Mohon tunggu...
Syabar Suwardiman
Syabar Suwardiman Mohon Tunggu... Guru - Bekerjalah dengan sepenuh hatimu

Saya Guru di BBS, lulusan Antrop UNPAD tinggal di Bogor. Mari berbagi pengetahuan.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Ketentuan Kembali Belajar Jangan Ambigu

3 Januari 2021   21:31 Diperbarui: 3 Januari 2021   21:33 1068
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Liburan telah berakhir, demi generasi yang tak boleh terputus, ayo kembali belajar.  Banyak yang bergembira ketika pemerintah melalui SKB empat menteri mengumumkan bahwa awal tahun 2021 sekolah akan dibuka.  Dalam masa liburan sekolah dan dinas pendidikan berbenah.  Sekolah tentunya mempersiapkan daftar periksa agar memenuhi prosedur kesehatan.  Lalu melaporkan ke Satgas Covid bahwa telah siap melaksanakan pembelajaran, tapi apa daya kasus Covid 19 malah meningkat.  Hebatnya lagi tanpa sekolah si Covid 19 mampu berubah diri, cerdas juga si Covid ini.

Beberapa daerah memutuskan untuk tetap menggelar belajar dari rumah.  Mereka tidak mau beresiko, kesehatan anak lebih utama.  Memang kalau dikaji lebih dalam SKB empat menteri terasa ambigu, karena adanya pernyataan atas izin orang tua.  Di lapangan artinya sekolah harus menyiapkan dua layanan sekaligus,  BDR dan PTM.  Belum lagi hanya boleh melayani 50% siswa, artinya 50% yang di rumah tetap harus diberi layanan BDR.  Bayangkan sekolah melayani yang PTM. BDR dan layanan khusus karena seagian siswa tidak diijinkan oleh orang tuanya untuk PTM.

Kepala daerah tidak mau mengambil resiko, sebagai penanggung jawab utama pembukaan sekolah.  Membuka sekolah artinya membuka peluang kerumunan.  Dalam obrolan santai dengan beberapa kepala sekolah, hasil survei internal yang melibatkan siswa, orang tua, guru sebagian besar ingin sekolah segera dibuka.  Tetapi keputusan tetap ada di kepala daerah sebagai Ketua Gugus Covid yang mengetahui persis keadaan daerahnya.  Ibarat makan buah simalakama.

Di lain pihak sekolah sendiri menyadari memiliki guru yang sudah berusia di atas lima puluh tahun.  Itu baru satu persoalan.  Saya saat diskusi informal di grup WAG alumni menggambarkan bahwa anak yang datang ke sekolah meskipun berada di daerah zona hijau sekalipun tetap tidak aman.  Pertama karena sekarang penyebaran virusnya sudah berada di dalam kluster keluarga.  Kedua siapa yang menjamin anak yang datang tidak pergi liburan dengan keluarganya.  Ketiga ketika dia pulang, bersama siapa dia tinggal di rumah, apakah keluarga inti, atau nenek dan kakeknya juga ikut atau ada anggota keluarga lain.  Keempat ketika pulang sekolah tidak semua orang tua mampu menjemput anaknya, sebagian tetap harus naik angkutan umum dan ini tentunya beresiko.

Takut berlebihan tidak boleh, tetapi waspada jelas harus dilakukan.  Menurut hemat penulis dalam menghadapi situasi semacam ini pemerintah harus tegas, sekolah dibuka atau tetap belajar dari rumah.  Dua-duanya tetap melaksanakan kembali belajar.  Kalau pilihannya sekolah boleh tatap muka maka maka dengan segala konsekuensi diberikan katup pengaman yang jelas meskipun harus ekstra dalam menyiapkannya.  Dalam hal ini pemerintah telah mengeluarkan daftar periksa atau standar operasional prosedur untuk membuka sekolah.  Perlakuan sekolah tidak sama seperti menutup mall ketika ada kasus terpapar, karena sekolah menjalankan tugas negara yang dijamin undang-undang.  Saya menyampaikan hal ini karena ada pertanyaan dalam survei orang tua tidak akan menuntut sekolah jika terpapar covid.  Lebih-lebih jika malah kepala sekolah yang terkena aduan dan dipanggil pihak berwajib karena mengadakan kerumunan.

Pilihan belajar dari rumah, kita sudah menjalaninya selama hampir 10 bulan.  Artinya dengan segala konsekuensinya sudah dijalani.  Bosan dan jenuh pasti.  Tetapi sepakat bahwa covid harus dilawan oleh semuanya, sehingga pihak tenaga kesehatan tidak merasa bekerja sendirian. Bahkan dengan cara ini mempercepat penuntasan penyebaran virus corona.

Saatnya Sekolah Mengevaluasi Pembelajaran Jarak Jauh

Selama liburan saatnya sekolah mengevaluasi pelaksanaan PJJ yng sudah berlangsung selama 10 bulan.  Masih banyak cara-cara pembelajaran dan belajar yang menarik untuk ditampilkan.  Salah satunya adalah dalam penugasan agar tidak secara bersamaan memberikan penugasan.  Menurut hemat penulis mari kita sepakat memberikan materi pembelajaran dengan mengacu pada:

  • materi yang inti, fokus tidak melebar karena luasnya cakupan dalam setiap bab
  • materi berkelanjutan, cirinya selalu diujikan sejak tingkat SD, SMP, SMA dan masuk perguruan tinggi
  • sampaikan materi dengan singkat, padat dan jelas.  Ini berkaitan dengan daya simak anak dalam pembelajaran daring
  • buat video yang bisa ditonton berulang-ulang sehingga siswa paham
  • batasi durasi dalam pembelajaran setiap minggunya

Semua ini sebagai upaya untuk tetap menjaga imun siswa dalam menghindari mereka dari terpaparnya virus corona.  Untuk itu pemerintah jangan memberikan peraturan yang ambigu, tegas saja belajar dari rumah atau pembelajaran tatap muka.  Ini penting karena menentukan langkah-langkah yang jelas dan terukur. 

Yakinlah kita diciptakan untuk melewati berbagai ujian, sebagai mahluk berbudaya kita yakin akan bertahan dan melewati semuanya.  Saat ini mari kita sama-sama fokus untuk menjaga kesehatan, ikuti saja petunjuk dari para ahli, yaitu 3M yaitu memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak.  Tidak lupa senantiasa berdoa agar pandemic ini segera berakhir. 

Salam sehat.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun