Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Memilih Pemimpin dengan Bantuan Taksonomi Bloom di Pilkada 2020

20 September 2020   00:07 Diperbarui: 20 September 2020   06:33 1182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia Pendidikan tiga kata  yaitu pengukuran, penilaian dan evaluasi adalah kata yang terus menerus dikerjakan. Apa yang diukur, dinilai dan dievaluasi?

Secara teori tujuan  pendidikan itu  diklasifikasikan  Bloom  menjadi tiga taksonomi yaitu  kognitif, afektif dan psikomotorik  siswa. 

Dari tiga klasifikasi  inilah yang dinilai apakah proses pendidikan berjalan dengan baik atau tidak.  Tiga  taksonomi itu berlaku di dunia Pendidikan.

Bagimana jika taksonomi Bloom kita gunakan untuk memilih dalam Pemilihan Pilkada 9 Desember 2020? Bagaimana kognitif, afektif dan psikomotorik para Calon yang akan kita pilih?.  Bagaimana cara menilainya?. 

Tulisan ini  mengajak kita untuk melihat Calon-calon yang akan kita pilih. Untuk memudahkan impelementasi taksonomi Bloom  saya  mengambil contoh Pilkada Samosir  yang hampir dipastikan menampilkan tiga pasang kontestan karena sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU)  dan hanya menunggu pengumuman KPU.

Di Pilkada yang lain, pembaca dapat mencocokkan taksonomi Bloom untuk memberikan penilaian siapa yang terbaik untuk dipilih.

Secara teoritis, menurut taksonomi Bloom,  tujuan pendidikan dibagi ke dalam tiga domain, yaitu:

  • Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan keterampilan berpikir.
  • Affective Domain (Ranah Afektif), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi, dan cara penyesuaian diri.
  • Psychomotor Domain (Ranah Psikomotor), berisi perilaku-perilaku yang menekankan aspek keterampilan motorik seperti tulisan tangan, mengetik, berenang, dan mengoperasikan mesin.

Dari tiga  domain ini jika kita  bandingkan dengan  pasangan Vandico Timoteus Gultom,  Marhuale Simbolon dan Rapidin Simbolon maka akan kelihatan sekali.  Mungkin pembaca bertanya, tidak satupun  yang saya kenal.

Bagaimana memberikan penilaian jika tidak satupun saya kenal?.  Jika pembaca yang akan memilih tidak mengenal, minimal pemilih mendengar dan membaca isu yang dilemparkan para kandidat.  Karena memahami pentingnya tiga domain kandidat yang dipilih maka para pemilih harus aktif mencari informasi tentang siapa yang akan dipilih.

Keaktifan inilah yang disebut pemilih cerdas. Ketika pemilih mau mencari informasi sebanyak-banyaknya dan kritis  terhadap informasi itu maka anda telah disebut pemilih rasional dan cerdas.

Dalam rangka siapa yang dipilih  dalam Pilkada 9 Desember 2020, maka kita bedah isu dan perilaku tiga kandidat di Samosir yaitu pasangan Vandico Gultom-Martua Sitanggang,  Marhuale Simbolon-Guntur Sinaga dan Rapidin Simbolon-Juang Sinaga. Dalam konteks pembahasan ini  akan dibahas Calon Bupati saja agar memudahkan kita. 

Sebab tulisan ini hanyalah memudahkan pembaca untuk menggunakan taksonomi Bloom untuk membantu para pemilih untuk memilih yang terbaik  pada tanggal 9 Desember 2020.  Sebab, dalam penerapan  Taksonomi Bloom dalam politik akan  berbeda dengan penerapan dalam dunia Pendidikan.

Dalam konteks politik, ada perhitungan lain bagi pemilih seperti  tingkat elektabilitas yang akan kita pilih. Jika kita pilih  kandidat yang terbaik, ternyata peluang terpilihnya rendah, maka pilihan kita tidak begitu berdampak terhadap kebijakan pemerintah yang akan memimpin anda di daerah.  Jadi, suka atau tidak suka maka pertimbangan tingkat elektabilitas harus  menjadi pertimbangan penting.

Jika kita melihat Vandico Gultom dengan usianya yang  masih 28 tahun  berani maju menjadi Calon Bupati dengan dukungan   mayoritas partai  dengan posisi 17 kursi dari 25 kursi di DPRD Samosir adalah spektakuler.

Ketika menyeleseikan skripsinya dari Institut Teknologi  Sepuluh November (ITS), Vandico sudah memilih Samosir sebagai tempat penelitian.  Alasan memilih Samosir sebagai tempat penelitian sudah bagian dari afektif Vandico.

Dengan kata lain,   sudah ada pergumulan dihatinya untuk Samosir. Vandico memulai dari memilih Samosir  sebagai tempat penelitiannya.  Judul penelitian dalam skripsinya adalah, " Studi Kelayakan Perubahan Status Jalan Provinsi  Menjadi Jalan Nasional  Dengan Hirarki Arteri Primer  Ditinjau  dari    Segi Dampak ekonomi  di  Ruas Jalan Tele-Pangururan Kabupaten Samosir.

Sejak mahasiswa Vandico Gultom sudah tertarik dan membangun hubungan emosional.   Topik penelitian ini sangat menarik  dan perlu menjadi  pemikiran bagi pengambil kebijakan apakah status jalan berpengaruh terhadap ekonomi rakyat.

Vandico Timoteus Gultom menjadi fenomenal karena diusinya yang sangat muda langsung tertarik ke politik dan mau menjadi pelaku politik.  Sebab, banyak anak-anak milenial  seperti Vandico lebih memilih kepada kenikmatan hidup di kota dan berkeliling ke luar negeri untuk menikmati hidup.

Pertanyaannya adalah mengapa Vandico Timoteus Gultom selama pandemi  keliling Samosir untuk bercakap-cakap dengan rakyat?

Dengan bangganya  Bersama rakyat ke desa-desa tanpa henti.  Tidakkah Vandico bisa menikmati kota dengan kenyamanannya?.  Selama di Samosir Vandico Gultom  meninggalkan kenyamanannya di kota dengan Bersama rakyat dengan segala konsekuensinya.

 Isu yang dilemparkan Vandico Gultom  adalah bahwa  Pemerintah Samosir (Pemkab)  Samosir jangan mengandalkan Anggaran Pendapat Belanja Daerah (APBD).  Isu yang disampaikan  Vandico Gultom sangat menarik, sebab selama ini kesan pekerjaan Pemkab Samosir adalah hanya untuk menghabiskan APBD saja.

Jika paradigma Pemkab dengan seluruh SKPD nya hanya menghabiskan APBD maka Samosir tidak bisa bergerak. Para Aparatur Sipil Negara (ASN)  rajinpun ke kantor jika anggaran sudah habis maka kerajinan hanyalah kesiasiaan. Itulah yang terjadi sehingga Samosir tidak dapat bergerak.   Sejatinya, Pemkab harus kreatif mengelola seluruh aspek.

Jika Pemkab kreatif dan mengoptimalkan jejaring, maka berbagi pihak dapat diajak untuk bekerjasama. Syaratnya, Pemkab dapat dipercaya.  Banyak Lembaga yang mengurungkan niat bekerjasama dengan Pemkab  tertentu karena tidak dapat dipercaya.

Jadi, gagasan Vandico Gultom agar Pemkab  tidak mengandalkan APBD adalah  kebutuhan yang sangat mendesak (Urgen).

Bagaimana dengan kandidat Laksaman (Purn) Marhuale Simbolon?.   Marhuale Simbolon secara konginif, afektif dan psikomotorik pasti sangat baik. Mengapa?. Tidak mungkin mencapai pangkat Laksamana  jika  ketiga hal itu tidak istimewa. Persoalanya adalah pilihan  jalur  Independen  adalah pekerjaan yang teramat sulit.

Tidak mudah bagi jalur independen untuk membangun jejaring relawan untuk sosialisasi  dan membangun struktur  mengawal di setiap TPS.  Lain halnya dengan Vandico  Gultom yang dengan mudah  membangun struktur relawan karena partai-partai pendukung semuanya sudah mapan secara struktur organisasinya. Kuncinya hanya cara Vandico mengelola komunikasi dengan  partai pendukung dan realawan. 

Namun, peluang Marhuale ada dengan catatan kerja keras dan membutuhkan biaya yang cukup banyak  untuk kebutuhan relawan. Tentu saja bisa diatasi jika relawan Marhuale Simbolon betul-betul  kerja keras.

Marhuale Simbolon pernah saya sebut, secara kualitas menjadi Gubernur Sumut pun layak. Tetapi, jalur Indpenden menjadi tantang tersendiri baginya. Apakah Marhuale akan mencatat sejarah?.  Hanya waktu yang menjawabnya. Kita harus sadari bahwa politik tidak hanya kualitas, tetapi siap pendung menjadi kunci pemenangan. Dalam menjalankan pemerintahanpun,  dukungan politik salah satu kunci yang teramat penting.  Keliru jika dukungan politik di  parlemen dianggap tidak penting. 

Bagaimana dengan petahana Rapidin Simbolon dilihat dari taksonomi Bloom?. Dalam tulisan ini saya tidak melanjutkan karena dalam rekam jejaknya pernah curang. Kecurangan itu adalah melakukan tindak pidana pelanggaran  Undang-Undang Perlindungan Konsumen.  Bagaimana mungkin hak orang miskin dicurangi?

Bagi saya, sejatinya  orang yang pernah  dipidana karena berbuat curang tidak layak menjadi pemimpin.   Rapidin Simbolon lulusan Institut  Keguruan dan Ilmu  Pendidikan (IKIP)    pasti belajar dasar-dasar Ilmu Pendidikan.

Dalam dasar-dasar Ilmu Pendidikan jelas bahwa jika ada siswa yang curang tentu saja didiskualifikasi. Jika siswa saja tidak diluluskan karena curang, mengapa kita memilih yang curang menjadi Bupati?

Dalam konteks perjalanan bangsa kita, ketika konstitusi memberikan kesempatan kepada mantan narapidana menjadi calon pemimpin pun sudah terjadi friksi yang sangat tajam.

Semoga tulisan ini dapat membantu pembaca  dalam memilih dengan bantuan taksonomi Bloom. Selama ini taksonomi Bloom terkesan hanya digunakan ke siswa.

Kini, kita bisa gunakan untuk menilai siapa yang akan kita pilih agar yang kita pilih membuat kebijakan secara objektif untuk keadilan. Keadilan menjadi kunci kesejahteraan. Tidak ada damai dan sejahtera tanpa keadilan. Keadilan itu muncul dari kebijakan yang kita pilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun