Mohon tunggu...
Gurgur Manurung
Gurgur Manurung Mohon Tunggu... Konsultan - Lahir di Desa Nalela, sekolah di Toba, kuliah di Bumi Lancang Kuning, Bogor dan Jakarta

Petualangan hidup yang penuh kehangatan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Mumtaz Rais dan Potret Penumpang Pesawat Kita

15 Agustus 2020   13:24 Diperbarui: 16 Agustus 2020   14:49 2619
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perseteruan Mumtaz Rais dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango karena Muntaz Rais menelpon di dalam pesawat menarik perhatian publik.

Sikap Mumtaz Rais ketika ditegur Nawawi Pomolango yang refresif dapat menunjukkan bahwa selama ini Mumtaz begitulah perilakunya di pesawat bahkan dalam kehidupannya sehari-hari. Sebab, sudah jelas bahwa mengaktifkan telepon genggam di dalam pesawat melanggar UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang penerbangan.

UU larangan itu jelas dipublikasikan oleh maskapai bahkan setiap naik pesawat hal itu diumumkan. Apakah perilaku Mumtaz Rais merupakan potret penumpang pesawat kita?

Dalam UU No 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan sudah jelas mengatur bahwa seseorang yang mengaktifkan telepon genggam (handphone) maka pelakunya bisa dikenakan sanksi pidana dan denda.

Bunyinya lengkapnya adalah "Setiap orang di dalam pesawat udara selama penerbangan mengoperasikan peralatan elektronika yang mengganggu navigasi penerbangan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)." (pasal 412 ayat 5).

Di setiap kursi pesawat isi pasal itu ditulis secara jelas sekali. Selain ditulis dengan jelas, pramugari berulangkali mengumumkanya. Pramugari ketika kita dalam pesawat, secara personal pramugari mengingatkan secara lembut. Diumumkan ke seluruh penumpang, ke pribadi dan ketika mau landingpun diumumkan oleh pramugari agar telepon genggam boleh diaktifkan jika sudah sampai ke terminal.

Tetapi, dalam realitanya banyak penumpang pesawat mengabaikan pengumuman dan teguran itu. Bagi saya, penumpang semacam itu adalah manusia bebal. Dan, hakul yakin perilaku bebal itu tidak hanya ketika di pesawat, tetapi dalam kehidupan sehari-hari hampir dipastikan tidak peduli aturan.

Sikap Nawawi Pomolango adalah sikap terpuji dan patut kita contoh. Pengalaman saya naik pesawat berulangkali konflik dan perasaan tidak enak di dalam pesawat karena saya beberapa kali mengingatkan orang disekitar agar memahami UU penerbangan dan juga mendengar peringatan pramugari. Biasanya, mereka menjawab dengan sinis.

Walaupun, ada juga yang minta maaf. Mereka yang meminta maaf, biasanya menjelaskan bahwa mereka komunikasi dengan yang menjemput di bandara setelah landing. Ketika landing, komunikasi dengan yang menjemput. Pertanyaanya adalah apakah tidak bisa melakukan komuniaksi setelah di tempat yang diumumkan pramugari?

Mengapa kita harus tergopo-gopo, menjadi batu sandungan karena membuat penumpang yang lain jengkel, parmugari jengkel juga tetapi tidak kelihatan jengkel, melanggar UU dan kita bebrbahaya? Mengapa kita tidak memberi kontribusi yang terbaik kepada semua penumpang dalam pesawat?

Tahun 2005 ketika saya naik pesawat dari bandara Banjar Baru menuju Soekarno-Hatta, saya menegur seorang pemuda yang sibuk teleponan dalam pesawat. 

Saya ingatkan dengan lembut agar komunikasi dilanjutkan setelah di terminal Soekarno-Hatta saja. Anak muda itu marah dengan cara berlebihan. Padahal, pramugari sudah menegur berulangkali.

Dalam pikiran saya, kasihan juga pramugari melihat perilaku orang seperti itu. Demikian juga beberapa waktu lalu di Silangit, Tapanuli Utara, pesawat sudah dipacu jalur cepat, masih bertelepon dengan keluarganya. Sebuah tindakan menjengkelkan, bukan? Sampai detik ini, saya belum memahami mengapa perilaku banyak orang dalam pesawat dalam hal telepon genggam ini.

Penumpang pesawat itu sangat beragam. Ada yang belum pernah naik pesawat, ada yang takut naik pesawat. Jika mereka sudah takut, kemudian kita tambah perilaku yang melanggar aturan, mereka pasti makin ketakutan.

Mengapa kita tidak peka terhadap penumpang lain dan juga kita taat UU dan kontribusi kita memberikan suasana pesawat nyaman dan tentram? Bisakah anda bayangkan betapa runyamnya suasana di dalam pesawat ketika Mumtaz Rais konflik dengan Nawawi Pomolango?

Tips Memberi Kontribsi Nyaman dalam Pesawat

Setiap ada rencana naik pesawat, berangkatlah ke bandara dengan waktu yang cukup banyak. Ketika dalam kendaraan menuju bandara, komunikasi dengan orang-orang yang akan dijumpai di tempat tujuan.

Jika komunikasi belum selesai di dalam kendaraan menuju bandara, ketika di ruang tunggu atau di tempat minum kopi atau makan komunikasi ke setiap kolega, saudara atau ke semua handaitaulan diselesaikan. 

Jika hendak mau berangkat, bisa diinformasikan lewat medsos atau berbagai bentuk komunikasi. Dengan demikian, ketika masuk pesawat, kita fokus keberangkatan kita.

Dalam rangka menghindari kebosanan di dalam pesawat, terutama menunggu keberangkatan, buku-buku bacaan menarik dapat disiapkan. Sehingga, pikiran kita dapat terkontrol dengan baik. 

Fokus keberangkatan saja. Atau, bisa saja mengajak orang disekitar kita untuk mengobrol. Tetapi, karena suasana Covid19, berbincang dengan orang sekitar agak berkurang.

Demikian juga setelah landing, tetaplah taat terhadap aturan. Semua kita harus melatih diri juga untuk taat UU. Melatih diri untuk terbiasa taat terhadap UU membiasakan kita hidup nyaman dan tenteram.

Kita harus sadar bahwa mengaktifkan telepon genggam dalam pesawat adalah tindakan pidana. Jika kita mengaktifkan telepon genggam di dalam pesawat, jika dibawa kepengadilan, maka kita terpidana. Hanya, karena tidak diadili saja maka kita merasa orang baik-baik. Jika dibawa ke pengadilan, maka saksi hukumnya menjadi terpidana atau denda Rp 200.000.000,-.

Manusia ingin hidup sejahtera. Makna sejahtera dapat diartikan jika hidup kita teratur. Sejahtera jika kita berkontribusi yang terbaik dalam segala aktivitas kita. Hidup teratur mensejahterakan diri dan orang lain. Tidak ada orang sejahtera jika hidupnya tidak teratur dan taat hukum.

Bisa saja lolos sekali, dua kali dan tiga kali. Pada titik tertentu akan mempermalukan dirimu seperti Mumtaz Rais itu. Kesalahannya diketahui public. Betapa malunya, bukan?. Malu pada diri sendiri, keluarga dan teman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun