Mohon tunggu...
Sholahuddin
Sholahuddin Mohon Tunggu... Jurnalis - Pekerja Media

Laki-laki pencari Tuhan. Lahir di Boyolali, Jateng. Bekerja di sebuah penerbitan pers di Solo.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pentingnya Konsistensi dalam Kebijakan

19 Januari 2015   05:27 Diperbarui: 12 Agustus 2015   05:26 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semula saya berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerapkan pendekatan yang berbeda dalam mengelola negeri ini. Harapan saya ini bukannya tanpa alasan. Saat memimpin Kota Solo dan dilanjutkan memimpin DKI Jakarta, beberapa kebijakan Jokowi berbeda dengan kepala-kepala daerah sebelumnya. Sehingga hasil dari cara kerja itu bisa dilihat, khususnya di Kota Solo. Pendekatan lain dalam mengelola organisasi pemerintahan sebenarnya bukan hal baru bagi Jokowi. Latar belakangnya sebagai pengusaha mewarnai Jokowi dalam mengelola organisasi pemerintahan. Seorang pengusaha—apalagi pengusaha yang merangkak dari bawah seperti Jokowi—sudah terbiasa dengan pola kerja seperti itu.

Dalam buku kumpulan tulisan kompasianer, Presiden Jokowi, Harapan Baru Indonesia , saya menyumbang artikel sederhana tentang betapa pentingnya mengelola negara dengan cara yang tidak biasa. Persoalan kompleks negara ini tidak akan rampung jika para pemimpinnya hanya bekerja as usual. Para pemimpin perlu keluar dari kotak (out of the box).

Pada awal pemerintahan, “sesuatu yang berbeda” ini mulai menampakkan harapan. Jokowi menyusun kabinet dengan meminta rekam jejak calon menteri ke PPATK & KPK. Saya menila ini cara yang lain yang belum pernah dilakukan presiden sebelumnya. Entah atas dasar apa Jokowi melakukan hal itu. Benar-benar ingin mencari sosok yang bersih, profesional dan berintegritas para pembantunya, atau—seperti spekulasi yang berkembang—Jokowi hanya meminjam tangan KPK untuk menyingkirkan calon menteri yang tidak diinginkannya. Entahlah. Yang pasti cara Jokowi itu membangkitkan optimisme akan terciptanya pemerintahan yang lebih bersih.

Sayangnnya tradisi bagus ini tidak dilakukan secara konsiten. Jokowi tidak menelisik rekam jejak ke KPK & PPATK saat memilih Jaksa Agung, M Prasetyo. Jokowi dan orang-orang di lingkaran kekuasaannya berdalih pemilihan jaksa agung merupakan hak prerogratif presiden sehingga tidak wajib bagi presiden meminta rekomendasi KPK & PPATK. Argumentasi Jokowi & orang di lingkarannya itu benar jika kita memakai aturan prosedur dalam memilih Jaksa Agung. Akan tetapi cara Jokowi menunjuk Jaksa Agung ini mengundang tanda tanya karena melenceng dari tradisi baik yang dibangun Jokowi sebelumnya. Parahnya lagi Jokowi milih Jaksa Agung dari politisi yang tentu diragukan independensinya dalam menegakkan hukum. Padahal publik, paling tidak saya, berharap besar pada penegakan hukum yang lebih baik di era Jokowi ini.

Akal Sehat

Kekagetan saya yang kedua saat Jokowi menunjuk Budi Gunawan (BG) sebagai calon Kapolri. Jokowi lagi-lagi tidak menggunakan data PPATK & KPK tentang rekam jejak BG. Padahal BG ini sudah diberi tanda merah oleh KPK dan PPATK saat menjadi salah satu calon menteri. BG beberapa tahun sebelumnya pernah dipersoalkan terkait kepemilikan “rekening gendut.” Meski diprotes banyak pihak tentang integritas BG, Jokowi nekat mengajukan BG sebagai calon tunggal Kapolri ke Komisi III DPR. Baru satu hari menjalani fit and proper test di Komisi III, KPK menetapkan BG sebagai tersangka kasus gratifikasi. Kabar dari KPK ini mengejutkan banyak orang. Sayangnya Jokowi tidak langsung menarik BG dari fit and proper test di DPR. Jokowi malah menunggu proses di DPR baru akan ambil sikap. Jokowi dalam keterangannya kepada pers lagi-lagi berdalih penunjukan BG merupakan hak prerogratif presiden. Meski pada akhirnya Jokowi menunda melantik BG menjadi Kapolri, bagi saya, persoalan tidak selesai sampai di sini.

Pertanyaan besar yang ada di kepala saya adalah, mengapa Jokowi begitu ngotot mempertahankan BG? Mengapa Jokowi melanggar rambu-rambu KPK & PPATK mengenai kasus rekening gendut milik BG? Bukankah Jokowi mengetahui track record BG? Mengapa Jokowi seperti melempar kesalahan kepada Kompolnas yang sudah memberi garansi BG “bersih”? Sampai sekarang saya belum menemukan jawaban yang bisa saya terima dengan akal sehat saya.

Saya—dan banyak pihak lainnya—berspekulasi, penunjukan BG bukan kehendak Jokowi, melainkan kehendak orang-orang “kuat” yang melingkari Jokowi. Spekulasi ini bisa benar bisa tidak. Lepas dari itu, apapun alasannya, Jokowi adalah pemegang mandat pemerintahan.  Jokowi pula yang harus mempertanggungjawabkan secara moral kepada rakyat yang memilihnya. Mengapa tradisi di awal yang baik tiba-tiba ditinggalkan begitu saja oleh Jokowi? Dengan dalih hak prerogratif presiden pula? Bukankah saat memilih menteri juga hak prerogratif presiden? Mengapa Jokowi minta “restu” ke KPK dan KPK? Dengan dalih “hak prerogratif presiden” Jokowi memili BG yang ujung-ujungnya bermasalah? Bukankah langkah itu justru menampar muka Jokowi sendiri?

Saya kira ini kesalahan fatal yang dilakukan Jokowi. Harapan yang begitu besar agar Jokowi bisa menunjuk pejabat publik yang berintegritas, dipercaya publik langsung pudar. Awal yang baik terhapus begitu saja oleh langkah yang menurut saya ceroboh. Saya, sebagai salah satu yang memilih Jokowi saat pilpres, berhak protes kepada Jokowi. Saya memilih Jokowi dengan harapan agar saya mempunyai pemerintah bersih bisa diwujudkan Jokowi. Namun penunjukan calon Kapolri (dan juga Jaksa Agung) meruntuhkan harapan saya.

Kasus ini menunjukkan betapa penting konsistensi, khususnya bagi para pemimpin republik ini. Konsistensi menunjukkan keruntutan dalam berpikir, berlogika, dan bersikap seorang. Bagi para politisi, konsistensi   menjadi barang mahal. Sikap dan tindakan politisi umumnya tergantung kepada kepentigannya, bukan didasari sikap untuk menegakkan kebenaran. Lihat saja kelakukan politisi penghuni gedung senayan. Tak ada keruntutan logika berpikir. Akal sehat ditekuk-tekuk sesuai kepentingannya.

Pak Jokowi, ini baru tiga bulan pemerintahan, tapi Anda telah mengingkari janji yang Anda susun. padahal jalannya pemerintahan ini masih panjang. Sebagai wong cilik, saya berharap Anda konsisten dalam mengambil kebijakan. Saya mengapresiasi beberapa gebrakan di awal pemerintahan Anda. Tolong konsistensi ini dijaga. Presiden itu dipilih rakyat. Komitmen pertama seorang presiden harusnya kepada rakyat, bukan kepada orang-orang  di sekeliling Anda…

 

 Solo, 18 Januari 2015.

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun