Â
Belajar tentang Gus Dur, menurut saya rumit. Saya membaca beberapa literasi buku, video dan kaset pita yang berisi rekaman dan pencatatan yang berasal dari endapan-endapan pemikirannya. Toh begitu saya masih merasa sulit mendeskripsikan Gus Dur bahkan dalam satu paragraf.
Berbicara tentang Gus Dur, kita harus melihat temanya dulu. Itu seperti bagaimana kita hendak mengupas ikhwal Syajaratin Thayyibah. Anda akan melihat sebuah pohon yang kukuh, rindang, dengan buah banyak bergelantungan dan akar menancap di gunung serta mata air mengalir di sekitarnya.
Kemudian kita akan berfikir tentang kebutuhan, ini tema dasarnya. Anda bisa mempertahankan mati-matian pohon itu atas alasan keseimbangan ekosistem. Bersabar merawatnya dengan mengambil buahnya setiap musim. Atau menjualnya demi profit oriented yang menggiurkan. Atau merubuhkannya demi kepentingan membangun gubuk untuk ditinggali.
Dalam persepsi saya, ibarat pohon yang baik, Gus Dur bersiap untuk semua itu. Yang demikian hampir bisa dikenali dari pilihan motto yang dipegang oleh Gus Dur itu sendiri.
Mengutip kalimat dari penyair Tharafa Ibn 'Abd, Gus Dur mengatakan: walastu bihallalittilangi makhofatan, walakin maata yastarfidil qaumu harfidzi. Aku bukanlah orang yang bersembunyi dibalik gentong karena ketakutan dan kalaulah kaumku minta tolong akan kuberikan pertolongan.
Dititik ini Gus Dur menjadi manusia yang indah dan lebih dari itu unik. Ia adalah seorang tokoh dan juga ulama dengan kharisma yang sangat besar, tetapi ia tak lantas gampang membuat panik warga masyarakat dengan main kutip ayat dan semacamnya.
Ia memilih satuan kalimat yang menjadi norma secara umum. Lalu dari serangkaian tindakannya itu orang menemukan sebentuk keteladanan seperti yang tertuang dalam kitab.
Ia pohon. Pohon besar yang sadar berasal dari sebutir biji yang sangat kecil. Pohon besar lagi tinggi yang sudah pasti angin akan begitu kencang menerpanya. Pohon yang bisa memberikan serupa perlindungan kepada makhluk lain. Pohon yang tak pupus memberikan manfaat bagi manusia bahkan ketika telah mati.
Subhanallah walillahi mulkus-samawati wal-ar, wa ilallahil-mair
Wonosobo, 24 Desember 2019