Sejarah, begitu lah awal mula segala hal yang akhirnya menghasilkan banyak cerita. Seperti hal nya negara kita, bangsa Indonesia yang punya banyak sekali cerita sejarah entah sejarah yang kelam ataupun sejarah yang membawa kebahagiaan. Tetapi pada akhirnya, sejarah selalu memberikan kita pelajaran hidup sebagai bahan evaluasi untuk mengubah kehidupan menjadi lebih baik kedepannya. Banyak sekali saksi sejarah yang dapat memberikan kita pengetahuan serta pembelajaran hidup dari apa yang mereka pernah alami,seperti hal nya para veteran.
Sebagaimana kita tau bahwa veteran merupakan sosok orang yang berjasa dalam merebut dan membela negara terutama negara Indonesia, istilah veteran sendiri di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, yaitu veteran pejuang dan veteran pembela, veteran pejuang merupakan sosok yang pernah memperjuangkan kemerdekaan Indonesia dari para penjajah, sedangkan veteran pembela merupakan sosok yang pernah bertugas dalam membela kemerdekaan Indonesia dari ancaman asing.
Akan tetapi tidak semua orang yang menjadi tentara akan menjadi veteran setelah pensiun, hanya orang-orang terpilih lah yang bisa menjadi veteran. Ada beberapa kriteria yang menjadi penilaian dalam menjadi veteran, salah satunya seperti orang-orang yang pernah melaksanakan tugas dalam menangani konflik antar negara saja yang berhak menjadi seorang veteran.
Banyak veteran yang punya kisah-kisah menarik salah satunya Pak Maruli Butarbutar, ia merupakan salah satu dari sekian banyak veteran yang ada di Indonesia, ia lahir di Bukit tinggi pada tahun 1943, dan saat ini telah berusia 76 tahun. Ia anak dari seorang petani dan juga anak pertama dari sebelas bersaudara, sejak kecil ia merasa jika memiliki tanggung jawab besar sebagai anak pertama yang harus menjadi contoh baik bagi adik-adik nya dan ia memiliki keinginan untuk menjadi seorang Tentara Nasional Indonesia.
Hal tersebut tercapai dengan jerih payah, usaha dan tenaga ia kerahkan demi mencapai cita-citanya. Namun ternyata rencana tidak berjalan semudah itu, bukan hanya sekali tetapi ia harus menjalani tiga kali tes masuk tentara, ia berkata pada saat tes pertama dan kedua ia terlalu ambisius untuk menjadi seorang tentara, dikarenakan sikap terlalu ambisius itu ia gagal dalam seleksi masuk tentara. Lalu pada saat tes ketiga, ia menyerahkan segala keputusannya kepada tuhan dan berserah diri karena inilah kesempatan terakhir yang ia miliki.Â
Sikap ambisius yang ia tekankan pada tes sebelumnya sudah tidak ia terapkan, dan pada akhirnya apa yang ia harapkan terwujud. Pak Maruli Butarbutar berhasil lolos seleksi dan resmi menjadi anggota TNI.
Pada saat itu ia menjadi seorang marinir angkatan laut yang dulunya disebut dengan istilah KKO-AL atau Korps Komando Angkatan Laut, selama menjadi seorang marinir ia banyak ditugaskan dalam berbagai tugas seperti pernah bertugas mengurus gudang persenjataan di Markas Besar TNI Cilangkap, selain itu ia juga pernah turun langsung ke medan perang pada saat  perebutan Timor Timur dan juga operasi Dwikora.
Pada saat melaksanakan operasi Dwikora ia di perintahkan untuk mengawal TNI yang mengantar Tank dari Indonesia ke Malaysia melalui jalur laut, misi tersebut tidak berjalan dengan mudah karena banyak bahaya yang menanti di depan mata, pada saat di selat Malaka ia telah di kepung oleh tentara Inggris yang sudah siap melancarkan serangan ke tentara Indonesia, beruntung pada saat kejadian itu ia berhasil selamat dari kepungan tentara inggris, hal tersebut dikarenakan meletusnya peristiwa G30SPKI.
Setelah meletusnya peristiwa G30SPKI presiden Soeharto selaku presiden kedua Indonesia menarik kembali para Tentara Nasional Indonesia yang ada di Malaysia lalu redalah pertikaian antara kedua negara.
Menurut pak Maruli Butarbutar, operasi Dwikora sendiri terjadi karena adanya kecemburuan antara Amerika Serikat terhadap Indonesia, dikarenakan pemerintah Amerika Serikat merasa telah banyak membantu Indonesia baik dalam hal finansial, akan tetapi presiden Soekarno malah membeli Tank dari Rusia akibatnya Amerika Serikat merasa Indonesia berhutang budi, dan ditambah lagi pernyataan Ganyang Malaysia yang di sampaikan oleh Presiden Soekarno pada saat itu dijawab oleh ABRI untuk melawan Malaysia.
Sebenarnya pernyataan perang sendiri belum pernah dinyatakan oleh pemerintah Indonesia kepada Malaysia layaknya operasi Trikora, akan tetapi pada saat itu tentara Indonesia bergerak secara gerilya di Kalimantan Utara yang menjadi perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Pada saat itu para gerilyawan tidak menyatakan dirinya sebagai ABRI, melainkan sebagai Tentara Nasional Kalimantan Utara.