Putri cantikku lahir 29 Mei tahun 2009  sore hari.  Setelah  operasi selesai saya mencari tempat makan karena sudah lapar menunggunya sejak pagi di Rumah Sakit (RS).  Hanya beberapa menit makan, saya menerima telpon dari perawat bahwa anak saya  bermasalah.Â
Kakinya membiru, karena itu putri saya harus dirawat di ICU. Lemas rasanya. Besonya, anak saya dirujuk ke rumah sakit lain yang memiliki fasilitas yang lebih baik. Sebelum dirujuk ke RS lain, saya mengundang pendeta untuk membaptis untuk penyerahan diri kepada Tuhan secara total.
Saya mengantarkannya ke RS di Jakarta dan meninggalkan ibunya di RS Tangerang. Anak saya diantar pakai Ambulance yang didalamnya saya, putri saya dan perawat. Di dalam ambulance yang membunyikan sirena itu hatiku perih dan sore hari pula.Â
Sore hari itu macet di jalan menuju Jakarta. Saya bersyukur karena Ambulance berjalan dengan lancar karena kebaikan hati para pengendara mendahulukan kami.
Tiba di rumah sakit rujukan berbagai kendala ditemukan. Administrasinya terlalu bertele-tele. RS rujukan lebih mengutamakan admin daripada mengutamakan keselamatan nyawa anak saya. Â Padahal, administrasi bisa diperbaiki. Â
Pihak RS terlalu kuatir saya tidak memiliki uang. Mungkin tampang saya tak meyakinkan memiliki uang. Â Dalam urusan administrasi ketika itu sangat tidak beradab. Â Semoga tidak terjadi kejadian semacam itu ke siapapun di negeri tercinta.
Ketika administrasi selesai, anak saya di rawat di ICU. Pelayanan RS sangat baik. Dokter-dokternya ramah dan dijelaskan kepada kami mengapa terjadi.Â
Dokter menceritakan bahwa anak saya paru-parunya penuh cairan.  Cairan masuk paru-paru merupakan resiko anak  hasil operasi. Secara normal anak lahir dari vagina.Ketika lahir anak itu  turun kebawah dan menangis. Ketika turun kebawah dan menangis itulah cairan keluar.Â