Mohon tunggu...
Muhammad Hendra
Muhammad Hendra Mohon Tunggu... lainnya -

...hanya orang biasa...bukan siapa-siapa...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Prilaku Konsumtif Ramadhan dan Inflasi

19 Agustus 2010   06:49 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:53 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
....Gimana rasanya memandang rendang dikala puasa siang..... ehm.. jangan bilang saya kejam....

[caption id="attachment_130046" align="aligncenter" width="535" caption="....Gimana rasanya memandang rendang dikala puasa siang..... ehm.. jangan bilang saya kejam.... ya ;)"][/caption] Tanpa terasa bulan Ramadhan sudah beberapa hari kita tunaikan. Bagi seorang muslim di bulan penuh dengan berkah dan pelipat gandaan kebaikan ini, makna puasa bukan hanya sekadar menahan diri dari makan dan minum tetapi mengandung makna tambahan ibadah, kesenangan batin dan spiritual hakiki sebagai manusia menuju penghampaan paripurna kepada Sang Pencipta.

Idealnya Ramadan bagai obat penyembuh diantara 11 bulan yang telah dijalani sebagai sarana untuk mengolah karakter, manajemen hawa nafsu serta keinginan dengan tujuan meningkatkan derajat ketaatan kepada Sang Khalik.

Dalam sebuah Hadits riwayat Ibnu Khuzimah Rasulullah pernah ditanya oleh Ali bin Abi Thalib, apa amalan terbaik di bulan Ramadhan, Rasulullah menjawab amal tersebut adalah mengendalikan diri. Jika dalam ilmu psikologi ada dikenal sebuah istilah Deferred gratification yaitu sebuah kemampuan seorang individu dalam proses pengendalian impuls emosi, yang secara ilmiah terbukti mampu memberikan efek positif dalam prestasi dan kesuksesan di masa mendatang bagi individunya, maka puasa adalah berkah yang diturunkan oleh Allah SWT khusus kepada umat pilihan ini, sebagai salah satu kewajiban yang dapat bermanfaat dalam proses menajamkan kemampuan Deferred Gratification, dan empati sosial seorang muslim.

Prosesi pengendalian yang diungkapkan lewat puasa ini mewakili bentuk penguasaan ego sebagai usaha mengatasi kesenangan-kesenangan jasadi dan berbagai kenikmatan badani demi meraih keridhoan dan kecintaan Allah yang penuh berkat, kedekatan kepada-Nya yang didasarkan kepada sifat ikhlas dan kasih sayang.

Tentunya berbagai keutamaan-keutamaan Ramadhan menjadi semacam trigger utama untuk mengoptimalkan peluang yang terbuka sangat luas dalam menyeka remah-remah kekhilafan dan dosa di bulan-bulan yang lalu, berbagai aktivitas ibadah selain kewajiban puasa, banyak ditunaikan oleh para muslim demi meraih keberkahan bulan Ramadhan ini. Namun ironisnya persepsi ini juga menjadi semacam fenomena paradoks bagi banyak umat muslim.

Santapan yang biasanya di bulan-bulan lain terkesan biasa dan seadanya, tampak berbeda hari-hari di bulan Ramadhan. Waktu berbuka seakan “diwajibkan” harus berbeda dengan menu yang biasanya disajikan. Berbagai makanan khas puasa seperti bingka, kue amaran tatak, kue lapis, es kepala muda, es cendol, es campur serta berbagai jajanan khas siap memanjakan lidah untuk melengkapi menu berbuka. Peningkatanpola konsumsi masyarakat di bulan ini dapat tercermin dari tren indikasi tingkat inflasi yang tercatat oleh BPS.

Pada tahun 2007 ramadhan lalu, Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi bulanan September mencapai 0.8%, yang merupakan angka inflasi bulanan tertinggi sepanjang tahun 2007. Penyebabnya adalah kenaikan harga bahan pokok yang menjadi langganan menjelang lebaran dari tahun ke tahun.

Pada tahun 2008 dan 2009, tak berbeda dengan tahun sebelumnya indikasi inflasi mencapai 0,97 % (September 2008) terpaut cukup jauh dari angka inflasi di bulan sebelumnya Agustus 2008 hingga terjadi peningkatan lebih dari 30 % angka peningkatan inflasi pada bulan Ramadhan dari bulan sebelumnya , dan pada Agustus 2009, tercatat angka 1.05% merupakan inflasi bulanan tertinggi di bulanan sepanjang tahun 2009.

Dari data sajian BPS diatas mari kita menggunakan analisa sederhana, yaitu permintaan dan penawaran aggregate, dimana permintaan akan barang-barang meningkat tajam, sehingga menggerakkan kurva permintaan agregat ke arah atas alias meningkat. Jika tidak diimbangi dengan kenaikan aggregat supply, maka akan mengakibatkan price level yang meningkat, sehingga tak pelak akan meningkatkan angka inflasi.

Faisal Basri dalam kuliah Perekonomian Indonesia sempat menyatakan bahwa masyarakat indonesia telah salah menilai arti dan makna dari puasa. Kesalahan penempatan paradigma terhadap proses menahan hawa nafsu diwaktu siang seakan-akan menjadi alasan untuk dapat mengakumulasikan potensi perut untuk dapat menyantap jamuan dengan porsi lebih besar di kala berbuka.Jadi seakan-akan ada pola, balas dendam. Setelah seharian berpuasa, ketika berbuka saya ingin minuman segar, makan enak, dan bukan makanan biasa, atau porsi makan saya harus lebih besar. Bukankah puasa itu menahan hawa nafsu?

Lucunya saat kumandang azan sudah tiba, dan santap buka selesai dilaksanakan, begitu banyak makanan yang belum sempat tercicipi alias tersisa. Selain itu, penyelenggaraan berbuka puasa bersama yang lazim dilakukan, baik oleh kalangan atas, seperti pejabat, orang-orang penting hingga anak remaja yang menjadikan ajang kumpul dengan teman-teman. Walaupun dimaksudkan untuk menjalin silaturahmi, namun kadang terkesan adanya acara pemuasan hawa nafsu berjamaah.

Dari korelasi trend inflasi tahunan yang tersaji selanjutnya dapat kita gunakan sebagai salah satu parameter pencatatan peningkatan tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian, hasil analisa tersebut dapat kita jadikan sebagai cermin untuk bertanya kepada diri kita mengenai esensi puasa yang pada bulan ini kita laksanakan. Apakah kita telah mampu menyerap makna dari puasa itu sendiri, yaitu turut merasakan “penderitaan” saudara-saudara kita yang nasibnya memprihatinkan, misalnya, seperti beberapa golongan masyarakat yang hanya mampu mengisi rongga perutnya 2 hari sekali, para orang tua yang harus berutang untuk menyekolahkan anak-anak mereka, atau puasa kita hanya kita maknai sebagai proses menahan hawa nafsu di waktu siang saja. Semoga saja di puasa-puasa yang telah kita tunaikan kita tak termasuk golongan dalam salah satu Hadits Riwayat Akhmad : “Banyak orang yang berpuasa tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali hanya rasa lapar dan haus”.

Wallahu alam bishawab.

Sumber gambar, klik gambar

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun