Mohon tunggu...
Risa Wulandari
Risa Wulandari Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Student at Universitas Pendidikan Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejuaraan Sepeda Hias dan Balap Sepeda 17’an

12 November 2014   15:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:00 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Riuh dan ramai tidak seperti hari-hari biasa. Muali dari Istana Negara, Istana Presiden, gedung perkantoraan, jalan raya, gang kampung, sampai garasi di rumahku terhias dua warna special. Merah dan putih. Kibaran bendera Merah Putih terpasang dimana-mana. Sepeda BMX kesayangaku tak luput aku pasang dua bendera merah putih kecil di stang sepeda.

Setelah solat Subuh aku melanjutkan misi andalanku setiap tahun. Sederet piagam penghargaan menempel di dinding kamar. Tahun ini, harus terpasang lagi piagam penghargaan yang  rutin aku dapat saat peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia. Ku gunting kertas warna-warni, temple di roda, temple di badan sepeda hingga semua terhias rapih.

“Hai Li, sudah siap bertanding?” Aryo dating dengan kostum seperti tahun lalu.

“ Eh, Aryo. Sedikit lagi baru selesai. Bagus sekali tampilanmu. Siapa yang membantumu menghias sepeda?”

Aryo menepuk dadanya dengan tangan kanan, “Aku sendiri dong!” menampilkan raut wajah sombong.

Aku hanya membalas dengan senyuman. Hiasan disepeda BMX-ku telah selesai. Aku mengajak Aryo untuk sarapan bersama. Tetapi Aryo memilih untuk segera kelapangan.

Dilapangan sudah berkumpul anak-anak dari RT 02 dan 03 yang siap bertanding lomba sepeda hias. Aku percaya diri saja bahwa aku pasti juara. Panitia sudah mendata dan memberi nomor peserta. Saat terompet berbunyi tiga kali, seluruh peserta mulai menggoes sepeda hiasnya. Rute perjalanan dimulai dari lapangan Alun-alun Serang-Pisang Mas- Royal-.dan kembali ke Alun-alun.

Beberapa menit diawal perjalanan aku masih memimpin di depan. Aryo mulai menyalip aku dan entah sengaja atau tidak ia menyenggol stang sepedaku. Aku sedikit tidak seimbang. Kemudian dari belakang sisi kiri muncul Dididt dan Iwan juga menyenggolku. Ka Rudi, ketua panitia lomba menolongku dan memberi peringatan kepada Iwan dan Didit. Sekarang aku tertinggal jauh dari Aryo, Didit, dan Iwan.

Saat di depan Bank BNI Pisang Mas, aku melihat Dididt berhenti. Ternyata rantai sepedanya lepas. Aku ingin membantu, tetapi Didit malah mengusirku. Aku lanjutkan menggoes sepeda dan mengejar Aryo yang sudah mendahuluiku.

“Ali…”, Ada suara yang ku kenal memanggil namaku. Aku menoleh kebelakang. Tetapi tidak kutemukan seseorang yang memanggilku.

“Ali, semangat ! Kamu pasti bisa.”

“Iya. Terimakasih.” Ternyata Sisi yang memanggilku dari dalam mobil.

Senang sekali hatiku. Sisi yang cantik dan periang tersenyum dan memberi semangat untukku. Aku pun tersenyum selama diperjalanan.

“Dug…” aku menabrak sepeda Aryo yang tiba-tiba berhenti didepanku.

“Ali, kalau jalan lihat-lihat dong. Kamu melamun ya?!”

“Aryo maaf. Kenapa tiba-tiba kamu berhenti?”

“Ban sepedaku bocor. Ya sudah, kamu jalan lagi. Tidak usah menungguku.”

“Benar Yo? Nanti aku panggil Ka Rudi supaya membantumu.” Aku meninggalkan Aryo dan segera mencari Ka Rudi.

Ka Rudi ternyata belum  jauh dari tempat Aryo berhenti. Aku meminta Ka Rudi membantu Aryo. Kemudian aku melanjutkan perlombaan. Tinggal beberapa meter lagi aku sampai di garis finish. Tanpa ragu, aku mengayuh sepeda secepat mungkin.

Tali pita di garis finish terputus. Iwan yang menjuarai. Aku kalah. Iwan diberi selamat oleh para panitia dan penontoh bersorak sorai memanggil nama Iwan.

“Andai tadi Iwan, Didit, dan Aryo tidak menyenggolku. Andai tadi aku tidak berhenti untuk melihat rantai sepeda Didit yang lepas. Andai aku tidak melamun dan menabrak Aryo. Kesal!”, aku bicara dalam hati.

Ka Rudi dating mendekati dan merangkulku,”Anak yang besar hati selalu senang jika melihat temannya menang. Kamu tidak boleh menyesali apa yang telah kamu lakukan tadi. Justru kamu harus bangga dengan memberi kesempatan lain untuk mendapat juara karena sikap teman-temanmu yang berusaha untuk curang kepadamu, Ali.”

“Ka Rudi, terimakasih atas nasehatnya. Ali pamit pulang. Nanti sore Ali datang kembali untuk melihat pembagian hadiah pemenang lomba.”

Ku dorong sepeda BMX kesayangaku menuju rumah. Harapan untuk mendapat piagam penghargaan sudah tidak mungkin. Sambil jalan aku memikirkan nasihat Ka Rudi. Aku terima kekalahanku dalam balap sepeda.

Tiba-tiba aku mendapat semangat dan harapan baru. Pemenang lomba sepeda hias masih terbuka untukku. Ibuku datang dengan memberi motivasi untukku. Kata ibu, menang atau kalah urusan terakhir. Usaha dan kejujuran itu lebih utama dalam setiap perlombaan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun