Lelaki tua dan nyaris bungkuk mengayuh semangat pada sepasang pedal sepedanya. Dua batang kakinya yang telah rapuh dan keriput itu tak pernah lelah menapak asa.Â
Diboncengnya beberapa jenis sayuran dalam tong kayu buatannya. Dijajakannya dari lorong ke lorong dengan suara sampai parau.
25 tahun pekerjaan itu digelutinya. Lelaki tua dan nyaris bungkuk tak pernah mengeluh ataupun malu. Senyum selalu hadir tatkala langganan setia memanggilnya. Disapa dan dilayani, seperti keluarganya sendiri.
Dilakukan semuanya bukan demi dirinya. Dilakukannya demi keluarga kecilnya, anak satu-satunya dari ibu yang telah pergi. Pergi selamanya dan tak mungkin kembali.
Anak yang sebulan lagi akan memperoleh gelar doktornya. Anak yang dibesarkan dengan segala keterbatasannya. Anak gadis yang tak pernah lupa hari lahirnya. Anak semata wayang dari almarhumah istri yang sangat dicintai dan mencintainya.
Lelaki tua dan nyaris bungkuk, penjual sayur keliling itu ayahku. Â
Sinjai, 7 Oktober 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H