Mohon tunggu...
Guntur Widyanto
Guntur Widyanto Mohon Tunggu... Lainnya - #MembumikanImigrasi

Immigration Analyst | Communication Lecturer | Gratitude is pure happiness. Happiness is sure perfection.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Urip Iku Urup"

15 April 2020   13:46 Diperbarui: 15 April 2020   13:48 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu pesan penting dari ibu yang selalu saya ingat sampai saat ini adalah membiasakan diri untuk selalu berbagi dengan sesama. Tidak peduli sesulit apapun masalah yang sedang menghampirimu. Tidak peduli bagaimana status sosial yang saat ini ada pada dirimu. Karena ternyata, kebesaran hati untuk selalu berbagi tidak selalu melekat kepada orang yang berlimpah materi. Pun demikian sebaliknya, tidak selamanya seseorang yang hidup penuh keterbatasan enggan menyisihkan rezekinya terhadap sesama.

Tepat 28 tahun yang lalu, ibu menerima lamaran dari seorang pria. Ya, dia adalah bapak saya. Seorang pria sejati yang terbaik yang pernah saya temui. Jangankan untuk menandingi, untuk sekedar menyamai saja saya tidak mampu. Potret sempurna seorang kepala keluarga yang dikirimkan Tuhan untuk saya teladani.

Bapak dan ibu tidaklah berbeda. Selalu mengajarkan kepada puteranya, saya dan adik laki-laki saya untuk selalu berbagi. Bedanya, ibu menyampaikan itu lewat pesan verbal, sementara bapak lebih memilih untuk mengimplementasikan lewat perilakunya. 

Mereka berdua tidak berasal dari latar belakang keluarga yang mapan. Ibu saya hanya seorang lulusan SMP yang harus putus impiannya untuk melanjutkan studi setinggi-tingginya karena ketidakmampuan perekonomian keluarga. Sementara itu, bapak adalah mantan seorang pengajar di salah satu sekolah dasar di kampungnya yang diberi upah mungkin hanya cukup untuk makan sehari-hari saja.

Keduanya berasal dari keluarga suku jawa yang memegang kuat adat-istiadat serta nilai ketimuran, sesuatu yang mungkin tidak banyak diketahui oleh generasi masa kini, termasuk saya. Dari semua nilai baik yang terkandung dalam budaya jawa, terdapat satu hal yang selalu menjadi pegangan hidup untuk saya, yaitu "Urip Iku Urup".

Memang terdengar sederhana, tetapi maknanya cukup mendalam. Melalui falsafah tersebut, setiap manusia diajarkan untuk memberikan manfaat bagi orang lain di sekitarnya. Semakin besar manfaat yang bisa diberikan, tentu akan lebih baik. Tetapi, sekecil apapun manfaat yang dapat diberikan, jangan sampai menjadi orang yang meresahkan masyarakat.

Itulah sebabnya, hingga saat ini saya tetap menjalankan profesi sebagai salah seorang dosen praktisi di salah satu perguruan tinggi swasta. Saya lebih senang menyebutnya sebagai "sebuah pengabdian hidup". Selain sebagai sarana untuk menyalurkan hobi, mengajar bisa menjadi tempat saya menghilangkan rasa lelah setelah satu pekan penuh bekerja. Dengan mengajar, minimal saya bisa menjaga dan terus memegang falsafah "Urip Iku Urup" tersebut.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun