Mohon tunggu...
Agus Fendi Handoko
Agus Fendi Handoko Mohon Tunggu... Guru - SDN 2 Sinanggul

Guru Penggerak Angkatan 7 Kab.Jepara

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Koneksi Antar Materi Modul 3.1 _ Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin

13 April 2023   11:19 Diperbarui: 14 April 2023   18:34 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

  • Bagaimana filosofi Ki Hajar Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?

Filosofi Pratap Triloka, khususnya ing ngarso sung tuladha, sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan pemimpin pembelajaran. KHD berkeyakinan bahwa sebagai seorang guru wajib memberikan contoh atau teladan praktik yang baik kepada murid. Dalam setiap pengambilan keputusan guru harus berinisiatif atau berusaha, sebagai wujud dari filosofi Pratap Triloka ing madyo mangun karsa, pada akhirnya guru membantu murid untuk dapat memecahkan atau memutuskan permasalahannya secara mandiri. Guru hanyalah mentor yang menuntun menuju kebahagiaan. Hal ini sejalan dengan filosofi Pratap Triloka Tut Wuri Handayani.

  • Bagaimana nilai-nilai yang tertanam dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam pengambilan suatu keputusan?

Setiap guru seharusnya memiliki nilai-nilai positif yang sudah mengakar dalam dirinya. Nilai-nilai positif dapat mempengaruhinya untuk menciptakan pembelajaran yang berpihak bagi murid.

Nilai-nilai akan membimbing dan mendorong pendidik untuk membuat keputusan yang baik dan tepat. Nilai-nilai positif tersebut adalah mandiri, reflektif, kolaboratif, inovatif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai inilah yang kita pegang teguh ketika berada dalam situasi yang mengharuskan kita untuk memutuskan antara dua pilihan yang benar baik secara logika maupun selera, dalam situasi dilema etika (benar lawan benar) atau antara dua pilihan yang benar melawan salah (bujukan moral) yang mengharuskan kita untuk berpikir dengan hati-hati sebelum kita dapat membuat keputusan yang tepat.

Keputusan yang tepat dibuat sebagai hasil dari nilai-nilai positif yang kami pegang dan tegakkan dengan kuat. Nilai-nilai positif membimbing kita untuk mengambil keputusan dengan risiko paling kecil. Keputusan yang memicu minat dan keselarasan murid.

Nilai-nilai positif kemandirian, refleksi, kolaborasi, inovasi, dan berpihak pada murid merupakan manifestasi penerapan kompetensi sosial-emosional seperti kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, dan keterampilan interaksi sosial untuk mengambil keputusan dengan kesadaran penuh, meminimalkan kesalahan dan akan konsekuensi.

  • Bagaimana materi pengambilan keputusan berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’ yang telah dibahas pada sebelumnya.

Coaching adalah keterampilan yang sangat penting untuk menggali masalah yang sebenarnya terjadi, baik masalah kita sendiri maupun orang lain. Melalui langkah-langkah pembinaan TIRTA, kita dapat mengidentifikasi masalah yang sebenarnya terjadi dan terlibat dalam pemecahan masalah secara sistematis. Filosofi pembinaan TIRTA dipadukan dengan filosofi sembilan langkah membuat dan menguji keputusan, sebagai evaluasi atas keputusan yang kita buat, sangat ideal.

Bimbingan yang diberikan oleh pengajar praktik dan fasilitaor membantu saya berlatih mengevaluasi keputusan yang saya buat. Apakah keputusan ini menguntungkan murid, apakah sesuai dengan nilai-nilai kebajikan universal, dan dapatkah saya bertanggung jawab atas keputusan saya?

TIRTA merupakan model coaching yang dikembangkan dengan semangat merdeka belajar. Model TIRTA menuntut guru memiliki keterampilan coaching. Hal ini penting mengingat tujuan pembinaan yaitu untuk mengeluarkan potensi yang ada pada diri murid agar menjadi lebih mandiri. TIRTA adalah model pendampingan yang diperkenalkan dalam program pendidikan guru penggerak saat ini. TIRTA dikembangkan dari model GROW. GROW adalah singkatan dari Goal, Reality, Options, dan Will.

Goal (Tujuan): coach perlu mengetahui apa tujuan yang hendak dicapai coachee dari sesi coaching ini,

Reality (Hal-hal yang nyata): proses menggali semua hal yang terjadi pada diri coachee,

Options (Pilihan): coach membantu coachee dalam memilah dan memilih hasil pemikiran selama sesi yang nantinya akan dijadikan sebuah rancangan aksi.

Will (Keinginan untuk maju): komitmen coachee dalam membuat sebuah rencana aksi dan menjalankannya.TIRTA akronim dari :

T : Tujuan

I : Identifikasi

R : Rencana aksi

TA: Tanggung jawab

  • Bagaimana kemampuan guru dalam mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?

Sebagai pendidik, kita harus mampu menjembatani perbedaan minat dan gaya belajar murid di dalam kelas, sehingga murid dapat terpenuhi kebutuhan belajarnya dalam proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik belajarnya masing-masing. Oleh karena itu, diperlukan pengambilan keputusan yang tepat agar semua kepentingan murid dapat terurus dengan baik. Kompetensi sosial dan emosional diperlukan agar guru dapat fokus dalam menyampaikan pembelajaran dan membuat keputusan yang tepat dan terinformasi yang memungkinkan mereka untuk mewujudkan merdeka belajar di kelas dan sekolah.

  • Bagaimana pembahasan studi kasus yang fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut seorang pendidik?

Keputusan yang bertanggung jawab dan mengedepankan nilai – nilai kebajikan universal akan tercipta dari pemikiran seorang pendidik yang selalu mengutamakan keberpihakan terhadap murid. Pendidik akan mampu melihat permasalahan dari berbagai sudut pandang sehingga pendidk akan mampu membedakan permasalahan yang dihadapi apakah itu dilema etika atau bujukan moral.

Disadari atau tidak, seorang pendidik akan dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianutnya ketika dihadapkan pada kasus yang menitikberatkan pada masalah moral dan etika. Nilai-nilai yang dia junjung tinggi mempengaruhi keputusannya. Jika nilai-nilai yang dipegangnya adalah nilai-nilai positif maka keputusan yang diambilnya akan tepat dan benar dan dapat dijelaskan begitu pula sebaliknya jika nilai-nilai yang dipegangnya tidak sejalan dengan prinsip moral, agama dan norma maka keputusan tersebut dia membuat Keputusan lebih cenderung benar secara pribadi daripada menurut harapan mayoritas. Kita tahu bahwa nilai-nilai yang diusung oleh guru penggerak adalah reflektif, mandiri, inovatif, kolaboratif dan berpihak pada murid. Nilai-nilai ini akan mendorong guru untuk membuat keputusan yang tepat tentang masalah moral atau etika, mengoreksi dan meminimalkan kemungkinan kesalahan pengambilan keputusan yang dapat merugikan semua pihak terutama murid.

  • Bagaimana pengambilan keputusan yang tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman.

Keputusan yang tepat atas kasus yang melibatkan masalah moral atau etika hanya dapat dilakukan melalui 9 langkah pengambilan keputusan dan pengujian. Dapat dipastikan jika suatu keputusan diambil secara tepat dengan mengikuti 9 langkah melalui proses analisis kasus yang cermat, keputusan tersebut dianggap telah mempertimbangkan semua kepentingan semua pihak, maka hal ini akan berdampak pada terciptanya situasi yang positif, memampukan , lingkungan aman dan nyaman.

  • Apakah tantangan-tantangan di lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma di lingkungan Anda?

Jawaban saya ya, kesulitan itu muncul karena perubahan paradigma dan kultur sekolah yang terjadi selama ini. Salah satu sistem ini terkadang memaksa guru untuk membuat pilihan yang salah atau tidak akurat, sehingga merugikan murid. Kedua, tidak semua warga sekolah memiliki komitmen tinggi untuk melaksanakan pengambilan keputusan bersama. Yang ketiga keputusan yang diambil kadang kala tanpa sepenuhnya melibatkan guru sehingga muncul banyak kendala-kendala dalam proses pelaksanaan pengambilan keputusan.

  • Apakah pengaruh pengambilan keputusan yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita? Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita yang berbeda-beda?

Merdeka belajar adalah tujuan akhir dari belajar kita. Merdeka belajar berarti peserta didik bebas mewujudkan kodratnya (mengembangkan potensinya), dengan tetap menyesuaikan diri dengan kodrat zamannya, tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Murid juga dapat mencapai kebahagiaan sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga keputusan tetap dibuat dengan mengacu pada kebahagiaan dan potensi yang dimiliki murid yaitu strategi pembelajaran berdiferensiasi.

  • Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan murid-muridnya?

Seorang guru adalah pemimpin dalam pembelajaran dan juga diibaratkan sebagai pembimbing. Pembimbing diibaratkan sebagai petani yang menabur benih. Benih ini dapat tumbuh subur jika dirawat dengan baik. Seperti murid, guru memiliki tanggung jawab untuk mengembangkan potensi siswa, seperti petani menabur benih untuk mendapatkan hasil yang baik, sehingga setiap keputusan guru tetap mempengaruhi masa depan murid.

  • Apakah kesimpulan akhir yang dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan modul-modul sebelumnya?

