Mohon tunggu...
Edy Santosa
Edy Santosa Mohon Tunggu... pegawai negeri -

Guru ndesa, sederhana, suka menulis prosa daripada puisi, suka humor, senang berbagi (terutama berbagi kesusahan), ingin terus belajar dan belajar ( kapan pandainya?). Hehehe.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Karya Event Cerita Mirror: Satu Genre Kaya Rasa

14 Juni 2012   01:56 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:01 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lama sebenarnya saya menunggu terbitnya buku dari karya-karya event CERITA MIRROR yang diselenggarakan oleh Fiksimania Community Kompasiana pada 12 Desember hingga 21 Desember tahun lalu. Pembukuan event MIRROR tersebut pernah menjadi ‘rasan-rasan’ di facebook FC beberapa waktu yang lalu, namun entah mengapa sampai hampir satu semester ( emang sekolah? Pake semster! ) belum juga terlaksana.

Alhasil, saya yang memang punya ambisi untuk mendokumentasikan karya tulisan saya –apapun bentuknya- dalam bentuk buku, mencoba menghubungi Bang Fahmi Idris dan Bang Granito Ibrahim untuk menyampaikan niat saya untuk membukukan cerita-cerita di event MIRROR. Syukurlah, ternyata beliau berdua setuju yang mendukung.

Maka, dimulailah babak berikutnya. Pembagian tugas pun segera dilaksanakan secara instan. Bang Fahmi menghubungi semua peserta event MIRROR melalui email, inbox maupun akun kompasiana. Bang Granito mendesain cover. Saya sendiri buka tutup email untuk mengunduh kiriman naskah para kompasianer peserta event MIRROR dan mengumumkan di FC siapa saja yang sudah Setuju dan Mengirim.

Cerita yang saya unduh dari email langsung saya edit dan mendandani untuk mencari ‘penampakan’ yang cocok. Saat pengeditan, tentu saja saya sambil membaca semua karya yang masuk. Terus-terang, pada saat berlangsunya event dulu, saya tidak sempat membaca semua karya peserta. Yang kubaca hanya beberapa saja, seperti karya Mbak Ratih Anggraeni : Misteri Peti Mati Suster Karla, Ratih Sugianti (racathea) : Aku Temui Kau di Gunung Sanggabuana, Yonathan Christanto (yonathan90) : Oh, Mungkin Dia Lihat Saya mas, Ajeng Leodita Anggarani : Baby Buppha, Nanang Diyanto DS : Perempuan Ber-egrang di Tengah Malam, Granito Ibrahim : Kelereng Merah Jambu, dan tentu saja karya saya sendiri ( hehehe!) Edy Santosa (gurujawa) : Hantu Sang Kekasih.

Bukan karena saya takut baca cerita yang lain. Bukan juga karena saya malas membaca. Tapi memang saya kurang telaten membaca bacaan di internet. Soalnya, koneksi internet saya amat sangat payah. Mau pindah halaman saja harus nunggu 15 menitan. Ya, mana tahan!!! Mending baca bukunya saja. Kalau buku kan bisa dibaca kapan saja, dimana saja, dan sambil apa saja. Gak harus nunggu koneksi internet bagus. Gak perlu pake komputer. Hemat energi.

Buku adalah muaranya tulisan, demikian tulis seseorang ( saya lupa siapa dan dimana. Maklum sudah tua, api=agak pikun). Maka, membukukan karya adalah sangat penting selain memasangnya di blog. Karya kita dalam bentuk buku akan lebih dihargai orang lain ( ya iyalah, kan orang lain harus beli. Hihihi). Maksudnya, karya kita yang ada dalam buku akan mudah ditangkap esensinya oleh pembaca. Gak apa-apalah walaupun karya kita ada dalam buku bersama karya teman yang lain.

Kembali ke… karya-karya event cerita MIRROR, ternyata walaupun secara wadah termasuk genre HORROR, namun isinya beraneka rasa. Ada yang Horor rasa Humor. Ada yang Horor rasa Patriotis. Ada yang Horor benar-benar Horor. Ada yang Horor Berasa Sastra. Ini menunjukan bahwa cerita horror juga bisa mengandung muatan lain selain ‘horror’ itu sendiri.Cerita horror tidak selalu melulu berisi kisah-kisah para hantu, pembunuh berdarah dingin, rasa takut, phobia, misteri dan sebagainya.

133963895892457175
133963895892457175

Kalau karya sastra adalah cerminan realitas dalam masyarakat, demikian pun cerita-cerita mini horror ini. Hanya mungkin berbeda pada sudut pandang saja. Kalau karya satra lebih mengungkap sisi kemanusiaan sebagai tempat berbenturannya beraneka problem kemasyarakatan dengan dominasi bahasa yang ‘nyastra’, sedangkan cerita horror mengungkap sisi perasaan manusia dalam menerima dunia yang berbeda dari problem kemasyarakatan pada umumnya dan penyampaiannya pun bisa menggunakan bahasa yang ‘nyastra’ ataupun ‘ngepop’.

Sambil menunggu buku Kumpulan Cerita Mini Horror siap beredar, marilah kita tetap berkarya dalam event-event FC yang akan diadakan berikutnya. Menulislah dan bukukanlah. Dengan adanya karya kita dalam bentuk buku, semoga semangat menulis kita selalu termotivasi setiap kali kita membaca karya kita.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun