Mohon tunggu...
Guruh Pratama
Guruh Pratama Mohon Tunggu... wiraswasta -

Menjadi baik dan berusaha menjadi lebih baik. Carpe Diem

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Krisis Listrik dan Kejaksaan

3 Juli 2014   21:42 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:37 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Entah kapan krisis listrik yang terjadi di Sumatera Utara akan berakhir. Pasalnya krisis ini terjadi akibat diindikasi adanya tindak pidana korupsi dalam proyek LTE PLTGU Belawan.Proses hukum yang berbelit-belit dan penahanan beberapa tenaga ahli malah memperparah upaya untuk mengoptimalkan pasokan listrik di Sumatera Utara.

Kasus ini terjadi dikarenakan kejaksaan menilai pemilihan Mapna sebagai pemegang tender banyak melanggar hukum. Menurut mereka Mapna tidak kompeten sebagai pemenang tender tersebut. Ditambah lagi dengan penunjukan Mapna, PLN dituding merugikan keuangan negara.

Namun menurut saya, justru pemilihan Mapna sebagai pemenang tender sudah sangat tepat.

Berikut kronologis penunjukan Mapna sebagai pemegang tender. Pelelangan pekerjaan peremajaan LTE PLTGU Belawan telah dimulai 2009. Namun pelelangan gagal hingga di tahun 2011 dilakukan penunjukan langsung kepada Siemens. Langkah ini pun tak berhasil karena tak ada titik temu akibat Siemens menawar harga sebesar Rp 830 miliar, jauh dari pagu anggaran PLN sebesar Rp 645 miliar.

Karena terus tertunda, Direksi PLN memutuskan pelaksanaan proses pengadaan LTE PLTGU Belawan dialihkan dari penunjukan langsung ke pemilihan langsung karena selain negosiasi dengan Siemens tak tercapai kata sepakat. Langkah pemilihan langsung bertujuan untuk efisiensi anggaran, mendapatkan harga kompetitif, mencegah korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), juga memberikan kesempatan yang sama kepada perusahaan lain.

Dalam proses pemilihan langsung, awalnya ada tiga kontestan, yakni Siemens, Mapna Co, dan Ansaldo Energia. Dari ketiga perusahaan tender tersebut Mapna Co dinyatakan sebagai pemenang setelah Ansaldo mundur, dan Siemens dinyatakan gugur karena tidak memenuhi persyaratan Rejection Condition, yaitu tidak menyampaikan total waktu penyelesaian pekerjaan dan tidak menyampaikan garansi Daya Mampu/Mega Watt yang dihasilkan).

Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Prof. Ningrum Natasya Sirait menegaskan, PLN sudah benar menjalankan metode pemilihan langsung dalam proyek pengerjaan LTE Medan. Langkah ini untuk memberi kesempatan kepada perusahaan lain untuk berkompetisi secara sehat.

Sementara itu, Guru besar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Prof. Tan Kamelo SH MH menambahkan, kontrak perjanjian antara PLN dan Mapna merupakan perjanjian perdata. Dia menegaskan, sangat tidak wajar jika pertanggung jawaban dalam Kontrak Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) dari perdata beralih ke pidana.

Mengenai indikasi kerugian negara yang terjadi dalam kasus ini juga tidak berdasar.Todung Mulya Lubis, kuasa hukum PLN, menyatakan kasus yang terjadi di LTE PLTGU Belawan tersebut sangat mengherankan. Ia berpendapat bahwa tuduhan dari kejaksaan tidak benar dikarenakan beban 123 MW yang diperoleh penyidik Kejagung bukan berasal dari hasil pengujian tetapi kejaksaan hanya menyaksikan mesin yang pada saat itu hanya memikul beban 123 MW di siang hari. Padahal berdasarkan pengujian yang sebenarnya oleh lembaga sertifikasi, daya mampu GT 2.1 mampu mencapai 140,7 MW sehingga melebihi daya mampu minimal kontrak.

Tidak hanya itu, kejaksaan yang menilai PLN merugikan keuangan negara juga tidak berdasar. Alasannya, realisasi nilai kontrak justru jauh lebih kecil dari HPS kontrak awal. Pada HPS kontrak awal dengan pemenang tender Mapn CO, tertulis sebesar Rp 645 miliar, sementara harga yang tertuang dalam kontrak hanya 431 miliar.

Pendapat yang searah juga dikemukakan oleh Pakar Hukum Universitas Indonesia Dr Dian Simatupang. Menurut Dian, dalam kasus PLN tidak ada unsur kerugian negara. Dalam hal proyek peremajaan PLTGU Belawan ini tidak ada uang negara dalam APBN yang digunakan. Namun dana yang dipakai dalam proyek tersebut murni menggunakan anggaran dari PLN.

Menurut ia lagi, yang dialami PLN ini merupakan kelanjutan bentuk pendzoliman yang dilakukan oknum Kejaksaan. Akibat ulah oknum-oknum kejaksaan, turut menyebabkan sistem hukum yang ada saat ini sudah melenceng, sehingga diperlukan reformasi hukum yang menyeluruh.

Sungguh kasus yang sangat berbelit-belit. Menurut saya tidak ada yang salah dalam kasus ini. Dikutip dari pernyataan Pengamat ekonomi Toni Prasetyantono, PLN justru berupaya transparan dan mendapatkan harga termurah dan dengan cara menyelenggarakan pemilihan langsung. Ia menyampaikan agar masyarakat dan pemerintahan mendukung upaya transparansi dan akuntabilitas yang tengah digalakkan oleh PLN. Jangan sampai upaya kriminalisasi justru akan berdampak kurang bagus bagi PLN.

Apabila kejaksaan masih seolah-olah memaksakan kasus ini bisa-bisa pengoptimalan pasokan listrik di Sumatera Utara akan semakin terabaikan. Kembali kepada statement awal, entah sampai kapan masyarakat Sumatera Utara dihantui mati lampu. Entahlah

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun