Katamu ini senja. Tempat burung-burung pulang mencari rumah. Pada dahan-dahan pohon di pinggiran kali yang tak lagi jernih. Tapi pohon yang mana? Bukankah pohon itu tinggal sejarah, mengapung di arus kali bersama kenangan masa kanak-kanakku.
Kau bilang ini senja. Tempat matahari melepas lelah. Saat lamunanku terhenti pada anak-anak di bantaran kali itu, yang sedang bermain kejar-kejaran tanpa baju. Seseorang diantaranya lari bersembunyi di balik gundukan sampah, di pinggiran kali ini. Lalu, satu persatu pulang sebelum ibu mereka memanggil.
Ada ngilu di hatiku, menjalar dan merambat pelan. Kala kulihat air kali ini, kotor dan bau. Padahal, masih jelas dalam ingatanku. Di kali ini aku dibesarkan. Bermain dengan airnya, bersenda gurau dengan riaknya, dulu.
Kemudian tak jauh dari tempatku menatap, di pinggiran kali ini. Jejeran rumah-rumah kumuh berusaha berdiri. Beratap kegundahan, berdinding kecemasan.
Akhh..sudahlah. Biarlah kenanganku terbawa arus kali yang kotor ini. Karena mungkin, syarat sebuah kota, haruslah punya daerah kumuh seperti ini.
Sinjai, 8 Juni 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H