Mohon tunggu...
Guntur Suyasa
Guntur Suyasa Mohon Tunggu... -

Saya pencinta tanaman, sejarah, filsafat,olahraga dan komik. Profesi saya pemandu wisata untuk wisatawan Prancis. Lahir di Bali, dan pernah tinggal lama di Yogyakarta. Suka menulis terutama saat musim "low season" pariwisata. Berlatih Yoga dan Chi Kung untuk kesehatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Untung Suropati dan Perbudakan

7 Januari 2011   03:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:52 5500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1294372129404399768

Sekelumit tentang Sejarah Bali : Perbudakan, Untung Suropati, dan Mengwi

Pulau Bali jatuh ke tangan Majapahit pada tahun 1343. Kaum Bali Aga yang merasa telah dicurangi sebelum dan sewaktu perang, terus memberontak sehingga Sri Kresna Kepakisan yang ditunjuk Tribuwana Tunggadewi sebagai raja vassal ingin pulang ke Jawa dan berniat menyerahkan kembali mandat yang diterimanya. Sebagai seorang yang berasal dari keluarga Brahmana Kediri, hatinya tidak tahan dengan pertumpahan darah yang dahsyat. Tribuwana Tunggadewi memilihnya karena leluhur sang mantan Brahmana masih ada hubungan darah dengan wangsa Warmadewa, penguasa lama Bali. Kresna Kepakisan disemangati Gajah Mada untuk tetap bertahta di Bali. Ia menyuruhnya untuk merangkul orang Aga dengan mempelajari kebudayaan mereka. Setelah mengadakan riset budaya, ia menemukan kesalahan-kesalahannya dan melakukan tindakan yang patut dipuji sejarah. Pertama-tama, ia sembahyang ke pura Besakih, pura yang dimuliakan orang Aga, di mana ia tak pernah sembahyang sebelumnya. Kemudian ia mengadakan upacara kremasi yang megah untuk menghormati raja dan para bangsawan Bali yang gugur dalam invasi Majapahit dan memuliakan juga mereka sebagai leluhur, dan merekrut orang Aga dalam pemerintahan. Sejak itu, pulau Bali berangsur-angsur aman dan terjadilah pernikahan campuran antara orang Aga dan orang Bali Majapahit. Bali menjadi pulau yang aman, bersatu, dan relatif sejahtera. Kejatuhan Majapahit ke tangan Demak pada abad ke-15 yang diiringi oleh migrasi sebagian orang Majapahit ke Bali, membuat Bali mencapai kejayaan. Ia menjadi pulau merdeka yang bersatu dan mendapat limpahan kekayaan ide dan seni budaya yang dibawa para imigran. Dan tokoh-tokoh besar muncul, diantaranya raja Dalem Waturenggong.Di balik semua legenda tentang Dalem Watu Renggong , ia adalah seorang raja yang mementingkan persatuan. Panglima tertingginya adalah mahapatih Ularan seorang Aga yang masih keturunan mahapatih Bali jaman dinasti lama; Ki Pasung Grigis.Kekuasaan kerajan Bali Gelgel meliputi Blambangan, Lombok, dan Sumbawa. Dengan wafatnya Waturenggong, Bali melemah. Para keturunannya tak secakap sang raja bijak. Daerah koloni melepaskan diri satu persatu, bahkan Bali sempat diserang Mataram, era Sultan Agung, pada 1639. Namun invasi bisa dipukul Patih Jelantik Bogol secara dini di pantai Kuta. Pada akhirnya pada akhir abad ke -17, karena sebab yang kompleks, Bali terpecah menjadi beberapa kerajaan. Kerajaan terbesar adalah Buleleng yang beribu kota di Singaraja, dengan raja legendaris Ki Barak Panji Sakti keturunan Patih Jelantik. Untuk mencegah serangan Mataram ke Bali, ia yang mewarisi cita-cita besar raja-raja Bali sebelumnya, menginvasi Blambangan. Pasukan Truna Goak -nya berhasil menaklukkan Blambangan di ujung timur Jawa. Kerajaan Mataram yang sedang berekspansi ke barat memandang musuh dari timur membuat posisinya terjepit, memutuskan memberi tanda perdamaian. Ki Barak dihadiahi seekor gajah Sumatra sebagai hewan tunggangan dan kesayangan. Sesungguhnya, ia yang kehilangan putra kesayangannya dalam pertempuran Blambangan, telah kehilangan semangat. Kesedihan membuatnya menarik diri dari kehidupan duniawi dan kemudian hidup bagai seorang pertapa. Ambisi dan harapannya diwariskannya kepada iparnya yang cakap, Anak Agung Putu, raja Mengwi yang kerajaannya kedua terbesar setelah Buleleng. Ia menjalin persahabatan dengan bangsawan-bangsawan Blambangan yang pro Bali, tidak menjalankan pendudukan. Pada akhirnya "Lelanang Jagat" di pulau Jawa adalah Belanda. Dan disinilah terjadi hubungan unik antara Belanda dan Bali. Masa terpecahnya Bali adalah lembar suram dalam sejarah Bali. Kerajaan-kerajaan saling bersaing secara militer. Perang tak hanya terjadi antara kerajaan, tapi bisa terjadi antara kerajaan dengan sebuah desa yang kuat yang bisa jadi akan menjadi kerajaan jika bertumbuh. Raja-raja Bali mengekspor orang-orang yang tak mampu membayar hutang kepada raja, para pemberontak taklukkan, dan para prajurit musuh yang tertangkap sebagai budak. Budak adalah ekspor utama Bali selain beras. Bali menjadi pusat penyuplai budak belian, Sebagian budak belian Bali itu sebenarnya bukan orang Bali saja tapi juga orang-orang dari dari pulau-pulau di timurnya, yang dijual dengan perantara lanun dan orang bahari Bugis. Karena berpengalaman militer, budak asal Bali banyak yang direkrut sebagai tentara kolonial dalam politik ekspansinya. Pemerintahan kolonial Belanda mendatangkan banyak buruh Tionghoa untuk bertambang di Sumatra, bekerja di Batavia, dan tempat-tempat lainnya. Mula-mula yang datang hanya kaum prianya sehingga mereka terpaksa menikahi budak-budak belian. Mereka cenderung memilih budak dari Bali dan Nias dengan pertimbangan bahwa mereka mau memasak daging babi. Sebagian lelaki dan perempuan Bali di masa ini jatuh bagai pariah dan mereka ada yang diekspor hingga jauh ke Afrika, ke Bourbon (sekarang disebut l'ile de Réunion ), pulau koloni Perancis. Batavia jaman dulu adalah tempat bertemunya berbagai ras dan suku. Orang dan budaya Betawi modern adalah hasil perpaduan berbagai suku, ras, dan budaya. Pengaruh kebudayaan Bali pada kebudayaan Betawi antara lain tari Ondel-Ondel yang diinspirasikan oleh tari "Barong Landung" (patung tinggi besar dari kertas dan bambu berbentuk manusia yang ditarikan) serta pemakaian akhiran –in dalam bahasa Betawi. Misalnya main(-in), dimandi(-in), dikadal(-in). Pada akhirnya orang Belanda berhenti mengekspor budak Bali karena mereka kerap berontak. Dan pemberontakan terbesar adalah pemberontakan Untung Suropati. Menurut Babad Tanah Jawa, sejak muda ia telah menjadi budak belian. Pertama-tama, ia diperbudak oleh van Beber yang kemudian melegonya kembali kepada Moor. Majikan kedua ini merasa kehidupan dan karirnya membaik sejak memiliki si budak, untuk itu ia menamainya Untung. Tapi Untung kemudain menjalin cinta dengan Suzane, anak majikannya dan ketahuan . Ia lalu dipenjara, namun berhasil meloloskan diri beserta kawan-kawannya. Bagai Spartacus di jaman Romawi, ia mengumpulkan para budak dan gelandangan Bali untuk membentuk gerombolan yang kerap menyerang patroli dan kepentingan-kepentingan Belanda. Ia diburu oleh kapten Ruys namun perwira ini malah menawarinya menjadi serdadu Belanda seperti banyak budak Bali lainnya. Saat itu Belanda sedang berupaya menaklukkan Banten. Untung dan kawan-kawannya bersetuju. Setelah dilatih militer, karirnya terus menanjak hingga mencapai pangkat Letnan. Untung beserta pasukannya kemudian ditugaskan untuk melucuti senjata Pangeran Purbaya , pangeran Banten, yang berniat menyerahkan diri ke Tanjungpura namun hanya mau menyerah kepada tentara kolonial pribumi. Dalam upacara penyerahan diri, pasukan Belanda totok pimpinan Vaandrig Kuffeler bertingkah arogan dan memperlakukan sang pangeran dengan kasar. Untung tidak terima dengan hal ini dan terjadilah pertengkaran antar kedua pasukan yang berujung pertempuran. Pasukan Untung menghancurkan pasukan Kuffeler di sungai Cikalong pada 28 januari 1684. Pangeran Purbaya tetap berniat menyerahkan diri ke Tanjungpura. Sang istri, Gusik Kusuma, tidak mau menyerah dan memilih untuk kembali ke rumah orangtunya di Kartasura. Dalam pelarian menuju Kartasura berkali-kali Untung menghancurkan tentara Belanda. Setiba di Kartasura, ayah Gusik Kusuma, Pangeran Nerangjaya yang sangat anti VOC menikahkan putrinya dengan Untung. Bahkan atas loby mertuanya, Sultan Amangkurat I Mataram mengangkat Untung sebagai bupati Pasuruan.Sambil menjalankan pemerintahan dengan gelar Adipati Wironegoro, Untung tetap berperang dengan Belanda. Pada tahun 1699,kekuasaannya sudah mencapai Madiun. Sedangkan Blambangan dibawah pengaruh Mengwi dan wilayah Mengwi bahkan sudah mencapai Probolinggo. Terbentuklah aliansi antara Untung Suropati, Blambangan, dan Bali (Mengwi). Mataram bergejolak, Pangeran Puger merebut tahta dibantu oleh Belanda dan memakai gelar Pakubuwono I . Amangkurat III, tidak terima dan bergabung dengan pasukan Untung Suropati di Pasuruan. Belanda kemudian bersekutu dengan kekuatan Cakraningrat II yang merasa kekuasaannya di Surabaya dan Madura terancam oleh aliansi Untung Suropati. Gabungan tentara VOC, Pakubuwono, dan Madura lambat laun mendesak Untung Suropati. Amangkurat III memutuskan untuk menyerah kepada Belanda. Kemudian Belanda meneruskan serangan ke jantung pertahanan Untung di Pasuruan setelah satu persatu merebut benteng-bentengnya. Dalam pertempuran Bangil, 1706, Suropati gugur. Gugur sebagai seorang raja bukan sebagai budak. Perjuangannya diteruskan oleh istri dan anak-anaknya, walau perlawanan mereka tak segemilang Untung. Ketika aliansi Blambangan, Untung, dan Mengwi berada di puncak kejayaan, Mengwi melantik Mas Purba dengan gelar Pangeran Danurejo sebagai raja Blambangan pada 1697. Ia memiliki dua istri. Istri pertamanya adalah salah satu putri Untung dan istri keduanya adalah putri dari Mengwi. Ia meninggal pada tahun 1736, jauh setelah kematian mertuanya Untung Suropati. Ia digantikan anaknya dari istri pertama yang bernama Mas Nuyang atau Mas Jingga dengan gelar Danuningrat . Walaupun diangkat oleh Mengwi, ia merasa lebih nyaman bergabung dengan Belanda yang menurutnya lebih kuat.Kemudian ia membunuh Rangga Satata, perwakilan Mengwi, dan melarikan diri dari Blambangan untuk meminta perlindungan VOC. Karena ia cucu Untung Suropati, Belanda setengah hati menerimanya dan cenderung mengabaikannya. Ia kembali ke Blambangan dan ditangkap oleh pasukan Mengwi, dibawa ke Bali, lalu dieksekusi di pantai Seseh pada 1764. Belanda akhirnya menyerang Blambangan melalui Banyualit pada 1767 dan merebutnya dari penguasaan Mengwi dengan mudah. Wong Agung Wilis, anak Danurejo dari istri kedua kembali dari Mengwi. Ia pertama-tama mengaku mau bekerja sama dengan Belanda dan diijinkan tingal di rumah saudara tirinya Pangeran Pati. Tapi dengan diam-diam, dengan popularitasnya, ia mampu menarik hati rakyat Blambangan dari berbagai etnis untuk berontak melawan Belanda. Tentaranya terdiri dari orang Bugis, Mandar, Tionghoa, dan Bali. Dengan bantuan finansial dari Mengwi, 6000 pasukan, dan persenjataan bantuan Inggris pada tahun 1768 ia merebut benteng Banyualit. Di waktu yang sama wabah penyakit berjangkit dan menimbulkan ribuan korban nyawa. Belanda mengurungkan niat merebut kembali benteng untuk sementara. Akhirnya dengan bantuan Surakarta dan Madura, pada akhirnya Agung Wilis berhasil dikalahkan lalu dibuang ke Banda. Dari pengasingannya ia berhasi melarikan diri ke Seram, kembali ke Mengwi dan mati karena usia lanjut tahun 1780. Pada akhirnya, satu persatu kerajaan Bali ditaklukkan Belanda. Buleleng yang didukung Karangasem, Klungkung, dan Mengwi bertahan selama 3 tahun, diserang 1846 dan benar-benar kalah dengan jatuhnya benteng Jagaraga pada 1849. Mengwi mengalami pelemahan sejak kekalahan di Blambangan dan akibat konflik internal. Pada akhirnya sebelum sempat berperang dengan musuh utamanya, Belanda, Mengwi jatuh ke tangan Badung yang dibantu Tabanan dan tentara Bugis pada tahun 1891. Badung yang pada abad ke-18 masih merupakan wilayahnya Mengwi, tidak memberikan perlawanan berarti kepada Belanda dan jatuh lewat perang puputan tanpa strategi militer yang baik pada 1906. Gianyar dan Bangli memilih bernaung di bawah Belanda tanpa kekerasan. Tabanan tidak membela Badung ketika diserang Belanda. Rajanya ragu antara memilih berperang atau mengambil posisi seperti Gianyar. Ia bunuh diri beserta pangerannya dalam tahanan Belanda. Reputasi Tabanan diselamatkan putri raja, Sagung Wah, yang sempat menghimpun rakyat untuk berperang walau akhirnya hidupnya berakhir di pengasingan di Lombok. Terakhir Klungkung jatuh lewat puputan pada 1908. `````` Bersatu kita teguh... =Tulisan di atas dulu semata saya tulis untuk keperluan bahan guiding saya dan iseng, jadi mohon dimaafkan kalau tidak ada catatan kaki, kutipan, dll. Sekedar tulisan sederhana , yang penting esensinya. thank's G. Suyasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun