Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jika Kukatakan Aku Takut Terhadapmu, Cukupkah Ini Meredakan Hatimu?

14 Mei 2018   21:13 Diperbarui: 13 Juni 2018   00:06 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://rumiscircle.files.wordpress.com/2017/02/15874663_10155244414828676_1399343298495241661_o.jpg?w=547&h=366

Jika ada yang bertanya apakah saya takut pada terorism, jujur saya akan bilang: Ya, saya takut. Saya takut seandainya engkau sudah tidak tahu lagi siapa kawanmu siapa saudaramu siapa keluargamu, saya takut engkau tidak lagi mengingat negerimu, saya takut engkau tidak mendengar lagi suara-suara di sekelilingmu, saya takut bahkan engkau sudah tidak mengenal lagi siapa dirimu sendiri.

Kematian adalah keniscayaan bagi yang hidup, tetapi keimanan memiliki jalannya sendiri-sendiri. Kebaikan dalam hidup memiliki jalannya sendiri-sendiri. Bahkan seandainya engkau meyakini kematian sebagai sempurnanya perjuangan, tetap saja tidak adil engkau menempuhkan pilihan itu pada yang tengah merintis hidup.

Apakah engkau keberatan hidup di dunia di bumi mana Allah telah menurunkanmu? Jika ini sebuah jihad, bagaimana mungkin engkau merasa berhak merumuskan takdirmu sendiri? Gunung mana memberatimu hingga engkau tersungkur dalam liang yang menyempitkanmu. Engkau boleh berhitung, tetapi sesungguhnya Allah sendirilah Yang Maha Menghitung.

Engkau boleh mengarahkan pandangan matamu kepada perang sebagai ladang jihadmu, tetapi akan kemana kau hadapkan wajah di hadapan Nabimu saat engkau bawa serta istri dan anak-anakmu. Engkau berbaiat untuk mengikuti sunahnya, dengan sekaligus melanggar larangannya. Akan kemana engkau hadapkan wajahmu? 

Nabi telah mengajarkan bagaimana kita memohon kelapangan dalam hidup, kelapangan di alam kubur, dan digolongkan dengan hamba-hamba yang dipenuhi kelapangan. Hidup yang tak diberati dan memberati apa-apa, mati yang tak diberati dan memberati apa-apa, dan kelak dikumpulkan dengan golongan yang tidak diberati dan memberati apa-apa.

Namun engkau terlalu berat memandang hidup, dan memberati kematian sebagai satu-satunya pintu jalan keluarmu. Lalu engkau melihat pahala sebagai pialamu, dan engkau merasa memanggul amal yang tak engkau sadari justru akan memberatimu. Ketika tak satupun perbuatan kita akan terhitung kecuali atas ridhlo-Nya. Ketika tak satupun amal akan diterima kecuali atas kehendak-Nya.

Astaghfirullahal Adzhim laa ilaha illa Anta Subhanaka inni kuntu minadhdholimin.

Gusblero, 14 Mei 2018

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun