Baru saja, kita mendapat kabar, gubernur perempuan satu-satunya di Indonesia mendapatkan status tersangka oleh KPK. Ya, Ratu Atut Chosiyah. Gubernur Banten ini mendapatkan status tersangka untuk kasus tender Alat Kesehatan di Banten, setelah sebelumnya mendapatkan status tersangka dalam kasus Suap MK di Perkara Sengketa Pilkada Lebak, Banten. Jika dihitung, sudah dua kasus yang siap menjerat Atut di KPK. Apakah kasus sudah selesai sampai disini? Tidak. Karena Ada kejanggalan yang muncul dalam penetapan Atut sebagai tersangka dalam kasus tender jika dilihat secara seksama. Tanpa bermaksud membela, tapi mestinya ada satu pihak lagi yang terkena kasus ini, jika Atut terkena kasus Tender Alkes di Banten ini. Siapakah pihak itu? Pihak yang mestinya mendapatkan status tersangka satu lagi adalah DPRD Banten. Hal itu bisa dilakukan karena ada unsur hukum yang mendukung, yaitu UU No.32/2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam UU No.32 thn 2004 tersebut, dijelaskan bahwa Pemerintahan Daerah diselenggarakan secara bersama-sama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Keduanya, harus menjalankan pemerintahan daerah secara bersama-sama. Kalau dilihat secara logika orang awam, semua yang terjadi dalam provinsi, merupakan hasil kerjasama antara DPRD dan Pemerintah Daerah. Maka sangat aneh jika dilihat dalam kasus Atut. Dalam tender Alkes, hal tersebut merupakan wewenang dari pemerintahan daerah (Gub-Wagub-DPRD) maka apapun yang terjadi dalam kasus tersebut, merupakan kesepakatan antara Gub/Wagub dengan DPRD Banten. Apalagi, dengan asas good govenrnance suatu keharusan kedua pihak mengetahui apa yang terjadi dalam proses tender yang berlangsung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H