Akhirnya, kemarin, keinginan saya untuk pergi mengunjungi jembatan Bali kuno di perbatasan desa Sibang dan Dharmasaba terwujud juga. Berita tentang eksistensi jembatan yang jarang diketahui orang ini saya dapat dari beberapa media lokal Bali beberapa bulan yang lalu. Bali Post (11/11 2010) mengabarkan bahwa jembatan ini dibangun kira-kira 700 tahun yang lalu ketika kerajaan Badung menginvasi kerajaan Mengwi. Dan saat ini walau masih berdiri mengalami kerusakan sehingga perlu direnovasi. Bali kaya akan bangunan bersejarah namun jembatan kuno yang masih tetap berdiri hingga kini belum pernah saya ketahui sebelumnya. Keingintahuan dan beberapa pertanyaan yang muncul terutama tentang masa pendirian jembatan  setelah membaca berita-berita tersebut, menjadi dendam rasa, yang pada akhirnya membawa  saya ke situs tersebut. Setelah bertanya sekali,  dari jalan utama Dharmasaba yang terletak kira-kira 8 kilometer dari Denpasar,  akhirnya saya tiba di  sebuah jalan  kecil menuju jembatan. Beberapa meter dari jembatan, seorang lelaki paruh baya penyabit rumput  yang kebetulan mengetahui maksud kedatangan saya, secara sukarela, menawarkan bantuan jika saya mau melihat-lihat atau turun menuju sungai Ayung di bawah jembatan untuk memotret. Ia bilang saya harus hati-hati kalau mau turun ke sungai, kadang licin. Karena baterai kamera lupa di-charge, dengan terpaksa saya harus pergi dulu  ke mini market terdekat untuk membeli baterai alkaline dan menolak tawarannya. Dia tersenyum dan mengatakan bahwa saya bukan orang luar desa pertama yang datang ke sana khusus untuk melihat jembatan kuno. Setelah pemberitaan media, ada beberapa mahasiswa arsitektur dan yang lainnya  yang bertandang. Dan mereka rata-rata kecewa karena rencana renovasi jembatan,  dengan bahan-bahan kuno tanpa semen yang sempat diberitakan pula,  belum juga dimplementasikan. Setelah saya balik ke sana, laki-laki itu telah pergi. Tapi dasar nasib lagi baik, saya dapat kenalan lagi, Bapak Kayun, seorang pemilik showroom mobil di jalan Dharmasaba yang kebetulan hendak sembahyang di pura Prajapati (pura kematian) dekat jembatan. Ia memberi saya banyak informasi tentang jembatan itu. Oh ya, jembatan kuno ini menghubungkan tidak saja dua desa yakni Sibang dan Dharmasaba namun juga dua buah kuburan desa. [caption id="attachment_92961" align="aligncenter" width="300" caption="Foto koleksi pribadi. Jembatan Kuno Sibang- Dharmasaba, yang diaspal lima belas tahun yang lalu dan ubin aslinya yang terbuat dari batu bata dibongkar."][/caption] Setelah melihat jembatan selebar lima meter dan di bagian timurnya agak sedikit longsor itu, saya sempat kecewa karena ia beraspal layaknya jembatan modern. Hanya pelinggih (bangunan suci kecil) dan prasasti yang dipahat di tepi  di ujung barat jembatan yang menunjukkan bahwa jembatan itu berasal dari zaman silam. Pak Kayun kemudian bercerita bahwa jembatan itu baru diaspal kira-kira lima belas tahun yang lalu, sebelumnya lantainya terbuat dari batu bata kuno yang besar -besar. Ia menyayangkan pengaspalan jalan yang tidak mempertahankan keaslian jembatan. [caption id="attachment_92967" align="aligncenter" width="300" caption="Foto koleksi pribadi. "]
Ketika saya pamit pulang, Pak Kayun mengundang saya untuk melihat dan menyucikan diri dengan membasuh muka, tangan , dan kaki  di pancuran mata air suci dari pura Prajapati. Kami pun menyusuri tebing sungai dan sampai di petirtan itu. Suasananya sangat tenang dan damai. Setelah wajah segar terpapar air yang jernih saya pulang dengan hati puas dan pikiran yang lebih lapang.
[caption id="attachment_92999" align="aligncenter" width="300" caption="Pancuran suci "]
==
Link Bali Post tentang Jembatan Sibang
Link  perang Badung melawan Mengwi
Link artikel lama saya tentang sejarah Mengwi
==
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H