Kesimplan yang didapat dari pembelajaran modul ini yang dikaitkan dengan modul-modul sebelumnya adalah :

  • Pengambilan keputusan adalah suatu kompetensi atau skill yang harus dimiiki oleh guru dan harus berlandaskan kepada filosofi Ki Hajar Dewantara yang dikaitkan sebagai pemimpin pembelajaran.
  • Pengambilan keputusan harus berdasarkan pada budaya positif dan menggunakan alur BAGJA yang akan mengantarkan pada lingkungan yang positif, kondusif, aman dan nyaman (well being).
  • Dalam pengambilan keputusan seorang guru harus memiliki kesadaran penuh (mindfullness) untuk menghantarkan muridnya menuju profil pelajar Pancasila.
  • Dalam perjalanannya menuju profil pelajar Pancasila, ada banyak dilema etika dan bujukan moral sehingga diperlukan panduan sembilan langkah pengambilan dan pengujian keputusan untuk memutuskan dan memecahkan suatu masalah agar keputusan tersebut berpihak kepada murid demi terwujudnya merdeka belajar.
  • Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal yang menurut Anda di luar dugaan?

Konsep dilema etika dan bujukan moral merupakan konsep pragmatis yang penerapannya pada pengambilan keputusan terkait dengan kepemimpinan berbasis kebajikan. Dalam penerapannya, membedakan kedua hal ini membutuhkan kehati-hatian, kejelasan, dan ketelitian.

Identifikasi mendalam ditujukan pada 4 paradigma masalah, 3 prinsip pemecahan masalah dan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan. Hal yang tidak sadar ternyata hal-hal tersebut sudah diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, namun belum optimal dan sistematis sehingga terkadang masih terdapat konflik dalam pelaksanaannya.

  • Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di modul ini?

Sebelum mempelajari modul ini dengan situasi dilema etika, saya telah menerapkan pengambilan keputusan dalam situasi dilema etika. Keputusan yang saya buat tidak sejalan dengan murid, dan saya lebih emosional saat mengambil keputusan. Penyesalanku lebih besar dari kebenaran atas apa yang sebenarnya terjadi. Dan saya juga tidak menerapkan 9 langkah, 4 paradigma, 3 prinsip pengambilan keputusan dan pengujian. Jadi keputusan yang saya buat sangat berbeda dengan konsep yang saya pelajari sekarang. Selain itu, pada kasus-kasus sebelumnya saya putuskan pada kasus dimana saya selalu memperjuangkan aturan, jarang menerapkan prinsip kepedulian, tidak pernah melakukan uji regulasi dan hukum dan sebagainya, 9 tahapan dalam pengujian hasil keputusan tersebut. Selain itu, dalam kasus dilema moral, seringkali mengarah pada lingkungan yang kurang menguntungkan, karena saya mengambil keputusan tanpa pengujian, dan terkadang saya menggunakan uji panutan atau idola. Proses pengambilan keputusan saya tidak persis sama dengan konsep yang saya pelajari di modul, tetapi ada kesamaan. Ini berarti menganalisis unsur kebenaran lawan salah dan uji panutan dan idola.Dan juga saya banyak menjumpai kasus dilema etika dan bujukan moral. Saya memutuskan semua kasus sekaligus tanpa melakukan pengujian terlebih dahulu. Semua keputusan hanya didasarkan pada intuisi saya, nilai-nilai saya, dan pertimbangan saya terhadap orang lain. Saya mempelajari modul ini dan menemukan bahwa pengambilan keputusan tidak hanya berdasarkan pemikiran, tetapi juga perlu melihat 4 paradigma, 3 prinsip, dan melakukan 9 langkah pengujian pengambilan keputusan.

  • Bagaimana dampak mempelajari konsep ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?

Dengan mempelajari modul 3.1 ini, sebagai seorang guru dan pemimpin pembelajaran, saya merasa lebih berdaya untuk membuat keputusan berdasarkan dilema moral atau bujukan moral. Dengan demikian keputusan yang diambil dapat dijelaskan dan tidak salah langkah serta tidak merugikan orang lain. Selain itu, saya harus memiliki keterampilan mengambil keputusan berdasarkan nilai-nilai yang baik dan mampu melakukan tahapan pengambilan keputusan yang tepat serta melibatkan mereka yang berkuasa atau pihak-pihak yang terlibat dalam pengambilan keputusan tersebut.

  • Seberapa penting mempelajari topik modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?

Jika ada pertanyaan seberapa penting itu, saya akan mengatakan sangat penting. Ini karena modul 3.1 sangat membantu saya mengambil keputusan dalam situasi dilema etika. Sebagai seorang guru atau pemimpin pembelajaran di sekolah, saya sekarang dapat membuat keputusan yang baik dan efektif serta menghindari keputusan yang ceroboh atau berbahaya bagi banyak orang. Sebelum saya mendapatkan pengetahuan tentang pengambilan keputusan, saya merasa banyak hal dan keputusan yang saya buat tidak didasarkan pada cara berpikir yang jelas dan terstruktur. Tetapi sekarang saya memiliki lebih banyak bantuan dalam membuat keputusan yang tepat. Sekarang saya lebih percaya diri untuk menggunakan 9 langkah pengambilan keputusan untuk memutuskan semua dilema etika dan kasus bujukan moral. Saya merasa lebih percaya diri membuat keputusan yang tepat. Saya akan segera menerapkan keterampilan pengambilan keputusan berdasarkan modul 3.1 dengan membutuhkan lebih banyak latihan dan pembelajaran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun