Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kekuatan Bisikan dalam Berkomunikasi dengan Anak

20 November 2020   11:52 Diperbarui: 20 November 2020   11:59 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: bimba-aiueo.com

Ketika saya baru menikah dan memiliki anak  satu masih sering lupa akan tugas sebagai ayah. Ketika itu senang mengikuti seminar, diskusi, dialog dan kegiatan-kegiatan yang  teramat penting menurut saya.  Kegiatan-kegiatan sosial sangat saya nikmati dan waktu untuk keluarga sedikit.  Istri saya mendukung pula  karena dia bangga saya aktif untuk kegiatan sosial dan menambah wawasan.  Pada suatu ketika anak kami yang pertama lebih senang kepada  sopir  kami.  Sopir  kami dan  istrinya yang merawat anak kami.  Suami istri  mereka tinggal di rumah kami sehingga anak-anak kami sangat dekat karena dirawat dengan baik hingga saat ini. 

Sebelum istri saya ke kantor anak kami yang usia  5 tahun  ketika itu  meminta sopir  untuk  memutar mobil keliling perumahan bersama mba yang merupakan istri sopir.  Mereka bertiga tiap hari keliling perumahan dan akibatnya anak kami lebih dekat dengan sopir dan  mba.   Saya tersadar bahwa saya sering pulang malam dari kegiatan kegiatan diskusi, seminar dan aktivitas sosial.

Tersadar bahwa   kedekatan saya dengan anak saya  tidak optimal,  Sejak itulah saya sadar dan menemani anak saya  bermain dan hingga saya masukkan  Sekolah Sepak Bola (SSB).  Setiap hari Sabtu dan minggu  tidak ada yang bisa gantikan waktu kami kecuali yang sangat penting sekali seperti melihat orang sakit atau kegiatan keluarga yang lain.  Kami berdua mengobrol  di mobil pergi ke SSB dan pulang. Ketika selesai latihan SSB kami makan bersama dan sering mengajak teman sebayanya untuk bermain bola di luar SSB. Mereka saya temani bermain bola dan berbagai aktivitas setiap hari Sabtu. 

Belajar dari kesalahan anak pertama, saya membangun komuniaksi dengan anak kedua dengan baik.  Kini saya sadari bahwa kita tidak bisa melewatkan masa-masa kecil mereka. Jika terlewatkan maka  akan terjadi penyesalan.  Hubungan batin dengan anak menjadi kunci utama kita bisa mengarahkan mereka sesuai bakat dan cita-citanya. Kita mengarahkan  dan membuat pertanyaan-pertanyaan untuk merangsang mereka untuk berpikir dan memikirkan apa yang perlu buat mereka.

Mengapa Orang Tua Mengabaikan Anak?

Dokpri
Dokpri

Dalam  kehidupan sehari-hari ketika anak nakal dan tidak berpresatsi acapkali yang disalahkan orang tua  adalah guru.  Padahal guru mendidik banyak anak, karena itu  guru sangat terbatas memperhatikan anak kita.  Orang yang tidak memiliki batas merawat dan memperhatikan anak adalah orang tua. Jadi kunci utama dan terutama adalah orang tua.  Peran guru adalah menambahkan ilmu pengetahuan (kognitif). Syukur jika guru bisa menambah  afektif dan perkembangan motorik  anak kita. Kalau orang tua bisa menambah kognitif, afektif dan motorik sesuai kebutuhan umur. Orang tua sesukanya mau mendidik seperti apa. Otoritas tertinggi untuk mendidik adalah orang tua.

Mengingat otoritas tertinggi untuk mendidik anak adalah orang tua, maka semua orang tua harus belajar cara mendidik anak dengan baik. Guru di sekolah sebenarnya hanyalah tambahan untuk belajar secara komunitas. Di sekolah belajar ilmu pengetahuan sekaligus  terbentuk pelajaran hubungan sosial dengan  teman-teman sebayanya. Di rumah belajar  hubungan sosial sulit karena  tidak memiliki teman. Pelajaran di sekolah itu  diajarkan  bagaimana cara mengikuti aturan umum. Aturan umum di sekolah. Belajar memenuhi aturan bersama  tidak bisa dikerjakan di rumah. Hal inilah kelemahan pendidikan daring yang sekarang lagi berlangsung. 

Kelebihan pendidikan  di sekolah adalah anak-anak dilatih untuk taat terhadap aturan umum/aturan sekolah.  Anak-anak secara  otomatis belajar hubungan sosial dengan teman-temannya. Mereka bisa berdialog dan bercerita satu sama lain sehingga muncul saling berempati.   Di sekolah juga diajarkan sportivitas dan saling jujur sesama teman dan akan menjadi kenangan di hari esok.  Bahagia mereka ada di sekoalah. Bahagia di sekolah itu  yang hilang selama pandemi. Bahagia yang hilang itu kita ganti dengan anak-anak kita berjumpa di lapangan terbuka.  Tentu saja berjumpa dengan orang yang dikenal dan percaya bahwa mereka bebas dari Covid19.

Kehilangan bahagia anak-anak bersama temannya yang hilang harus kita sadari maka kita harus kompensasi.  Kompensasinya bisa berjalan-jalan ke alam terbuka bersama temannya yang kita kenal. Mereka bisa bermain bola,  dan berbagai jenis mainan yang  mereka suka. Orang tua harus kondisikan keadaan agar menutupi momentum bahagia mereka selama di sekolah.   Dalam rangka kompensasi bahagia mereka di sekolah maka  beberapa orang tua harus komitmen menjaga kebersamaan  untuk mempertemukan anak-anak untuk bermain.  Bermain adalah kebutuhan mutlak anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun