Salah satu isu yang paling mengemuka dan paling mengkuatirkan  pasa Covid-19 adalah krisis pangan.  Ketika terjadi Covid-19 beberapa waktu lalu, terbukti petani kita tidak kuat karena petani  dikirim  sembako seperti beras, mie  instan, telur ayam  dan berbagai kebutuhan pokok. Sejatinya petani yang paling kuat bertahan jika ada badai seperti  Covid-19 dimasa yang akan datang.  Bagaimana agar petani kita kuat dan  Indonesia kuat menghadapai krisis pangan yang sangat dikuatirkan itu?
Berulangkali muncul pertanyaan mengapa pemuda jarang yang tertarik untuk bertani?  Bukankah petani itu kegiatan mulia? Jika menjadi buruh kasar di kota atau di berbagai daerah  mengapa tidak bertani saja di  Desa?  Jawaban atas pertanyaan itu  tidak mudah dan tidak sulit juga. Intinya bahwa petani itu  strata sosial dianggal rendah.  Cukup banyak  anak petani terkesan minder dalam pergaulan sehari-hari  jika orang tuanya petani.
Sebagai anak petani  saya merasa percaya diri sejak anak SD  karena  menyadari bahwa petani ini sangat berkontribusi bagi kemanusiaan. Petani  bekerja keras untuk kebutuhan umat manusia.  Karena kebanggaan itu  maka setelah lulus kuliah saya dan teman-teman  yang baru lulus dari kampus bertani.  Kami membuat pertanian konvensional dengan meyewa lahan  dengan modal yang amat kecil.  Kami memelihar ayam di kandang yang dibawahnya beberapa  spesies ikan yang tahan terhadap  kurangnya oksigen di tengah sayur-sayuran  dan  tanaman lain.
Lahan peternakan ayam yang dibawahnya  ikan itu disebut longyam.  Kami berempat yang baru lulus kuliah memiliki idealisme  bahwa kami akan berhasil mengubah wajah petani dengan metode pertanian terintegratif.  Ketika kuliah kami telah belajar dari kesuksesan petani  Sukabumi.  Ketika itu,  jika penjualan ayam broiler merugi maka kami masih dapat untung dari ikan.  Beruntung sekali  jika  harga ayam naik dan harga ikan juga. Tetapi  sangat jarang keduanya untung karena harga  pakan dan ayam ditentukan mekanisme pasar.
Harga ayam di pasar  dapat dikendalikan  oleh perusahaan yang produksi broiler karena data anak ayam yang dikenal dengan DOC  diketahui oleh perusahaan  dan perkiraan masa panen pasti diketahui juga. Kuat dugaan atas data DOC itulah harga  dapat dikendalikan oleh mereka. Peristiwa semacam inilah yang  disebut mekanisme pasar.  Pemerintah kita tidak berdaya dalam mengendalikan harga pasar. Pasar hanya dikendalikan pemilik modal karena dikuasai dari hulu ke hilir.
Tahun 1997 terjadi krisis ekonomi  yang menyebabkan  harga pakan ayam  naik sekitar  300 % sementara  persentase harga  daging ayam broiler  sekitar  20 % saja.  Disparitas harga pakan dan harga daging yang tinggi membuar peternakan ayam  di hampir seluruh Indonesia gulung tikar ketika itu.  Disparitas harga pembelian  pakan dan penjualan daging ayam sangat memukul kami yang baru lulus kuliah ketika itu.Â
Semangat dan idealisme kami untuk meberikan contoh pertanian yang terintegrasi  tidak bertahan karena krisis moneter cukup lama ketika itu.  Kami mencoba  mencari substitusi pakan tetapi bahan  baku untuk membuat pakan ayam dan ikan masih tergantung ke luar negeri.  Krisis ekonomi yang berkepanjangan membuat kami berempat mencari jalan masing-masing. Saya lanjut studi  ke pascasarjana ke Bogor, 2 orang  lulus Pegawai Negeri Sipil (PSN) dan 1 orang lagi berilah ke distribusi sembako.  Kendala utama bagi kami selain krisis ekonomi  adalah status sosial sebagai petani  tidak mendapat dukungan dari orang tua dan keluarga.  Â
Dalam rangka  menyiasati krisis pangan  perlu keterlibatan banyak pihak untuk bertani atau bisnis pertanian.  Langkah-langkah penting agar pertanian itu modern dan  bergengsi maka  perlu pendampingan  intensif   terkait dengan  budi daya pertanian (on farm  activities)  dan  terkait  pendukung  (off  farm activities).Â
Aktivitas On farm meliputi  persiapan lahan yang memberikan data secara lengkap  jenis tanah, tekstur tanah dan  rekomendasi  jenis pupuk yang dibutuhkan.  Selama ini petani hanya menerka jenis pupuk yang dibutuhkan bahkan petani memupuk berdasarkan pupuk yang tersedia di pasar atau subsidi pupuk yang tersedia.  Petani tidak memiliki informasi yang akurat tentang pupuk yang dibutuhkan dilahan miliknya atau lahan yang akan dikelola. Â
Petani juga harus dipastikan pupuk yang tersedia, benih unggul yang tersedia atau petani telah terlatih untuk membuat benih unggul.  Petani juga harus  terlatih dalam memahami pestisida agar terukur dan tidak mencemari lingkungan pertanian.  Petani harus dibekali dengan pelatihan-pelatihan teknologi paling mutakhir pertanian dan mekanisasi pertanian terus dikembangkan.  Petani harus didampingi dan diberikan kebijakan yang adil bagi petani.