Mohon tunggu...
Muhammad Hendra
Muhammad Hendra Mohon Tunggu... lainnya -

...hanya orang biasa...bukan siapa-siapa...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Saksikan: Reality Show Berdana Lebih dari 3 Millyar !!!!

14 Januari 2010   05:50 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:28 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengarkan asumsi saya, “Jujur itu dosa, Ingat Jujur itu dosa” : kata seorang tokoh utama dalam reality show yang akhir-akhir ini sangat diminati oleh banyak pemirsa di negeri ini. Reality show, entah mengapa jenis acara ini sangat ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan pemirsa. Bayangan alur cerita tanpa rekayasa, dialog yang tanpa scenario, ekspresi aktor yang tanpa di dramatisir dan adegan yang penuh dengan surprise mungkin merupakan beberapa faktor mengapa jenis tayangan ini sayang disukai. Reality show yang pada awalnya di populerkan di tahun 1940-an dengan acara “Allen Funt's Candid Camera” menggambarkan ekspresi alami manusia saat mengalami hal-hal diluar dugaanya yang ditangkap kamera, acara ini cukup ngetop pada era tersebut mengingat sangat menarik melihat expresi-ekpresi yang seringkali dapat mengocok perut tersebut. Di tahun 2000-an acara reality show yang mampu menyedot perhatian pemirsa TV secara global adalah Survivor dan American Idol bahkan di negara asalnya kedua acara ini menduduki rating tertinggi di seluruh season penayangnnya. Reality show ini sekarang mulai bermetamerfosa menjadi lebih segmentatif.

Seakan tak mau ketinggalan dalam konsep kejar mengejar margin keuntungan yang besar, rumah produksi di Indonesia menelorkan tayangan-tayangan reality show lokal. Mulai dari yang bertema kisah dramatis cinta, sulap on the street ala David Blaine versi Uya Kuya namun dengan tambahan hipnotis kejujurannya, kisah selingkuh yang dibuat begitu “nyata” dan lain sebagainya.

Jika diamati ternyata tayangan-tayangan bernada reality show tersebut tidak hanya menjadi produk bagi televise-televisi yang notabene berideologi entertain-profit-oriented aja, televisi swasta lain yang berorientasi news-profit-oriented secara pro-aktif juga mulai mempopulerkan tayangan reality show ini sebagai sajian utama di tiap segmen informasinya.

Dimulai dengan tayangan reality show berbau Action dengan judul “Buaya Vs Cecak”, saat lagi populernya istilah ini, kita dihujam oleh berbagai tayangan tentang sosok buaya dan sosok cecak yang saling diduelkan oleh asumsi-asumsi oleh pakar yang dibayar oleh media untuk membuat perang dingin kedua institusi tersebut semakin panas. Benar-benar pusing saat mencoba memahami persoalan kedua institusi ini dengan berbagai fakta pro-kontra yang saya anggap tidak berimbang dari media, alhasil orang-orang bodoh seperti saya hanya bisa menelan obat pusing untuk mencegah migren akibat ketidak berimbangan informasi-informasi tersebut. Walau akhirnya reality show ini diakhiri dengan keputusan boikot dari Presiden Indonesia yang melihat adanya sinyalemen semakin dimanfaatkannya konflik ini sebagai orientasi laba bagi media tertentu.

Reality show versi info ini semakin marak dengan munculnya fenomena “Atas Nama Keadilan” akhir-akhir ini. “Cerita Nenek Minah pencuri Kakao” dan “Cerita Go-Prita”, mungkin adalah reality show yang sangat menarik dan begitu nyata dalam keterpurukan sosial seperti saat ini, kita harus berterima kasih kepada para media karena kasus tersebut begitu inspirasional dan menggugah rakyat yang memainkan lakon sebagai pemimpin di negeri ini atas berbagai penyimpangan keadilan yang menimpa rakyat yang terpinggirkan. Namun ternyata, ada hal yang ironis atas tema keadilan tersebut, keanehan tersebut timbul dari fenomena “Aling-Ayin” yang akhir-akhir ini terus menggerayangi media-media elektronik. “Istana di dalam Penjara” merupakan judul reality show terbaru ini, heran memang kok para pemimpin baru “sadar” akan ketidakadilan dalam perlakuan narapidana ini, padahal ini merupakan mitos lama, sudah basi, dan sudah diketahui oleh seluruh elemen masyarakat. “Maling Ayam saja harus melalui pemukulan yang bertubi-tubi sebelum masuk sidang” peribahasa populer inilah yang sering dikatakan oleh segmen masyarakat middle-bottom class, tapi anehnya penjahat Narkoba dan tersangka kasus suap yang secara faktual memberikan efek negatif sosial lebih besar daripada sekedar maling ayam, mendapatkan kamar hotel sekelas Hilton berbasis suap di penjara.

Tak pelak, datanglah aktor yang dinamakan Satgas Markus yang berperan dalam mencounter tindakan yang timpang ini di lembaga permasyarakatan, dan apa kelanjutannya, hal ini masih jadi tanda tanya besar apakah ini salah satu Reality show untuk meraup profit kepentingan atau merupakan aksi yang benar-benar realistis. Lalu ada suatu cerita berjudul “Pansus DPR Century Menyikap 6,7 Triliun” dengan biaya produksi lebih dari Rp 2,7 Miliar (Bataviase.co.id/12/16/2009) yang saat ini masih kejar-tayang secara langsung di media elektronik. Sekali lagi, saya dibingungkan dengan sikap media elektronik yang memoles info sehingga memunculkan ketidak seimbangan dalam menyikapi Kasus Century tersebut. Polesan tersebut makin mengkilaukan opini penentangan dari berbagai kalangan masyarakat khususnya mahasiswa dalam melihat permasalahan tersebut. Bahkan ada seorang figuran yang numpang beken dengan menyebut (maaf) “Boediono Maling”, dalam pikiran saya benar-benar pintar figuran tersebut, dengan pernyataan justifikasi singkatnya yang penuh sikap anarkisme. Sangat berbeda dengan saya yang walau dari latar belakang pendidikan ekonomi pun saat ini masih meraba-raba bagaimana titik terang dari kasus ini (walau ini lebih banyak karena kebodohan saya). Semoga kasus penghinaan tersebut bukan menjadi konsumsi baru dalam acara reality show akhir-akhir ini dimana pernyataan yang jauh dari kebijaksanaan dikeluarkan sebelum tahu akar permasalahannya, dan semoga acara reality show “Atas Nama Keadilan” akhir-akhir ini benar-benar dijalankan dengan jujur tidak seperti tayangan-tayangan reality show yang tanpa kualitas dan pada akhirnya ternyata adalah HOAX, seperti yang dikatakan oleh aktornya ingat lah “Jujur itu dosa” namun ternyata situasi tersebut tidak nyata.

So what's Reality Show anyway :

Acara realitas (bahasa Inggris: reality show) adalah genre acara televisi yang menggambarkan adegan yang seakan-akan benar-benar berlangsung tanpa skenario, dengan pemain yang umumnya khalayak umum biasa, bukan pameran (Wikipedia Indonesia).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun