Mohon tunggu...
guntursamra
guntursamra Mohon Tunggu... Buruh - Abdi Masyarakat

Lahir di Bulukumba Sulawesi Selatan. Isteri : Samra. Anak : Fuad, Afifah

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Dirawatnya Sebait Puisi yang Tersisa

3 Oktober 2020   09:10 Diperbarui: 3 Oktober 2020   09:12 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: idntimes.com

Kota yang tak pernah tidur, memandang desaku dari kejauhan. Ada guratan kecemburuan di dahi kiri dan mulai menua. Disekanya peluh yang terus saja mengalir, tak pernah berhenti dikuras ketamakan. Mungkin telah lelah.

Dihirupnya udara pagi lewat kantong yang sengaja disimpan di saku bajunya. Sebab, udaranya telah penuh bau kemenyan dan kecurigaan.

Lewat bola matanya yang telah letih, ditatapnya miris manusia yang tak pernah puas berlomba mengejar, tentang sesuatu yang ditinggalkan dan meninggalkannya.

Kota yang tak pernah tidur itu memanggil di kejauhan. Dirawatnya sebait puisi yang tersisa. Tempatnya nanti untuk kembali.

Sinjai, 3 Oktober 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun