retold by Benjamin Hoff
Dahulu kala, ada seorang pemotong batu yang tidak puas akan diri dan status sosialnya
Suatu hari, ia lewat di depan rumah seorang saudagar kaya dan melalui pintu gerbangnya ia melihat harta benda berharga dan tamu-tamu terhormat.
" Betapa berkuasanya saudagar itu!” bathin sang pemotong batu. Ia jadi sangat iri, berharap menjadi seperti sang saudagar. Dan ia tak perlu lagi hidup hanya sebagai seorang pemotong batu.
Alangkah kagetnya ia kemudian, tiba-tiba saja ia menjadi sang saudagar, menikmati lebih banyak kemewahan dan kekuasaan daripada yang pernah ia bayangkan sebelumnya, dicemburui dan dibenci oleh mereka yang kurang sejahtera dibanding dirinya. Namun tak lama kemudian seorang pejabat tinggi melintas, diarak di atas tandu, diiringi para bawahan, dan dipandu para serdadu yang memukul gong. Setiap orang betapapun kayanya, harus membungkuk ke arah iring-iringan itu.
" Betapa berkuasanya pejabat itu! Aku ingin jadi pejabat tinggi” bathinnya.
Lalu ia menjadi sang pejabat tinggi, ditandu ke mana-mana di atas sebuah tandu berkain sulam, ditakuti dan dibenci orang-orang di sekitarnya, yang harus membungkuk ketika ia lewat. Waktu itu, hari sedang gerah di musim panas, dan sang pejabat merasa tak nyaman berada di tandunya yang lengket. Ia melihat matahari. Ia bersinar dengan bangga di angkasa, tak terpengaruh oleh keberadaaan sang pejabat.
Betapa berkuasanya matahari!” bathinnya. “Aku ingin jadi matahari!”
Kemudian ia menjadi matahari, menyinari setiap orang di bawah dengan teriknya, memapar ladang-ladang, dikutuk oleh para petani danpekerja. Namun sebuah mega mendung besar berarak di antara dirinya dan bumi, sehingga cahayanya tak dapat lagi menyinari segala sesuatu yang berada di bawahnya
“Betapa berkuasanya awan badai itu!” bathinnya. “Aku ingin menjadi mendung!
Lalu ia menjadi mega, menutupi ladang-ladang dan desa-desa, diumpat semua orang. Namun dengan segera ia merasa dirinya didorong oleh sebuah kekuatan besar, dan kemudian mengetahui bahwa itu adalah angin.
“Betapa berkuasanya dia!” bathinnya. “Aku ingin jadi angin!”
Lalu ia menjadi angin, meniup jatuh genting-genting dari atap, mencerabut pohon-pohon, dibenci dan ditakuti semua yang berada di bawahnya. Tapi sejenak kemudian, ia menerpa sesuatu yang tak tergoyahkan betapa pun kuatnya ia meniupnya; sebuah batu raksasa yang tinggi menjulang.
“Betapa berkuasanya batu itu!” bathinnya. “Aku ingin menjadi batu!” Lalu ia menjadi sang batu , lebih kuat dari apapun di dunia ini. Namun ketika ia berdiri gagah, didengarnya bunyi palu yang menghantam sebuah pahat ke dalam karang keras dan merasa dirinya mengalami perubahan. “Apa yang lebih berkuasa dari aku, sang batu?” bathinnya. Ia melihat ke bawah dan tampak olehnya, jauh di bawah sana, sosok seorang pemotong batu.
==
disadur G. Suyasa dari buku Tao of the Pooh; Benjamin Hoff
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H