Kriiiiing...pesawat telepon di meja kantor saya itu berdering. Saya angkat gagang telepon. "Mas, ini Jokowi. Bisa ketemu tidak hari ini? Saya ingin menyampaikan sesuatu." Suara itu tidak asing bagi saya. Sebelumnya saya pernah bertemu Jokowi untuk keperluan wawancara.Â
Setelah menerima telepon, saya bergegas menuju pabrik Mebel Rakabu---pabrik kayu milik Joko Widodo---di kompleks Pusat Industri Kecil (PIK) di Pabelan, Kartasura, pada Maret 1998, 21 tahun silam.
Ini adalah pertemuan kedua saya dengan Jokowi selama menjadi reporter di Harian Solopos. Kala itu nama Jokowi belum setenar sekarang karena belum terjun ke dunia politik.Â
Sebagai reporter Ekonomi dan Bisnis, tentu topik yang kami bicarakan seputar dunia usaha, terutama bisnis yang digeluti Jokowi : eksportir mebel kayu. Rupanya dari dua pertemuan itu Jokowi ingin curhat tentang dunia bisnisnya.
Saat itu situasi bisnis tengah tidak menentu. Krisis moneter akut. Nilai rupiah terpuruk atas mata ulang dolar Amerika. Bukan hanya eksportir, tapi hampir semua kalangan dunia usaha mengeluhkan kondisi yang sama.
Situasi krisis rupiah sesunggunya menguntungkan para eksportir seperti Jokowi karena buyer di luar negeri membayar dengan uang dolar. Ini kesempatan untuk meraup untung sebanyak-banyaknya. Namun, teori tak selalu sejalan dengan kenyataan.Â
Kebijakan uang ketat pemerintah membelenggu kalangan eksportir untuk memanfaatkan peluang itu. Suku bunga pinjaman melangit, tak terjangkau.
Apalagi saat itu pemerintah menghentikan pemberian fasilitas diskonto LC (letter of credit) yang memengaruhi cashflow para pengusaha. "Mau pinjam bunga tinggi, tidak pinjam modal terbatas," keluh Jokowi.Â
Karena itu Jokowi mendesak pemerintah tidak hanya mengimbau agar para pengusaha meningkatkan kapasitas ekspornya, tapi juga bisa memberi jalan keluar atas berbagai masalah itu.
Saat Jokowi berkeluh kesah kepada pemerintah, saya menyikapinya biasa-biasa saja. Dalam situasi krisis yang berdampak luas, orang mengeluh itu hal biasa saja.
Entahlah, hal yang biasa-biasa itu kini menjadi luar biasa setelah Jokowi menjadi presiden. Dulu saat masih menjadi pengusaha, dia meminta pemerintah untuk mendengarkan keluhan dari masyarakat, khususnya untuk kalangan eksportir "kaki lima" (Jokowi menyebut dirinya seperti itu). Sekarang situasi berbalik 180 derajat. Jokowi telah menjelma menjadi orang nomor satu di pemerintahan.