Guru besar Universitas  Padjajaran Bandung almarhum  Otto Sumarwoto  menulis buku bahwa menyelamatkan lingkungan harus  mengatur diri sendiri.  Dengan kata lain, setiap  manusia di kolong langit ini harus mengelola dirinya agar kontribusinya  memperbaiki bumi  bukan merusak bumi.  Perilaku setiap invidu  secara kolektif  menentukan  nasib bumi.
Kontribusi setiap individu dalam  memperbaiki lingkungan  dapat digambarkan  dalam sebuah  cerita menarik yaitu  seorang raja yang sangat baik kepada rakyatnya. Raja itu  sangat mengayomi rakyatnya dan  selalu memikirkan rakyatnya.  Di wilayah kerajaan itu  rakyatnya  meghasilkan madu.  Raja setiap saat memikirkan agar  produksi madu terus meningkat dengan berbagai kebijakan.
Suatu hari raja  memanggil  pimpinan serdadunya untuk mengumpulkan  madu sebanyak  20 drum. Dalam istilah keseharian  disebut juga 20  tong.  Komandan serdadu itu memanggil  anak buahnya.  Mereka  rapat untuk memutuskan  berapa banyak dari  setiap keluarga  madu  yang akan dikumpulkan  agar terkumpul 2 drum.
Seorang  serdadu  mengusulkan, agar madu  yang diinginkan raja  tidak perlu dikumpulkan dari seluruh rakyat tetapi  cukup 2 atau tiga pengusaha madu langsung beres. Madu sebanyak itu gampang dikumpulkan jika melibatkan pengusaha.  Mereka menginventarisasi  pengusaha  madu yang bersedia  menyumbang madu 20 drum.
Dalam rapat itu, komandan serdadu mengatakan bahwa raja ingin  madu berasal dari setiap rakyat, tidak dari pengusaha. Lalu, mereka menghitung jumlah rakyat  dan  diputuskanlah bahwa setiap keluarga  diminta 2 sendok madu.
Lalu, semua serdadu bergerak mengumpulkan madu  sebanyak 2 sendok setiap keluarga.  Keluarga pertama yang dijumpai berpikir  bahwa  madu yang terkumpul 20 drum maka jika dikasih satu sendok madu dan satu sendok air putih tidak  kelihatan atau tidak pengaruh nyata.  Keluarga kedua merupakan keluarga yang saleh,  dikasihnya 2 sendok madu yang sangat bagus. Keluarga ketiga  memberikan 2 sendok air putih karena  berpikir tidak ketahuan kalua hanya 2 sendok air putih saja.  Keluarga keempat, kelima dan seterusnya juga berpikir sama yaitu kalau  hanya kumpulkan 2 sendok air putih tidak pengaruh nyata jika dimasukkan ke 20 drum madu.
Semua petugas pengumpul madu sudah  mengumpulkan 20  drum dan ternyata 90 % terkumpul air dan hanya 10 persen madu.
Melihata kenyataan itu,  raja kecewa.  Raja memanggil  komandan serdadu dan langsung komandan serdadu itu  meminta maaf.  Saya salah paduka yang mulia, kesalahan ini adalah kesalahan kolektif para serdadu yang bertugas. Raja tertunduk lesu dan  kelihatan  kecewa.
Apa kaitan cerita ini dengan penyelamatan lingkungan?  Maksud saya adalah  kiranya kita berkontribusi  menyelamatkan lingkungan  bukan mengeksploitasi lingkungan. Jika  kita  memiliki komitmen  tidak membuang sampah sembarangan, kreatif dalam  mengelola sampah, komitmen hemat dalam penggunaan air, energi dan memilih pakaian yang ramah lingkungan, dan seluruh aktivitas keseharian kita mempertimbangkan  penyelamatan lingkungan niscaya lingkungan akan terjaga dengan baik. Mahatma Gandi mengatakan bahwa bumi cukup untuk manusia tertapi tidak cukup bagi orang tamak.
Dari kisah raja yang rakyatnya penghasil madu itu muncul pertanyaan, mengapa petugas  serdadu tidak  cermat melihat kesalahan  tiap rakyat itu?  Dalam konteks itulah pemerintah sebagai pengayom rakyat harus mengendalikan perilaku setiap rakyat yang tamak terhadap kerusakan lingkungan.  Terlalu mudah  bumi yang kecil ini untuk dirusak. Dan, terlalu rumit untuk memelihara bumi Ketika dihuni  manusia yang tamak.