mengusulkan agar SBY tidak menandatangani UU Pilkada itu  karna tanpa tanda tangannya UU itu tidak bisa diberlakukan.
Pertanyaannya adalah TULUSKAH , SERIUSKAH apa-apa yang dilakukan oleh Presiden SBY untuk mengegolkan UU Pilkada tetap langsung  yang mana hal itu berlawanan dengan sikap  Fraksi Demokrat pada di Gedung Senayan ?
Kendatipun sulit diterima akal sehat Presiden merasa tidak tau akan keputusan partai yang Ia pimpin sendiri, ada kemungkinan langkah-langkah SBY itu memang sedang disusun dalam kontek memperbaiki citra Partai Demokrat yang sedang hancur untuk kepentingan jangka panjang.
Sudah menjadi kewajaran setiap pemimpin partai yang sehat tentu akan ingin agar partainya tetap mendapat dukungan masyarakat. Kita semua tau bahwa dalam pemilu 2014 Demokrat bisa dikatakan hancur suaranya atas citranya yang buruk menyusul banyaknya petinggi partai ini yang tersangkut korupsi. Perolehan kursi DPR RI sebanyak 150 kursi atau sekitar 20 persen suara demokrat pada pemilu 2009 telah menempatkannya sebagai Partai pemenang ketika itu. Namun kemudian suaranya terjun bebas pada pemilu 2014 dengan hanya berhasil meraih 61 kursi atau sekitar 10 persen suara saja dan menempatkannya pada urutan ke 4 setelah, PDIP, Golkar dan Gerindra. Jika tidak ada hal yang luar biasa ke depan, bisa diramalkan Demokrat mungkin bisa lenyap dari peredaran setelah Pemilu 2019.
Dan jika kondisinya masih seperti sekarang, tidak ada manuver dan hal yang luar bisa dari SBY atas nama Demokrat, maka kehancuran partainya memang sedang menunggu waktu saja. Untuk politikus sekelas Pak SBY tentu sangat menyadari akan hal itu. Untuk itu maka perlu skenario dan  langkah seribu agar partainya bisa diselamatkan pada pemilu yang akan datang.
Ketika Rakyat sedang marah  atas hak politiknya yang telah dirampas oleh KMP , kemungkinanya Presiden SBY sedang akan melakukan manuver tersebut. Langkah yang kemudian Ia harapkan bisa menjadi penyembuh kemarahan rakyat, yakni menghadang lajunya UU Pilkada tidak langsung. Caranya mungkin dengan mengeluarkan Perpu ataupun menolak tanda tangan atau mungkin ada yang lain yang sedang Ia pikirkan.
Jika dengan kekuatannya sebagai Presiden , Pak SBY kemudian berhasil mengubur  hasrat KMP yang ngotot terhadap UU Pilkada tidak langsung  dan mengembalikan kedaulatan rakyat dalam memilih pemimpinnya, maka bisa dipastikan banyak yang akan sujud sukur. Sujud sukur atas demokrasi langsung yang berhasil dipertahankan. Sukur atas era roformasi yang telah susah payah didirikan oleh rakyat bisa kembali dilanjutkan dan sujud sukur atas tertutupnya kembali semangat Orba yang sedang haus kekuasaan.
Jika Presiden SBY berhasil melakukan skenario  tersebut , ada harapan , ya ada harapan untuk Partai Demokrat sembuh dari sakitnya dan kembali menapak menghibur rakyat yang sedang galau atas ulah politisi-politisi nakal. Bukankah luar biasa dan wajar  jika Presiden SBY berskenario seperti itu ?  Wallohu 'Alam. ###
______
Banyumas, 1 Oktober 2014
Agus Maryono, wong ndesa  , biasa baen, biasa madang sega uyah. :)
http://infoaswaja.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H