Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mereka yang Memiliki Hati Seorang Guru (Selamat Hari Pendidikan Nasioanal)

3 Mei 2022   06:11 Diperbarui: 3 Mei 2022   08:59 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : fb Marianna Radjawane

Sejak kuliah  saya aktif di organisasi internal kampus  seperti Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas (BPMF)dan juga ekternal kampus seperti organisasi kepemudaan.  Selama  menjadi aktivis hingga kini, pertanyaan saya adalah mengapa orang berpendidikan tinggi hingga profesor masuk penjara karena   korupsi? Mengapa pula Bupati, Walikota, anggota legislatif dari tingkat Kapupaten/Walikota , provinsi hingga legilatif di Senayan masuk penjara  karena korupsi?  Apa masalahnya?  Beberapa pendapat umum  mengatakan   bahwa  pendidikan tinggi tanpa karakter adalah sia-sia?  Bukankah karena karakternya bagus  sehingga dapat menyelesaikan  pendidikan hingga bergelar doktor dan profesor? Lalu, apa yang menjadi prioritas?   Pendidikan karakter atau  kognitif? Pertanyaan ini seolah tidak ada jawaban. Karena itu, dihari pendidikan nasional ini saya menuliskan beberapa pendidik  yang saya kenal hingga saya menuliskannya.

Mereka saya pilih  beberapa  orang  dengan hati yang tulus untuk mendidik adalah :

  1. Dra. Marianna  Magdalena Radjawane, M.Si.  

           Ibu Maria demikian kami panggil namanya pergi mengajar kemana-mana  untuk mengajarkan ilmu Fisika dan Matematika.  Prof. Yohanes Surya menjadikannya guru andalan dalam mengajarkan ilmu Fisika dan Matematika Gampang Asyik dan Menyenangkan (Gasing).  Maria dilahirkan  di Makassar  yang ayahnya dokter bedah tulang dan ibunya juga seorang dokter.   Sekolah  Mengah Atas (SMA) di Makassar   kuliah di   Astronomi Institut Teknologi Bandung (ITB), kemudian dilanjutkan di pascasarjana ITB  bidang Fisika.   Maria Radjawane lebih memilih menjadi guru  bagi guru-guru di seluruh Indonesia dan siswa, kihususnya untuk Olimpiade Sains Nasional yang kini berubah menjadi Kompetisi Sains Nasional (KSN).

     Menurut Maria Radjawane guru harus  belajar dan mengajar. Jika guru tidak  mau belajar maka berhentilah  mengajar.  Anak-anak Indonesia itu termat sangat pintar, tetapi mereka acapkali belajar tanpa konsep dasar apa yang mereka pelajari. Jika konsep dasarnya dipahami maka siswa sangat mudah memahaminya. Karena itu guru harus mengajar  dengan konsep dasar dan cara mengajar tidak terlepas dari nilai nilai pendidikan. Ciri seorang guru   adalah memiliki visi seorang guru, peduli dan memiliki kompetensi.  Betapa bahayanya pendidikan kita jika guru tidak memiliki visi, kepedulian dan kompetensi, katanya berulang-ulang. Dalam rangka menanamkan visi, peduli dan kompetensi itulah Maria Radjawane mengorbankan hidupnya untuk membangun Indonesia yang bermartabat.


    2. Dr. Dr. Wardono, M.Si dan  Dr. Scholastika Mariani, M.Si

Sumber : fb Wardono 
Sumber : fb Wardono 

              Wardono lahir di  Pati, bekerja sebagai dosen Matematika di Universitas Negeri Semarang, Akademi Kepolisian Semarang dan  menggunakan sisa waktunya untuk melatih guru-guru di tingkat pendidikan dasar.  Pendidikan dasar itu harus kuat dan anak  harus dimotivasi agar belajar menjadi sebuah kesenangan.  Jika anak sudah senang belajar maka sangat mudah mendorongnya berprestasi.  Guru dan dosen selain mengajar ilmu pengetahuan ada tugas lain yang sangat penting yaitu memberikan motivasi kepada setiap  siswa agar mencintai pelajarannya.  Jika siswa  sudah mencintai pelajaran maka dipastikan anak itu akan meraih prestasi.  Seorang guru harus mampu memberikan motivasi dan membangun karakter  agar menghasilkan prestasi. Guru juga harus mampu mengajar dan mendidik dengan cara kreatif  agar pelajaran itu menarik dan seru.

              Scholastika Mariani lahir di  Semarang, bekerja sebagai dosen Matematika di Universitas Negeri Semarang  dan juga di Akademi Kepolisin  Semarang.  Scholastika Mariani adalah istri dari  Wardono. Suami istri ini sama pakar matematika  di Perguruan Tinggi yang sama. Selain sama sama dosen pasangan ini juga  terpanggil untuk mengajar guru dan siswa di pendidikan tingkat dasar.  Scholastika Mariani mengatakan   acapkali pendidikan di sekolah tidak nyambung dengan kehidupan kita sehari-hari. Ketika saya sekolah dasar nilai matematika saya sangat bagus, tetapi  ketika ibu saya menyuruh saya mengkur benda, saya tidak paham. Karena itu pendidikan formal harus  dapat menjawab kebutuhan kita sehari-hari. Sebab ilmu pengetahuan fungsinya untuk membantu manusia   dalam menjawab kehidupan kesehariannya.  Demikian juga Perguruan Tinggi tugasnya adalah menjawab persoalan-persoalan di masyarakat.  Ilmu pengetahuan dan kebutuhan keseharian manusia harus menyatu. Ilmu pengetahuan tidak menjadi menara gading tetapi ilmu pengetahuan digunakan menjawab persoalan manusia dan memikir masa depan.

3. Prof. Dr.  Himsar Ambarita

Sumber :  fb Himsar Ambarita
Sumber :  fb Himsar Ambarita

Himsar Ambarita lahir di Kampung Jagung, Tiga Balata Kabupaten Simalungun, bekerja sebagai dosen di Fakultas Teknik Universitas Sumatra Utara (USU). Himsar Ambarita masuk dalam ilmuwan berpengaruh di dunia.  Himsar sejak kecil sangat menyukai ilmu sejarah. Mencintai ilmu sejarah dan gemar pula  matematika dan ilmu pengetahuan alam.   Kegemarannya dalam ilmu sejarah membuatnya  senang membuat ilmu matematika dan ilmu eksakta yang dikuasainya dibuat dalam bahasa sastra.  Rumus-rumus dalam ilmu eksakta  menarik jika dibuat dalam bentuk sastra katanya dalam sebuah diskusi. 

Orang kampong itu memiliki nilai  lebih dibanding dengan anak di kota sebab  proses perjuangannya ke kota untuk kuliah sudah memiliki  kelebihan. Daya juang anak dari desa untuk kuliah di kota bagian dari seleksi alam, katanya dalam diskusi di Tirta TV beberapa waktu  lalu.   Himsar Ambarita sangat antusias mengirim mahasiswanya ke belahan dunia untuk belajar.  Bagaimana saya tidak terharu anak dari kampung kuliah di Medan belum pernah naik pesawat tiba-tiba harus naik pesawat ke  Eropa untuk menimba ilmu? Proses semacam itu membuat saya, terharu katanya.  Kerendahan hatinya, daya juangnya secara otomatis  tertanam dalam benak mahasiswa, khususnya mereka yang direkomendasikannya belajar ke belahan dunia.  Tingkatkan potensi diri, demikian motivasinya kepada setiap pemuda. Wajahnya yang tampan, kelembutannya dalam bertutur sapa, keilmuanya yang mumpuni dan  visinya yang jauh kedepan membuatnya serasa sempurna.

4.   Roselly Simanjuntak, M.Si

Sumber : fb Roselly Simanjuntak 
Sumber : fb Roselly Simanjuntak 

Roselly Simanjuntak  adalah lulusan Universitas Negeri Medan  yang dulunya disebut IKIP Medan. Roseelly Simanjuntak lulus sebagai sarjana kimia dan langsung menjadi guru. Kini Roselly Simanjuntak kini menjadi pimpinan di sekolah Yayasan Bonapasogit Sejahtera (YBS) di Parmaksian, Toba.  Roselly Simanjuntak  menjadi guru yang menarik karena siswa-siswanya selalu mewakili Sumatra Utara ke tingkat nasional untuk  Olimpiade Sains Nasional (OSN)  yang kini menjadi Kompetisi sains Nasional (KSN).  Selain  siswanya mewakili KSN ke tingkat nasional juga  jumlah siswa yang masuk sekolah unggulan  mendominasi dari kawasan Danau Toba.  Sekolah yang dipimpinnya kreatif dalam seni budaya, juara nasional   sekolah Adiwiyata dan juga bidang olah raga. 

Nilai-nilai budaya lokal ditanamkan kepada siswa di sekolah yang dipimpinnya.  Hebatnya  Roselly, siswa yang masuk ke sekolahnya adalah anak-anak biasa tidak seperti sekolah swasta yang  cukup mahal biaya sekolahnya. Keterbatasan dana  tidak menjadi persoalan baginya. Seluruh sumberdaya yang ada di sekitarnya  dioptimalkannya.  Optimalisasi  sumber daya itu tentu saja  memiliki konsekuensi yaitu pengorbanan para guru-guru yang dimilikinya.  Saya melihat  pengorbanannya bersama guru-guru yang dipimpinnya sangat luar biasa. Salah satu strateginya menjaga kualitas pendidikan adalah  memberikan kesempatan bagi gurunya untuk mengikuti pelatihan. Guru yang dipimpinnya terus diisi dengan ilmu pengetahuan dan informasi pendidikan paling mutakhir secara kontinu.  Roselly Simanjuntak mampu membuat sekolah di sebuah kecamatan di Kabupaten Toba dikenal dikancah nasional karena mampu memimpin guru dan pegawai YBS bekerja keras dengan cara pengorbanan.   Hatinya terus menggebu membuat siswa yang dipimpinnya berprestasi.  Prestasi dengan pengorbanan, mungkin itu kata yang tepat bagi Roselly, guru Ybs dan pendukungnya.


Jika saya  menuliskan guru yang memiliki  visi, kepedulian dan kompetensi sangatlah banyak.  Saya masih ingat  taksin Oberia Simbolon, Eybarda Simbolon,  Rumiati Sihotang dari Samosir. Di Tapanuli Utara ada ibu Risda Turnip  sebagai Kepala Sekolah SMP Santa Maria. Di Toba ada Darwin Marpaung, Eva Simanjuntak, Tohonan Butarbutar, Theresia Pardede,  Berliana Pasaribu dan lainya.

Tulisan ini tidaklah untuk menyebut nama-nama guru yang hebat, tetapi  pesannya adalah bahwa  kita butuh guru yang memliki hati seorang guru.  Guru harus memiliki visi, kepedulian dan kompetensi. Indonesia akan menjadi bangsa yang terpandang didunia jika  kita memiliki guru yang hebat. Jika guru dan orang tua berhati pendidik maka Indonesia tidak lagi melihat ada orang berpendidikan tinggi masuk penjara  karena korupsi dengan alasan apapun. Selamat hari pendidikan nasional.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun