Dan, kecurangan itu adalah dampak dari hasil UN sebagai syarat kelulusan. Salah satu pendirinya adalah Denni B Saragih yang lama saya kenal ketika mahasiswa.  Saya membaca di surat kabar Kompas  akan aksi mereka melawan kecurangan itu. Saya menghubungi Denni B Saragih untuk memberikan dukungan akan perjuangan mereka.  Denni B Saragih menulis di Kompas ketika itu dengan judul Kelulusan yang lancing.Â
Ketika diskusi  ke  diskusi, perjuangan  ke perjuangan, mereka  diundang acara Republik Mimpi  yang didirikan dosen Uiniversitas Indonesia (UI) Efendy Gazali. Mereka ramai-ramai diundang ke Jakarta dan mereka menginap di rumah kami.  Ketika menginap di rumah kami,  dan sayalah petujuk jalan menuju  acara televisi (TV)  itu. Â
Setelah tayang di televisi, wartawan pun ramai mencari mereka.  Para pemburu berita mecari mereka dan makin sering diundang TV tentang kesaksian dan perjuangan mereka. Selain pemburu berita surat kabar dan TV, juga  Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mengundang mereka untuk berdialog. Dalam prosesnya,  KAMG berkolaborasi dengan pakar Pendidikan, Forum Guru Indpenden Indonesia  (FGII) untuk berjuang agar UN tidak menjadi penentu kelulusan.
Saya mau anak saya diluluskan oleh guru anak saya yang saya kenal. Â Sophi menjelaskan filosofi pendidikan. Saya kaget benar akan pernyataan itu. Â Artis cantik sekaligus ahli filsafat. Komisi X DPR RI ketika itu mendukung perjuangan KAMG, FGII dan berbagai Komunitas yang hadir. Semua kegiatan dliput media nasional dan berbagai media.
Perjuangan KAMG terus berlanjut  khususnya ketika UN. KAMG membuktikan bahwa kecurangan itu masif dan sistemik. Kecurangan itu melibatkan pejabat dan guru. Bahkan ada pejabat yang ke penjara karena kasus dana terkait dana UN.  Karena perjuangan KAMG, guru yang aktif di KAMG dipecat dan  tidak ada sekolah yang menerima mereka.Â
Akibatnya, guru yang tidak diterima lagi menjadi guru kuliah S2 dan sebagian lagi mencari tempat mengajar di daerah lain. Â Perjuangan itu kini membuahkan hasil, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menghapus UN. Perjuangan yang teramat Panjang dan senang perjuangan sudah mencapai hasilnya.
Komunitas yang  hampir tiap hari  berinteraksi adalah Komunitas karena kebutuhan anak  di perumahan kami. Ketika kami orang tuanya sudah dilihat rutin bertemua  dan anak-anak kami yang laki-laki sama-sama suka bola lapangan dan futsal maka anak laki-laki kami membentuk tim PSM. Â
Kata mereka PSM itu singkatan dari Pasaribu, Sirait dan Manurung. Kumpulan marga-marga yang ada. Nama WhatsApp Group (WA Group) pun Namanya PSM.  Komunitas ini berdiri tahun 2014 yang lalu. Kami mencari orang tua yang anaknya seusia dengan anak kami. Cocok pula anak laki-laki kami yang sudah masuk Sekolah  Sepak Bola (SSB)  sejak usia 6 tahun dan putri kami cocok dengan anak-anak mereka.