Mohon tunggu...
Gusblero Free
Gusblero Free Mohon Tunggu... Administrasi - Penulis Freelance

Ketika semua informasi tak beda Fiksi, hanya Kita menjadi Kisah Nyata

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kemenangan Bersama

16 Juni 2014   06:35 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:33 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kurang dari sebulan pelaksanaan coblosan Pilpres 2014 pertama yang harus saya sampaikan barangkali adalah ucapan terima kasih bahwa rakyat, masyarakat di sekitar lingkungan saya tinggal, dan mudah-mudahan juga di seluruh pelosok tanah air tidak terprovokasi hasad dan kedengkian kemungkinan beberapa orang atau kelompok yang masuk dalam kemeriahan pesta demokrasi dan berupaya untuk mendesakkan kepentingannya sendiri.

Ya. Pilpres dengan hanya dua kandidat, bagi sementara orang mungkin itu akan memunculkan duel yang habis-habisan. Ya, bisa jadi memang akan begitu, walau bagi saya sejatinya pasti tidak akan begitu. Prabowo, disatu sisi dalam ukurannya yang kini adalah orang baik yang mohon maaf terlihat kesepian, capek dan kelelahan mengurusi investasi pribadinya (entah asset, entah politik, entah prestasi lain-lainnya lagi), ditambah ketiadaan keluarga (anak istri) menempatkan dirinya menjadi ikon bagi banyak kepentingan. Istilah kasarnya, kalau Jokowi itu memang senangnya blusukan, lhah kalau Prabowo itu dalam kondisi dan situasi yang sekarang cenderung diblusukkan.

Kalau ada pertanyaan bagaimana saya bisa sampai pada kesimpulan itu, dan siapa pula tega mem-blusuk-kan Prabowo, maka jawaban sebenarnya sudah tergelar di hadapan kita semua manakala kita mau berdiam diri sebentar laiknya penonton yang baik dalam melihat satu pertandingan dengan tanpa disifati dulu kecenderungan ke kiri atau ke kanan.

Dari komposisi pendukung capres yang ada saja misalnya, bisakah Anda bayangkan akan bagaimana kemudian Prabowo tidak akan kedodoran dalam mengatur pembagian ruang untuk tim-tim pendukung dari parpol, kelompok, dan atau ormas-ormas lainnya yang kita tahu mereka semua memiliki kelas eksklusifitas yang berbeda-beda? Ada yang ekstra parlementer, ada yang lebih mengunggulkan aksi dengan gerakan frontal. Ini tentu akan susah.

Disisi inilah saya melihat banyak orang mulai tertipu fragmen situasi, karena begitu banyaknya orang bermain dengan skenario-skenarionya sendiri-sendiri. Dan namun, disisi inilah juga saya merasa bahwa Prabowo tentu tidak akan larut begitu saja dalam euforia demokrasi yang ada. Dia pasti juga paham, sampai dititik ini siapa-siapa yang terus berusaha memblusukkan, dan pada dirinya juga pasti akan ada pertanyaan, bahwa apa juga gunanya mengikuti ketidak warasan dari tim pengusung yang intinya cuma mengarah kemenangan, kalau toh buah dari kemenangan itu pada akhirnya akan membelitkannya pada serangkaian persoalan baru. Apalagi yang dipertaruhkan kemudian adalah nasib dari jutaan rakyat Indonesia sendiri, masa depan dari negara, tanah air tumpah darah yang dicintainya sepanjang hayat dalam tulang sungsum dan darah dan jantung hatinya yang merah putih itu.

Sikap ksatria, walau pun banyak orang berpendapat ukuran yang begitu jaman ini sudah langka, tetap harus bisa ditunjukkan. Bahkan seandainya hanya tersisa seorang Prabowo Subianto the last man standing untuk melakukan itu. Mereka yang matang dalam kehidupan tahu kapan harus mengibarkan bendera, dan paham kapan harus menurunkannya.

The game is over. Orang baik yang kepingin terus berupaya menjadi orang yang baik dan berguna bagi sesamanya seperti Prabowo Subianto tak pantas membiarkan dirinya terombang-ambing dalam pergulatan hatinya sendiri karena begitu banyaknya orang kepingin begini dan begitu melalui Pilpres.

Prabowo orang baik, yang untuk alasan apapun bagi saya secara rasional beliau adalah orang yang paling mampu memutus mata rantai tak berujung dari para oportunis-oportunis republik ini paska Pilpres 2014 nanti berkesudahan. Dan jika itu yang terjadi, mungkin saya akan lebih nyaman lagi menjadi warga negara saat melihatnya bisa duduk di kementrian, entah itu pertanian, atau pun perekonomian!

Jabat erat Indonesia!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun