Sah. Tanggal 20 September 2018 KPU telah menetapkan Pasangan Calon Presiden -- Wakil Presiden Republik Indonesia 2019 -- 2024 Ir. H. Joko Widodo -- Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin dan H. Prabowo Subianto -- H. Sandiaga Salahuddin Uno, BBA. MBA. sebagai pasangan calon yang berhak maju dalam Pemilu Presiden 2019.
Sehari berikutnya (21/9/2018) KPU RI menyelenggarakan pengambilan nomor urut Paslon dan hasilnya pasangan Jokowi -- Ma'ruf  tampil sebagai Paslon Capres -- Cawapres RI periode 2019 -- 2024 Nomor Urut 1 dan pasangan Prabowo -- Sandiaga mendapatkan Nomor Urut 2.
Hingar suara politik kemudian berkumandang, Pilih Nomor 1 atau Nomor 2. Tak sampai satu jam selepas perhelatan pengambilan nomor urut, ribuan meme meluncur merambahi dunia maya, bahkan ada yang dilengkapi dengan narasi mistis pula.
Ini tidaklah aneh. Jagat demokrasi adalah ruang dimana segala propaganda boleh di-explore degan begitu bebasnya. Orang saling mempengaruhi, orang saling membentuk opini melalui media.
Kembali ke soal Nomor 1 atau Nomor 2. Apa sih sebenarnya istimewanya angka-angka itu? Dari sisi Numerologi toh itu hanya semata urutan. Nomor urut 1 ataupun 2 dalam sebuah perlombaan juga hanya dimaknai sebagai start awal, bukan hasil kemudian.
Proporsi dua kandidat, menurut saya juga seimbang. Dua-duanya Lelananing Indonesia. Sempurna atau tidak sempurna itu relatif. Toh filsafat dalam hidup tidak bisa dilepaskan dari proses. Dalam dunia pewayangan, yang mana kita sering meng-audopsi nilai-nilai luhur, bahkan yang disebut kesempurnaan itu nisbi.
Drupadi yang dicitrakan sedari kecil memohon hadirnya lelananging jagat, justru mendapatkan kenyataan pahit. Engkau boleh berharap memiliki pendamping yang ganteng seperti Arjuna, tetapi bisa jadi tidak sejujur Yudhistira. Sementara pada lelaki yang ganteng seperti Arjuna dan jujur seperti Yudhistira, bisa jadi juga tidak memiliki keberanian seperti Bima.
Bahkan selanjutnya jika ada lelaki yang ganteng seperti Arjuna, jujur seperti Yudhistira dan berani seperti Bima, bisa jadi juga tidak nyambung dan bijaksana seperti Nakula dan Sadewa. Ironisnya, mencari lelaki yang ganteng jujur berani nyambung dan bijaksana itu akan sangat susah didapat hanya dalam sesosok manusia. Walhasil, mimpi dinikahi lelananging jagat harus merelakan diri menjadi milik lima bersaudara.
Ini sama kalau kita bernafsu mimpi memiliki Presiden dengan hanya mendasarkan pada tingginya keinginan belaka, tanpa pernah menyadari bahwa esensi kurang lebihnya sifat dalam diri manusia adalah sebentuk keniscayaan.
Menyadari bahwa baik pak Jokowi maupun pak Prabowo keduanya merupakan orang baik yang sama bercita mengantarkan Indonesia pada wujudnya sebuah negara yang dipenuhi kemuliaan, akan salah kalau kita lebih mengedepankan emosi semata.
Terhadap yang beginilah kemudian saya bertanya kepada simbah kakek saya soal pilihan di 2019. Dan saya mendapatkan jawaban yang sangat spontan, dan nyaris tak terpikirkan dalam benak saya. "2019 itu milih Presiden atau Calon Presiden?"