Idealnya pemimpin itu adalah seorang tokoh masyarakat. Seorang tokoh masyarakat masa lalunya memiliki kesan dan dampak yang luar biasa kepada keluarga, kolega dan jasanya kepada umum.Â
Dampak dan jasanya itulah sejatinya ditulis sebagai kesaksian ketika kampanye oleh keluarga, kolega, tetangga, tokoh masyarakat lain yang mengenalnya sebagai bukti integritas, kapasitas, kepedulian dalam hal sederhana maupun besar, kepekaan sosial, jiwa kebangsaan, dan semua kontribusinya dituliskan dalam bentuk endorsement.
Menjelang Pemilihan Kepala Daerah 9 Desember 2020 saya belum melihat Paslon yang menuliskan kesaksian (endorsement) sebagai alat bantu kampanye. Padahal kesaksian itu sangat dahsyat untuk memengaruhi pemilih.Â
Kesaksian itu dapat berasal dari tokoh politik seperti ketua Partai Politik (Parpol), pengamat politik, aktivis, pengamat ekonomi, pengamat sosial, pengamat lingkungan, pengamat pendidikan, pengusaha, artis, guru, petani, pedagang, anak yatim, penggiat pariwisata dan berbagai elemen dari masyarakat.
Isi kesaksian itu adalah kesan atau opini masyarakat yang mengenalnya. Tokoh agama juga boleh memberikan kesaksian kepada kandidat.
Isi kesaksian tokoh agama itu adalah tentang kejujuran, kepedulian, keteraturan beribadah, kesalehan dan kenangan tokoh agama itu kepada kandidat. Tokoh agama itu bisa menuliskan kesan kepada kandidat sejak mengenalnya dan komitmen apa yang dimilki kandiadat selama dikenalnya.
Jika kandidat petahana, maka isi kesaksian yang paling baik adalah cerita bawahan birokrat selama dia memimpin. Hal ini akan sulit, karena posisi Aparatur Sipil Negara (ASN) tidak boleh berpolitik.
Sebetulnya boleh saja jika yang disaksikan adalah kesaksian seorang petahana yang tidak mau korupsi dalam hal kecil maupun besar. Dalam konteks inilah kita belum merdeka.Â
Kesaksian yang paling mendidik sebetulnya dari ASN di daerah maupun pusat soal perilaku petahana. Mereka yang paling objektif memberikan kesaksian tentang kejujuran, integritas petahana selama memimpin.
Kesaksian bisa saja dianggap sebagai pencitraan tetapi jika kesaksian itu diambil dari orang yang memiliki integritas, kejujuran dan komitmennya telah teruji kepada keadilan masyarakat, maka makna pencitraan akan berubah menjadi simpati.
Kesaksian yang didapatkan dari tokoh sekelas almarhum Gusdur (pernah berinteraksi atau sering berdiskusi), Syafii Maarif, dan tokoh tokoh berpengaruh sangatlah penting.