Mohon tunggu...
vera wati
vera wati Mohon Tunggu... -

Verawati, lahir di Bekasi pada tanggal 25 Desember 1977 adalah salah seorang guru Akuntansi di Kabupaten Bekasi yang tidak hanya aktif dalam membina murid-muridnya dalam mengikuti berbagai kompetisi akuntansi, akan tetapi ia juga aktif dalam berbagai kegiatan pelestarian lingkungan hidup. Kecintaannya pada profesi guru membuat ia bertekad untuk mengaplikasikan semua “skill” yang diperolehnya baik dari dalam negeri maupun luar negeri untuk “tidak” hanya sekedar menjadi guru biasa, namun “Extra Ordinary Teacher” yang bisa menjadi kebanggan siapa saja yang pernah mengenalnya. Dengan pengalaman beasiswa yang diperolehnya, kini telah banyak muridnya yang juga melanjutkan kuliah mereka dengan memperoleh beasiswa. Kini sekolahnya telah menjadi salah satu pusat informasi ilmu akuntansi di Bekasi. Tambahan Ilmu yang diperolehnya dari Malaysia dan Amerika juga telah menghantarkan dirinya menjadi guru berprestasi baik di tingkat Kabupaten maupun di tingkat Propinsi Jawa Barat pada tahun 2012. Kegiatan “peduli lingkungan” yang digarap bersama rekan-rekan kerjanya juga memperoleh penghargaan “Raksa Prasadha” di tingkat propinsi. Semuanya dijalaninya dengan enjoy namun tetap semangat. Ia yakin bahwa sesuatu yang diniatkan dengan tujuan mulia maka akan mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Inflasi yang Menjadi-jadi

24 November 2014   18:11 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:59 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Verawati, M.Ed

Inflasi, Inflasi! Itulah yang kini tengah kita rasakan sebagai masyarakat pasca kenaikan BBM ini. Bahkan mungkin sudah terasa beberapa waktu sebelum harga tersebut resmi dinaikan.

Secara pribadi, saya sebagai seorang guru, sebagai ibu rumah tangga, sangat merasakan dampak inflasi yang semakin menjadi-jadi ini.Inflasi tak perlu bukti-bukti kongkrit berupa data statistik yang sulit untuk difahami. Inflasi dapat langsung kita rasakan sendiri. Bagaimana tidak, ketika rupiah makin turun nilai tukarnya, ketika uang semakin tak terasa habis, padahal nampaknya kita juga tidak merasa bertindak boros, itu disebabkan karena nilai rupiah semakin tidak berharga.

Bayangkan uang pecahan Rp. 50.000 bagi seorang ibu rumah tangga saat ini hanya bisa untuk makan 1 hari saja. Jika pendapatanper kapita rata-rata Rp. 2.000.000,- per bulan, itu berarti hanya 40 lembar uang pecahan 50.000, yang berarti 30 hari untuk makan dan sisanya 10 lembar pecahan 50.000 tersebut yakni Rp. 500.000 untuk keperluan lain-lain, misalnya sekolah. Cukupkah biaya sekolah Rp. 500.000 per bulan? Bagaimana jika anaknya lebih dari satu? Bagaimana jika mereka perlu uang jajan, uang transpirtasi harian. Itupun baru kebutuhan pokok saja alias kebutuhan primer. Belum lagi menyentuh kepada kebutuhan sekunder apalagi tertier. Sungguh penghasilan rata-rata penduduk sekitar Rp. 2.000.000 sangat sangat belum cukup bagi seorang kepala rumah tangga saat ini. Itupun kita masyarakat masih bersyukur karena mereka masih memiliki penghasilan.

Bagaimana dengan mereka yang belum memiliki penghasilan tetap? Sementara mereka tetap perlu makan. Itulah sebabnya permasalahan sosial lain mulai dari kriminalitas, penyimpangan seksual dan lain-lain marak bermunculan. Kriminalitas erat kaitannya dengan kebutuhan perut yang mendesak. Tindakan kriminalitas (termasuk korupsi) adalah dampak dari tidak meratanya penghasilan antara satu penduduk dengan penduduk yang lain.

Jika para ahli ekonomi menyatakan bahwa ekonomi Indonesia tumbuh, mungkin mereka benar, tapi pertumbuhan tersebut sangatlah tidak merata. Ekonomi tumbuh hanya bagi kalangan orang menengah ke atas.Itulah makanya selalu bermunculan daftar orang-orang kaya baru versi majalah luar yang isinya tidak sedikit warga negara Indonesia. Pertumbuhan terjadi namun pemerataan belum terjadi. Faktanya sederhana saja, masih banyak penduduk Indonesia yang berpenghasilan di bawah Rp. 2.000.000, bahkan mungkin di bawahRp. 1.000.00 yang artinya hanya beberapa ratus ribu saja per bulan. Contohnya, pembantu rumah tangga,tukang ojek,guru honorer dan masih banyak lagi profesi-profesi yang kita jumpai sehari-hari. Apakah ini bukti keberhasilan ekonomi? Belum lagi pasar bebas tahun 2015 yang siap mengancam produksi dalam negeri yang artinya akan mengancam para pengusaha kecil dan juga para petani. Rasa-rasanya inflasi akan jauh lebih tinggi lagi nanti. Sudah siapkah sesungguhnya Indonesia menghadapi pasar bebas ini?

Inflasi yang semakin menjadi-jadi memang tengah kita rasakan saat ini. Entah kapan rupiah mulai kuat lagi sebagaimana sebelum krisis moneter dulu. Duhai ekonomi Islam, apakah engkau mampu melawan ekonomi kapitalis yang sudah lama mengakar di bumi pertiwi ini?

Inflasi akan lebih gila lagi manakala akan menghadapi hari-hari besar. Untunglah masyarakat Indonesia cukup bersabarmeskipun sebenarnya mereka semua “berteriak” dalam himpitan inflasi yang semakin menjadi-jadi ini.

Wahai sang pemimpin, kami warga tidak hanya perlusituasi politik dan keamanan yang stabil, kami hidup juga perlu pemenuhan gizi yang cukup,pelayanan pendidikan dan kesehatan yang standar. Kami juga hidup perlu rekreasi sebagai salah satu kebutuhan dalam ilmu ekonomi. Kami mayoritas rakyatmu baru tahap pemenuhan kebutuhan primer saja. Itu pun baru cukupdi taraf sandang dan pangan saja. Masih banyak yang belum menyentuh kebutuhan papan sebab harga rumah semakin tak terjangkau.

Begitu banyaknya ahli-ahli ekonomi di negeri ini, namun mereka belum sanggup untuk membuat mata uang rupiah berjarak dekat dengan dollar. Jangankan dengan dollar, dengan ringgit saja Indonesia belum sanggup untuk mensejajarkan diri. Entah kapan Indonesia bisa menekan inflasi yang semakin hari semakinmenjadi-jadi ini.

Penulis adalah seorang guru Akuntansi di Bekasi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun