Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Pulanglah Kalau Rindu Papa

25 Oktober 2020   07:16 Diperbarui: 25 Oktober 2020   07:24 241
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika operasi, anak diangkat dan resikonya kemungkinan cairan masuk ke paru-paru. Resiko itulah yang dialami putri saya. Sepuluh hari kemudian, anak saya sembuh dan anak saya kami bawa pulang ke rumah.

Anak saya tumbuh dan berkembang dengan baik.  Putri kami membuat hidup kami penuh makna. Sejak TK jika ada pertandingan selalu juara. Mulai dari pertandingan menanam padi, nilai yang selalu sangat bagus. 

Putri saya sangat serius dalam semua hal.  Berbeda dengan ayah dan ibunya yang cuek.  Dia senang jika membawa hadiah karena prestasinya. Prestasi di gereja dan sekolah. Ketika menerima rapor dari sekolahnya dia selalu bawa piala.

Beberapa waktu lalau, saya tidak pulang karena bekerja di luar kota sekitar 2 bulan. Saya menelponnya. Saya ungkapkan dalam telpon bahwa saya rindu. Dengan tegas putriku menjawab, " pulangkah kalau rindu", sudah iya pa katanya langsung menutup telpon.  

Setelah  telpon itu ditutup, saya langsung pesan tiket untuk segera pulang.  Besoknya, saya pulang dan kami  pergi makan malam bersama istri dan abangnya.

Kedua anak saya memang lebih dekat dengan ibunya. Saya maklum, karena ibunya pandai membangun komunikasi. Tetapi, istri saya cerita bahwa  putri saya mengajari abangnya jika ingin sesuatu yang dikategorikan mahal bilang papa.   

"Bang, kalau belikan sesuatu yang mahal jangan bilang mama. Bilang saja papa, pasti beres. Begitu caranya bang" kata istri saya menirukan  perkataan istri saya.  

Putri saya itu menurutku rajin, ulet dan tau diri. Dia tidak pernah meminta yang bukan kebutuhan mendesak.  Jika saya mengantarnya sekolah, tidak mau menerima uang jajan.  "Ini uang jajan, nak." "Ngak perlu papa", jawabnya.  Saya itu lelah kasih uang jajan sama kedua anak saya.  Mereka memang mau membeli yang perlu saja.

Suatu ketika, putri saya memanggil saya papi. Saya bilang, geli dipanggil papi.  Saya ini orang kampung, ketika saya kecil di desa ada anak Jakarta atau anak yang berasal dari kota memanggil ayahnya papi, geli telingaku mendengar. 

Putriku mengatakan, "aku ingin sekali memnaggil papi.". Menurutnya, kawan-kawannya yang panggil papi itu keren.  Keren bangat panggilan papi, katanya.  Sejak itu, saya pasrah saja dipanggil papi. Lama kelamaan asyik juga dipanggil papi.  Akhir-akhir ini, putri saya kembali panggil papa.

Dalam hal mendidik, saya itu bingung. Apa yang mau saya didik ke putri saya?. Secara alamiah dia sangat baik.  Di sekolah pintar, tugas-tugasnya di sekolah, di tempat kursus dikerjakan dengan baik dan selalu terbaik. Dia justru mengajari saya agar peka kepada perasaan perempuan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun